Dua tahun lalu, salah seorang komisioner KPK diserang seusai salat subuh di masjid. Saat itu, beliau akan pulang ke rumahnya. Tiba-tiba ada dua orang yang berboncengan mengggunakan sepeda motor menyiram Novel dengan air keras.
Sudah dua tahun, tapi kasus ini belum juga sepenuhnya tuntas. Kasus ini menambah deretan panjang daftar kasus pelanggaran HAM yang belum diselesaikan oleh negara. Pak Jokowi berkali-kali mengeluarkan pernyataaan akan menuntaskan kasus ini. Tapi sayang, belum ada titik terang hingga hari ini.
Novel Baswedan adalah penyidik KPK yang betul-betul militan dalam menuntaskan permasalahan korupsi di negeri ini. Tidak heran jika orang-orang melihat kasus ini sebagai upaya perlawanan dari mereka yang tidak suka dengan kinerja beliau di KPK. Mungkin beliau dianggap sebagai ancaman. Makanya ingin dibikin kapok.
Penyiraman ini menyebabkan mata kiri Novel Baswedan mengalami rusak, tidak lagi berfungsi dengan baik. Mengherankan, hari ini muncul orang-orang yang begitu yakin menganggap kasus Novel Baswedan ini adalah rekayasa semata. Tak lebih dari sebuah lakon sinetron. Tuduhan yang betul-betul kejam.
Lebih miris lagi ketika tuduhan-tuduhan tersebut tidak didasarkan pada bukti ilmiah. Hanya berdasarkan asumsi-asumsi dan nalar liar yang tidak berdasar. Tak lebih baik dari cocokologi antara segitiga dan iluminati. Padahal semua tuduhan mereka sudah dijawab dengan fakta dan data yang jelas. Tapi mereka tidak peduli. Sepertinya mereka sudah terlanjur benci. Nalar sehat pun tidak ada lagi, sudah mati.
Orang-orang yang menuduh kasus ini hanyalah rekayasa mempertanyakan wajah Novel Baswedan yang terlihat baik-baik saja. Kenapa hanya matanya saja yang rusak? Padahal kan air keras itu juga merusak kulit? Tuduhan tersebut sudah terjawab. Silahkan dicek kebenarannya di berbagai portal berita, dijelaskan dengan sangat ilmiah dengan ilmu medis. Air keras yang digunakan untuk menyerang Novel Baswedan tidak memiliki konsentrasi yang tinggi, sehingga tidak membuat kulit terbakar. Hak tersebut juga sudah dikonfirmasi oleh Kapolri waktu itu, Pak Tito Karnavian.
Tuduhan lain juga diberikan. Ada sebuah video yang direkam oleh wartawan NET TV menunjukan kalau mata Novel Baswedan terlihat baik-baik saja. Bahkan terlihat putih bening. Padahal video tersebut diambil belum lama saat Novel Baswedan diserang. Tuduhan tersebut lagi-lagi terbantahkan. Tempo sudah melakukan pengecekan fakta dan dijelaskan dengan memaparkan data yang akurat. Silahkan dibaca.
Tuduhan paling tidak mendasar adalah mengatakan kalau Novel Baswedan selama ini hanya memakai lensa mata yang membuat seolah-olah matanya rusak. Tuduhan tersebut disertai lengkap dengan gambar berbagai macam jenis lensa mata. Dan anehnya, masih banyak orang yang percaya.
Tuduhan-tuduhan dengan berbagai macam teori ini tidak main-main. Bahkan sudah ada yang berani melaporkan Novel Baswedan ke kepolisian. Entah bukti apa yang dimilikinya.
Mari berpikir dengan sederhana saja. Kasus ini sudah dua tahun berjalan, sudah cukup lama sekali. Banyak yang diresahkan dengan kasus ini. Bahkan sampai Pak Jokowi juga angkat bicara soal ini. Kalau kasus ini rekyasa, berarti orang satu negara lagi-lagi terkena prank. Dan saya bilang, ini jauh lebih hebat dari kasus Ratna Sarumpaet yang dulu.
Kalau benar ini rekyasa, rakyat Indonesia berarti mengkonsumsi hoaks yang meresahkan selama dua tahun lebih. Sudah banyak tenaga dan materil yang dihabiskan untuk menangani kasus ini. Dan kalau ini rekayasa, semua itu sangat sia-sia.
Hanya ada dua kemungkinan kasus ini adalah rekayasa. Pertama, Novel Baswedan sangat cerdik sehingga mampu merekayasa kasus ini. Karena kalau kasus ini hanyalah kebohongan, berarti beliau sudah berhasil menipu dokter yang memeriksa beliau. Novel Baswedan juga berhasil mengelabui semua aparat yang menangani kasus ini. Bahkan sekelas Kapolri saja bisa tertipu. Entah trik apa yang digunakan Novel Baswedan hingga mampu memanipulasi keadaannya sendiri.
Dengan logika sederhana, kita bisa sepakat kalau hal tersebut tidak mungkin terjadi. Tapi kalau benar seperti itu, saya berani bilang kalau orang-orang yang menangani kasus ini cukup bodoh bisa tertipu oleh Novel Baswedan. Dan ini bisa menunjukkan kalau aparat kita tidak begitu kompeten dalam menyelesaikan sebuah kasus.
Kedua, kasus ini adalah sebuah konspirasi. Jika kemungkinan pertama salah, maka hanya ada satu kemungkinan lagi, banyak yang terlibat dalam merekayasa kasus ini. Kalau kita berasumsi dokter yang memeriksa Novel Baswedan tidak mungkin salah dan aparat yang menangani kasus ini tidak mungkin tertipu, berarti kasus ini adalah sebuah konspirasi. Kemungkinannya, semua yang terlibat dalam kasus ini bekerja sama menciptakan hoaks tersebut.
Kemungkinan kedua itu pun hanyalah teori liar. Sangat tidak mungkin kalau kasus ini adalah sebuah konspirasi. Dengan begitu, tinggal tersisa satu kemungkinan, kasus ini memang benar adanya. Tudingan-tudingan tersebut adalah fitnah.
Kalau mau tau kasus ini rekayasa atau bukan, tidak usah berbelit-belit. Perintahkan saja dokter terpercaya untuk kembali memeriksa mata Novel Baswedan. Kalau memang Novel Baswedan berbohong, penjarakan. Tapi kalau sebaliknya, perkarakan semua orang yang menebar fitnah keji ini.
BACA JUGA Yang Ajaib dari Kasus Novel Baswedan atau tulisan Muhammad Ikhdat Sakti Arief lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.