Banyak drama saat salat tarawih berlangsung, dan sudah dijabarkan oleh Mbak Aprilia Kumala di Tulisan Mojok yang berjudul “5 hal dramatis yang bisa terjadi saat salat tarawih di masjid”. Dari tulisan tersebut, yang paling menggelitik bagi saya adalah poin keempat: Tukang nanya, “Berapa rakaat lagi, ya?” Sebab mereka ini saking relate-nya dengan yang sering saya jumpai, saat pelaksanaan tarawih.
Dulu waktu masih SD, saya berangkat ke masjid bareng temen-temen. Pertanyaan tersebut seperti menjadi pertanyaan default anak-anak yang menginginkan tarawih untuk segera berakhir. Bahkan sampai menghitung di setiap salamnya, “Kurang berapa salam lagi, nih?” Kalau sudah capek, berdirinya berarti kalau imam sudah selesai membaca Alfatihah. Padahal kalau di masjid kampung, biasanya tarawih dilaksanakan dengan membaca surah At-Takasur sampai An-Nas. Itu sudah pas untuk 20 rakaat salat tarawih dan 3 rakaat salat witir, dengan durasi waktu 30-40 menit.
Ada beberapa perbedaan pelaksanaan salat tarawih yang ada di nusantara. Ada yang dengan cara dua rakaat salam, ada yang empat rakaat salam, ada yang 20 rakaat, dan juga ada yang melaksanakan 8 rakaat . Perbedaan tersebut bukan masalah bagi umat muslim, karena pelaksanaan sesuai dengan mazhab yang diikuti. Tidak hanya berakhir di perbedaan itu saja, kini pelaksanaan tarawih juga memiliki perbedaan durasi waktu.
Dengan adanya perbedaan durasi waktu ini, tidak sedikit para jamaah sebagai makmum, khususnya para anak muda, yang memilih-milih untuk mengikuti jamaah di masjid yang paling cepet selesainya.
Bulan Ramadan selalu menghadirkan fenomena yang menarik. Salah satunya, fenomena salat jamaah tarawih kilat, dengan hanya dilaksanakan selama tujuh sampai sepuluh menit. Tarawih ini dilaksanakan sejumlah 20 rakaat ditambah 3 rakaat salat witir. Konon, tarawih kilat ini dilaksanakan untuk menarik anak-anak muda yang enggan melaksanakan salat tarawih dengan alasan salat ini membutuhkan waktu yang lama. Tapi ya nggak apa-apa juga, sih. Asal rukun salat terpenuhi.
Di salah satu daerah, ada yang melaksanakan salat tarawih selama delapan jam dengan menyelesaikan bacaan satu mushaf, 30 juz. Tarawih dilaksanakan setelah salat isya sekitar pukul 19.00 sampai pukul 03.00 pagi, dengan pergantian imam sebanyak empat kali. Wow, apa nggak ngantuk berat, tuh? Keren. Kalau saya yang dengan porsi keimanan pas-pasan gini, kayaknya akan ngeluh terus, tuh. Ngantuk.
Di samping fenomena durasi tarawih kilat dan super lama tersebut, beberapa pondok pesantren menerapkan tarawih yang moderat. Kok moderat? Iya, karena tarawih dilaksanakan selama kurang lebih dua jam dengan membaca satu setengah sampai dua juz Alquran. Sehingga dalam satu bulan Ramadan, bisa menyelesaikan Alquran sebanyak satu-dua kali khataman. Bagi saya, salat tersebut adalah sepas-pasnya durasi salat tarawih.
Tarawih dengan mengkhatamkan Alquran tersebut diimami oleh seorang hafiz atau hafizah (orang yang telah hafal Alquran). Biasanya setiap usai doa khataman Alquran, akan disediakan jamuan makan nasi bagi para jamaah, seperti tasyakuran khataman Alquran di majelis-majelis pengajian.
Perihal pilihan surat-surat dalam Alquran tidak ada yang salah. Semua bacaan Alquran boleh saja dibaca pada saat tarawih. Biasanya setiap daerah yang melaksanakan salat tarawih, durasi salat tersebut menyesuaikan dengan kondisi warga masyarakat yang ada di sana. Kalau masyarakat tersebut sekiranya tidak kuat diajak salat tarawih dengan bacaan surat panjang, alangkah baiknya dengan memilih surat-surat pendek. Hal ini supaya para jamaah senantiasa ringan dalam mengerjakan ibadah yang hanya dilakukan setiap bulan Ramadan ini.
Islam tidak pernah memberi tuntutan untuk beribadah yang memberatkan kepada umatnya. Ibadah yang ringan, tapi dilaksanakan secara konsisten atau istiqomah, akan lebih baik. Dibanding ibadah dengan memforsir dalam satu waktu, tapi tidak bisa melaksanakan secara konsisten karena lelah akibat terlalu berat.
Ingat, Islam itu indah. Islam itu mudah. Beribadah sesuai kemampuan, asal tidak keberatan. Oke?!
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.