Nggak gini-gini banget juga sih
Saya tidak bermaksud menyederhanakan kenyataan. Saya juga sadar, di balik layar birokrasi kampus, ada banyak orang yang sebenarnya mungkin tidak nyaman dengan arah kebijakan ini. Bisa jadi mereka dulunya idealis, ingin membuat pendidikan lebih inklusif, lebih manusiawi. Tapi ketika sistem mendesak mereka untuk menjadi efisien dan “menghasilkan,” idealisme itu pun terkikis pelan-pelan. Bisa jadi tidak hilang, tapi mereka harus menundanya.
PTN-BH katanya biar kampus bisa lebih berdaya, lebih maju. Tapi di balik semangat itu, saya juga melihat bagaimana perlahan kampus bergeser dari tempat mencetak pemikir jadi tempat mencari cuan. Mahasiswa bukan lagi aset bangsa, tapi target pasar. Bahkan sampai urusan kos eksklusif pun, mereka ikutan jadi target.
Saya tahu kampus juga perlu biaya. Tapi bukankah seharusnya kampus berdiri di antara nilai dan bisnis, bukan tenggelam di dalamnya?
Penulis: Lisa Nur Maulidia
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Bebas dan Nyaman, Kos Eksklusif Menjamur di Jogja, Kaum Mendang-mending Minggir Dulu
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















