Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Media Sosial

Kekerasan Ujaran

Yoseph Yoneta Motong Wuwur oleh Yoseph Yoneta Motong Wuwur
16 Juni 2019
A A
ujaran kekerasan

ujaran kekerasan

Share on FacebookShare on Twitter

Akhir-akhir ini dapat dirasakan betapa bebasnya orang di negeri kita mengucapkan bahkan meneriakkan ujaran yang berisi cercaan terhadap pihak atau orang di ruang publik. Kita sepertinya sengaja melupakan bahwa semuanya itu adalah wujud kekerasan verbal. Dalam kekerasan ujaran, kata-kata merangkai makna yang tidak lahir dari fakta.

Dengan dalih kebebasan berbicara, menyampaikan pendapat dan berekspresi, kekerasan verbal sering dilakukan pembiaran sehingga menjadi kebiasaan dan bukan suatu kekeliruan. Lebih memperihatinkan jika kekerasan ujaran itu dilakukan oleh kaum terpelajar, politisi, dan elite.

Semua itu memberi kesan betapa bangsa kita di penuhi egoisme dan kebencian. Dalam suasana seperti itu, benci dan menyatakan kebencian dikaitkan dengan keberanian dan kebanggaan. Seolah orang yang banyak berkata lantang tentang kebenciannya terhadap orang lain adalah si pemberani—dan orang itu menjadi bangga dengan apa yang dibuatnya. Sangat dikhawatirkan akan adanya benih kebencian di negeri ini. Dalam cengkraman budaya kebencian, kita akan mudah dilanda kekerasan fisik yang bersifat menghancurkan atau memusnahkan.

Sesungguhnya kita adalah bangsa yang penuh kebencian. Hal ini terpancar dari cara dan pola kehidupan yang dijalani setiap hari akhir-akhir ini. Dalam psikoanalisis kita dapat mempelajari dan mengerti rasa benci tak pernah merupakan efek perimer dalam hidup manusia.

Pada dasarnya ada tiga macam perasasan primer, yaitu rasa takut, marah dan sedih. Perasaan-perasaan lain di luar ketiga rasa tersebut merupakan efek turunan yang terjelma dari efek primer yang disangkali, tidak diizinkan untuk di alami—diredam. Perasaan-perasaan turunan itu—antara lain rasa benci, cemas, rendah diri, dan putus asa. Kekuatan pokok yang melahirkan penyangkalan atas perasaan primer sehingga membuatnya menjelma menjadi efek turunan adalah kekerasaan dan penindasan.

Efek-efek primer pada dasarnya adalah baik karena teralami dengan lengkap akan membimbing manusia menuju kebaikan. Rasa takut membimbing manusia menuju perbuatan melawan bahaya, atau menyelamatkan diri dari ancaman demi kehidupan yang lebih baik. Rasa marah mengarahkan pribadi untuk menolak ketidakadilan demi terwujudnya kehidupan yang benar. Rasa sedih memandu orang untuk melepaskan sesuatu yang memang patut dilepaskan.

Berbeda dengan efek primer—efek turunan pada dasarnya tidak memiliki fungsi manusia menuju kehidupan yang baik. Rasa benci—misalnya—justru menciptakan kehidupan kian buruk, antara lain dengan penciptaan kekerasan ujaran maupun kekerasan fisik. Rasa cemas hanya membuat manusia binggung dan tidak berdaya, sedangkan rasa putus asa dapat berujung pada bunuh diri.

Ketika kita menyaksikan kehidupan dengan sarat kekerasan ujaran, kita dapat menduga bahwa kita memiliki sejarah panjang yang ditandai dengan tindakan kekerasan yang membuat banyak warga mengalami rasa takut, marah dan sedih. Namun, di bawah kekuasaan yang menindas mereka tidak diizinkan mengakui berlangsungnya kekerasan itu.

Baca Juga:

Drama Cina: Ending Gitu-gitu Aja, tapi Saya Nggak Pernah Skip Menontonnya

Konten “5 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” Adalah Bentuk Pembodohan

Setidaknya sejak masa orde baru, banyak warga mengalami kekerasan dalam kukungan represi itu. Maka, ketika kita meraih kebebasan, kita berada dalam posisi emosional yang lebih dekat dengan efek-efek turunan. Dan, kita pun tidak memiliki pengalaman dan keterampilan yang mencukupi untuk mengelola rasa marah, takut, dan sedih. Akibatnya hidup kolektif kita diresapi oleh rasa benci, bercampur dengan bayang-bayang rasa takut, marah dan sedih yang tidak diolah dengan baik.

Perasaan turunan telah meluas dan sangat dirasakan pada masa kepemimpianan presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Era reformasi ini orang rupanya merasa lebih bebas mengungkapkan pendapat sehingga ujarannya keluar dari norma-norma yang berlaku di negeri ini.

Ini bukan masalah sepele. Hal ini merupakan masalah serius yang harus ditangani dengan cara yag serius pula. Sesungguhnya batas antara kekerasan verbal dan kekerasan fisik sangat tipis. Meresapnya kekerasan ujaran mencerminkan kehidupan kita dibelit oleh kebencian yang berbaur dengan amarah.

Agaknya yang kita perlukan sekarang adalah negara yang tetap menjamin kebebasan, untuk berekspresi, berbicara dan menyampaikan pendapat, tetapi tidak mengizinkan, dan tidak menganggap normal setiap praktek kekerasan verbal.

Dalam melakukan penindakan atas kekerasan ujaran negara niscaya objektif, profesional, transparan dan tidak berpihak. Keberpihakan negara dalam hal ini hanyalah pada budaya kemanusiaan yang adil dan beradab seperti yang diamanatkan dalam sila kedua pancasila. Hal penting lain yang juga diperlukan adalah praktek nyata dan teladan hidup para pemimpin, politisi dan elite.

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: KekerasanMedia SosialRuang PublikUjaran
Yoseph Yoneta Motong Wuwur

Yoseph Yoneta Motong Wuwur

ArtikelTerkait

prank

Prank Foto dan Video Hantu: Contoh Kecil Aksi Teror Mental di Era Digital

5 September 2019
kreator konten

Hati-hati di Internet dan Kehidupan Saat Ini, Jika Blunder Langsung Dijadikan Konten

4 Juli 2019
Netizen Twitter Adalah Antagonis Paling Kejam dan Fakta-fakta Lainnya Kenapa Becandaan di Twitter Nggak Laku Dibawa ke Facebook?

Netizen Twitter: Antagonis Paling Kejam dan Fakta Lainnya

15 Mei 2020
Lapangan Denggung Sleman Dinodai Muda-Mudi yang Bermesraan Nggak Tahu Tempat

Lapangan Denggung Sleman Dinodai Muda-Mudi yang Bermesraan Nggak Tahu Tempat

30 Agustus 2024
Kasta Media Sosial Itu Semu, Berhenti Berdebat Soal Siapa yang Paling Asyik terminal mojok.co TikTok alay Twitter darkjokes

Facebook dan 3 Stigma yang Dilekatkan kepada Anak Muda yang Masih Menggunakannya

30 Juni 2020
7 Alasan untuk Meninggalkan Medsos Lain dan Beralih ke TikTok terminal mojok.co

7 Alasan Orang Perlu Pindah Medsos ke TikTok

15 September 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.