Bagi umat Muslim, Ramadan buka hanya sekadar puasa untuk menahan lapar, haus dan hawa nafsu. Lebih dari itu, Ramadan menjadi momen untuk beribadah dan makan bersama serta menjalin hubungan atau silaturahmi antar sesama dengan lebih erat.
Sayangnya, Ramadan tahun ini dirasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena pandemi virus corona atau COVID-19. Ramadan yang harus dilalui bersama pandemi ini pastinya mengubah banyak hal. Kewajiban untuk menjaga jarak menjadikan segala tradisi dan kebiasaan masyarakat ketika Ramadan tak terlaksana sebagaimana yang biasa terjadi di tahun-tahun lalu. Apalagi banyak tradisi Ramadan yang melibatkan banyak orang untuk berkumpul dalam satu tempat.
Setelah WHO menetapkan COVID-19 ini sebagai pandemi, banyak negara membuat kebijakan guna mengendalikan penyebaran COVID-19 ini, baik social distancing, physical distancing, maupun lockdown. Indonesia sendiri saat ini menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dan ketika diberlakukan, banyak sekali sektor yang terdampak olehnya.
Pasar Ramadan menjadi salah satu hal yang terkena dampaknya. Pedagang makanan atau takjil dadakan yang biasa bermunculan tidak lagi dapat kita temukan. Apalagi berburu kuliner sudah menjadi kebiasaan seru selama bulan Ramadan.
Banyak makanan yang cuma muncul di bulan Ramadan ini. Dan pastinya pasar atau bazar Ramadan menjadi sasaran masyarakat berburu kuliner untuk berbuka. Tukang gorengan, kolak, es buah, es kelapa, aneka buah, kurma, dan makanan lainnya yang menjadi ikon hidupnya ekonomi masyarakat ketika pasar Ramadan.
Ah, siapa sih yang nggak sedih ketika pasar Ramadan nggak ada?
Dalam situasi ini, aktivitas ekonomi masyarakat memang mengalami pengurangan secara drastis, tentu hal ini berdampak pada minimnya pendapatan masyarakat. Perusahaan juga membatasi karyawan sehingga dengan pembatasan tersebut produksi berkurang, laba perusahaan berkurang akhirnya melakukan pemutusan hubungan kerja. Apalagi ketika bulan Ramadan seperti ini. Yah, lockdown jelas menyebabkan minimnya aktivitas ekonomi.
But wait! Lantas, apakah memang benar pasar Ramadan nggak ada?
Toh, apa sih yang kita rindukan dari pasar Ramadan, selain makanan-makanan yang sebenarnya juga bisa kita bikin sendiri di rumah?
Jawabannya tidak lain dan tidak bukan yakni euforianya. Tentu dengan kumpul-kumpul sambil bergibah ria. Iya nggak? Iyaaa nggak??? Iya dong!!! (agak memaksa ini).
Karena selain itu, bagi beberapa orang, pasar Ramadan kerap kali menjadi penyemangat dalam berpuasa. Bahkan bisa jadi sudah mengatur jadwal pergi ke ke sana dalam 30 hari puasa. Yah, pasar Ramadan memang tempat ngabuburit paling asyique. Meskipun pada akhirnya yang dibeli cuma bakso bakar. Atau justru nggak beli apa pun dan cuma nganter temen. Wqwqwq ini sih saya banget.
Hmmm tapi kalau dipikir-pikir, pasar Ramadan tuh bukannya nggak ada, kok. Cuma pindah tempat transaksinya aja. Dan tahun ini, pasar Ramadan sebenarnya bisa diadakan dalam bentuk daring atau digital. Dari yang kumpul di satu daerah atau wilayah, jadi kumpul secara daring.
Lagipula udah banyak banget akun-akun di media sosial yang buka lapak (bukan aplikasi) dadakan. Selain itu, akhir januari lalu Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dapat tantangan dari Presiden Jokowi untuk melakukan digitalisasi pasar di seluruh Indonesia. Dengan digitalisasi pasar, maka transaksi antara penjual dan pedagang bisa dilakukan.
Nggak ada yang beda kok dari pasar Ramadan biasa dengan pasar daring Ramadan. Toh kata KBBI, pasar merupakan tempat orang berjual beli. Kekuatan penawaran dan permintaan, tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang, dan pembeli yang ingin menukar uang dengan barang atau jasa. Hanya saja keduanya memang memiliki plus minusnya masing-masing.
Kita tetap bisa ngabuburit sambil scroll pedagang-pedagang yang jual makanan di timeline. Lapak-lapak juga semakin marak di media sosial. Di Twitter, misalnya, banyak banget akun yang mempromosikan usaha milik keluarga maupun kerabat dekatnya. Dengan modal caption seperti, “Aku tahu akunku kecil. Tapi biar bisa hidup di tengah pandemi ini, aku mau bantu jualan…”
Atau kalau mau rame-rame nih, bisa tuh pakai aplikasi video call yang banyak banget macemnya, tinggal pilih aja yang mana. Terus undang teman-teman seper-ngabuburit-an. Nah kan, semua bisa dilakukan lewat ponsel. Dan pasar daring Ramadan bisa kita ciptakan sendiri.
Meskipun mungkin bagi sebagian orang yang nggak punya banyak temen, hal seperti itu masih terasa halu. Wqwqwq. Sabar aja, Bosqu~
Pasar Ramadan (secara fisik) mungkin tetap takkan tergantikan. Karena selain pertemuan secara langsung, yang hilang dari tidak adanya pasar Ramadan yakni tatap mata kita yang saling bertemu di keramaian, Mylov~
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.