Kalau kita tahu nasihat Jawa “cegah dhahar lawan guling”, pasti populasi kaum rebahan di Indonesia akan berkurang. Apalagi di bulan puasa seperti sekarang ini, kalau siang bawaannya lemes dan males-malesan, tapi kalau malam tidak bisa tidur, masih tetap malas melakukan sesuatu yang bermanfaat, dan lebih milih nonton drama Korea atau nge-game.
“Cegah dhahar lawan guling” artinya mencegah lapar dan tidur, atau gampangnya, mengurangi makan dan tidur. Petuah itu disampaikan oleh Susuhunan Pakubuwana IV (1768-1820) dalam karyanya “Serat Wulangreh” bait ke-10, pupuh ke-2, tembang Kinanthi. Lengkapnya isi bait itu,
“Dadiya lakunireku, cegah dhahar lawan guling. Lan aja kasukan-sukan, anganggoa sawatawis. Ala watake wong suka, suda prayitnaning batin.”
Yang artinya,
Jadikanlah laku (perbuatan), amalanmu yang seperti itu, menahan lapar dan tidur. Dan jangan berpesta-pesta atau berfoya-foya, gunakanlah pakaian sekadarnya. Buruk watak orang yang gemar kemewahan, berkurangnya kepekaan batin.
Kalau dimaknai betul-betul, pesan itu sungguh dapat kita terapkan dalam hidup. Memang mbah-mbah kita dulu sangat kaya akan pengajaran hidup. Jika kita mau mempelajari dan senantiasa menerapkan dalam hidup, pasti semua masalah hidup ada jawabannya.
Kembali ke cegah dhahar lawan guling, ya kalau diartikan mentah-mentah begitu saja tentu tidak bisa. Yang ada malah bikin penyakit. Memang yang lebih baik itu apa-apa dilakukan dengan seimbang, ada waktu bekerja ya ada waktu untuk istirahat. Namun, bukan semata-mata dimaknai seperti itu.
Pengajaran itu bisa jadi pengingat di kehidupan sehari-hari. Usaha kita menahan serta mengurangi makan dan tidur itu berarti kita mengendalikan nafsu. Lha, kalau banyak makan dan tidur bisa berarti sebuah tanda betapa lemahnya kita, tanda tunduknya pada keinginan.
Sederhananya, ajaran moral Jawa mengajarkan untuk mengurangi segala bentuk kenikmatan. Orang yang mampu menahan lapar dan tidur berarti orang yang dapat mengendalikan nafsunya, orang yang sudah tinggi ilmunya. Kalau di zaman sekarang ya nafsu untuk bermalas-malasan, dan hanya rebahan. Apalagi sekarang apa pun mudah didapatkan dan tersedia. Yang biasa terjadi yaitu “ngebo” alias rebahan dan tidur terus. Kalau banyak tidur bisa berarti tanda lemahnya tekad kita. Kurangnya kemauan untuk menyelesaikan tugas-tugas, maupun pekerjaan lain.
Memang tiap-tiap orang berbeda sifat dan karakternya. Ya kalau mau dinasehatin bapak ibunya ya syukurlah, kalau ndak bisa ya sudahlah. Menurut saya hidup itu bukan sebuah kompetisi dengan orang lain, tapi kompetisi dengan diri sendiri. Kalau itu saja masih sulit, kok mau kompetisi sama orang lain. Jadi, seberapa kuat kita melawan nafsu malas yang ada pada diri kita, itu tergantung kita mau melawannya atau malah menikmatinya.
Kalau bicara hidup berarti bicara soal pilihan. Bahkan setiap hari kita dihadapkan dengan berbagai macam pilihan-pilihan. Contoh sederhananya, kita dihadapkan pilihan setiap pagi, habis Sahur mau tidur lagi atau mengerjakan tugas, mau tidur lagi atau bersih-bersih rumah dan bisa pilihan lainnya. Setiap manusia tentu saja sudah diberi garis lurus oleh Tuhan. Tapi kita disuruh milih di tiap titik-titik itu, itulah cobaan dan godaan yang menjadikan hidup itu “hidup”.
Jadi, anak muda sekarang yang termasuk saya juga harus terus belajar dan lebih mengurangi kemalasan tambah lagi budaya menunda-nunda sesuatu. Semoga hal ini bisa menjadi awal baik buat kehidupan kita sehari-hari.
Sumber gambar: PDF Serat Wulangreh di Wikipedia Commons
BACA JUGA Menebak Maksud Presiden Jokowi yang Nyuruh Kita “Berdamai dengan Corona”
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.