Kenapa, sih, industri musik Jepang nggak sebesar industri musik Korea Selatan? Padahal, secara kualitas, musik Jepang bagus juga.
Izinkan saya cerita dulu sebelum lanjut….
Jadi, waktu masih duduk di bangku SMP, saya pernah patah hati. Waktu itu, saya bersyukur sebab kesedihan cinta monyet itu mengantarkan saya mengenal Kazuhara Ryuto. Sekadar info, Kazuhara Ryuto adalah seorang penyanyi Jepang yang bernaung dalam boy group Generations from Exile Tribe.
Setiap orang punya caranya masing-masing untuk mengobati diri dari patah hati. Kebetulan, waktu itu saya memilih untuk menonton drama dari Negeri Sakura. Alasannya karena saya sudah lebih dulu akrab dengan tayangan anime seperti Detective Conan, Sword Art Online, Kuroko no Basuke, dan lain-lain. Jadi menikmati konten berbahasa Jepang sudah menjadi keseharian saya.
Dari menonton drama dan anime Jepang, saya pun akhirnya mulai terpapar lagu-lagu dari soundtrack-nya. Saya jadi naksir dan mencari tahu lagu-lagu terbaru Jepang, sampai akhirnya saya bertemu Kazuhara Ryuto itu tadi.
Rasa cinta saya dengan kebudayaan dan musik Jepang di masa lalu dan masa sekarang berbeda. Dulu saya suka banget sampai sering ikut event kebudayan Jepang, khususnya yang harga tiketnya nggak mahal. Tapi setelah lulus SMA saya nyaris nggak pernah cari tahu tentang Jejepangan lagi.
Beberapa bulan lalu saya muncul perasaan kangen mendengarkan suara mas Ryuto dan akhirnya saya mulai mendengarkan dia bernyanyi lagi. Ketika lagi asik streaming, saya baru sadar betapa timpangnya kesuksesan musik-musik J-Pop dengan K-Pop di kancah internasional.
Rasanya semua anak muda Indonesia, suka atau tidak dengan K-Pop, tahu siapa itu Super Junior, EXO, Twice, Blackpink, dan BTS. Tapi kira-kira berapa banyak yang tahu AAA? Berapa banyak yang tahu Sekai no Iwari? Dan siapa saja yang tahu Hey! Say! JUMP.
Tiga nama yang saya sebutkan itu adalah nama yang besar di industri musik Jepang selain One Ok Rock, AKB48, Ikimono Gakari, dan FLOW, tapi mungkin nggak akrab di telinga teman-teman yang tidak suka musik-musik J-Pop. Itu pun saya ragu para pembaca tahu lagu lain dari FLOW dan Ikimono Gakari selain yang menjadi soundtrack anime Naruto.
Setelah saya pikir-pikir, memang sepertinya sulit untuk industri musik Jepang menancapkan kukunya sedalam K-Pop di kancah internasional. Tidak bisa dimungkiri, kita tahu bahwa ada banyak faktor yang membuat industri musik Korea begitu besar, yang industri milik Jepang tidak punya.
Seperti contohnya pemanfaatan platform digital gratis. Ketika mulai menyukai musik Jepang pada 2013, saya sangat kesulitan mencari platform di mana saya bisa streaming music video mereka. Satu-satunya pilihan adalah situs J-POP suki.
Baru sekitar 2014, ada beberapa grup yang mengunggah video klip mereka ke YouTube tapi berbentuk preview yang hanya berdurasi dua menitan. Hal ini berbeda sekali ketika di tahun sebelumnya, saya sudah bisa streaming lagu 2PM secara penuh lewat YouTube.
Masalahnya, siapa yang tiba-tiba tanpa sengaja mengakses situs J-Pop suki? Bisa jadi tidak ada sama sekali. Lalu bagaimana orang-orang biasa bisa terpapar lagu-lagu Jepang kalau tidak pernah ditayangkan secara cuma-cuma di platform umum di mana orang bisa secara tidak sengaja menemukannya?
Industri J-POP menuntut usaha keras bagi orang yang tertarik dengan mereka. Rasanya mustahil untuk mengajak orang baru menikmati karya industri hiburan Jepang. Bayangkan kalau Hey! Say JUMP punya konten di YouTube, mungkin boy group yang sudah berusia 13 tahun itu bisa sebesar produk K-Pop seperti AKB48 di kancah internasional.
Ini juga berlaku untuk stasiun TV yang menayangkan konser musik. Sebagai perbandingan, coba lihat apa yang K-Pop punya? Mereka ada Mnet, SBS, MBC, KBS, dan lainnya yang aktif menyiarkan konser artis dari negaranya. Kalau mengetik BTS live di kolom pencarian YouTube, kita bisa dengan mudah menemukan rekaman konser BTS dengan kualitas rekaman yang baik.
Selain itu, saya merasa orang yang sudah menjadi fans J-Pop tidak punya energi dan dedikasi sebesar fans K-Pop dalam menyebarkan nilai-nilai Jejepangan. Maksudnya, kalau penasaran dengan grup K-Pop, saya bisa menemukan ratusan video variety show mereka dalam bahasa Inggris yang kebanyakan diterjemahkan oleh para fans. Sebenarnya, industri J-Pop juga punya banyak variety show, tapi yang berbahasa Inggris sangat sedikit, khususnya di YouTube.
Sebenarnya ada satu platform yang memuat cukup banyak video variety show para pelaku industri musik Jepang, namanya Dailymotion. Tapi sekali lagi, ini soal pemanfaatan platform digital. Pertanyaannya, berapa banyak manusia di Indonesia ini yang menggunakan Dailymotion dalam keseharian? Pasti semua pakainya YouTube, kan?
Menemukan video lirik terjemahan lagu Jepang saja susahnya setengah mati, berbeda sekali dengan jumlah video terjemahan lagu K-Pop yang banyak. Malah beberapa managemen secara cuma-cuma membuatkan subtitle terjemahan Bahasa Inggris di video klip talentnya.
Sebenarnya, masih banyak kekesalan yang saya ingin ungkapkan, tapi saya khawatir artikel ini akan menjadi sangat panjang.
Padahal, di negeri Jepang sendiri, industri musik dipromosikan dengan sangat baik. Contohnya, AKB48 dan artis-artis yang bernaung di bawah Exile Tribe punya tayangan drama sendiri, loh. Jadi ada series of drama yang pemainnya anggota grup. Kurang niat apa coba? Kurang mahal apa coba?
Saya berharap, strategi yang lebih baik bisa dilakukan oleh orang-orang di balik industri musik Jepang, supaya berkembang sebesar K-Pop.
BACA JUGA 4 Kesalahan Skincare Routine Para Selebgram dan YouTuber yang Harus Segera Dihentikan dan tulisan Devia Anggraini lainnya.