Kebakaran di Kantor Kejaksaan Agung telah menemui titik terang. Delapan pelaku ditangkap, dan penyebab kebakaran adalah… rokok. Iya, rokok. Saya tahu hal itu terdengar begitu bodoh, namun biarkan saya menuliskan beberapa hal yang membuat saya muak dengan kabar itu.
Saya tidak bilang bahwa kabar itu salah, meski juga saya tidak membenarkan kabar itu. Kita tidak perlu berdebat perkara apakah Kantor Kejaksaan Agung tidak punya mekanisme pemadaman api atau fire sprinkler yang nyemprotin air otomatis. Yang jelas, ketika polisi bilang bahwa penyebabnya adalah rokok ya berarti penyebabnya rokok.
Oh Tuhan, mereka menggunakan gaya Johnny Plate dalam berargumen. Rasanya pengin muntah.
Saya selalu heran rokok kerap jadi penyebab kebakaran. Saya sendiri perokok, tapi saya nggak goblok-goblok amat merokok di tempat yang berbahaya. Saya yakin pekerja bangunan yang dijadikan tersangka itu begitu bodoh merokok di dekat zat berbahaya.
Merokok itu aktivitas yang butuh ketenangan. Merokok di dekat orang yang tidak suka merokok saja bikin nggak nyaman, apalagi dekat tiner dan bahan combustive lainnya. Ketika mengeluarkan statement bahwa rokok adalah penyebab gedung terbakar, setidaknya ada beberapa hal yang harus kita perhatikan.
Pertama, menganggap perokok adalah orang brengsek yang senang menciptakan kekacauan. Setelah berita itu, saya yakin bahwa bakal banyak orang yang mengamini. Perokok, apalagi buruh kuli, sakan dicap makin buruk. Rokok memang bisa membuat sesuatu terbakar, apalagi kena bensin. Argumen seperti itu punya dasar yang lumayan kuat. Tapi, argumen “rokok bisa membuat sesuatu terbakar” itu hanya bisa dipakai ketika Anda melepaskan konteks.
Apakah rokok akan membakar gedung? Iya, tapi bagaimana proses gedung itu terbakar harus kita pahami juga. Apakah gedung tiba-tiba meledak, apakah bahan—katakanlah—bensin itu merembet ke bahan lain, apakah puntung rokok sengaja dilemparkan, kita harus paham itu.
Tapi, bukankah jika memang mereka merokok dekat tiner dan api menjalar secara cepat, harusnya ada korban jiwa dong? Apinya besar lho, Bwos.
Kedua, saya tidak yakin pelaku adalah orang yang cukup bodoh untuk merokok di dekat bahan combustive atau tidak mematikan rokok di dekat bahan yang gampang terbakar.
Begini. saya yakin bahwa memang ada perokok brengsek yang suka melempar puntung rokok sembarangan dan kadang pun saya adalah orang brengsek itu. Tapi, saya pun kalau melempar nggak asal lempar. Saya pikir saya nggak akan melempar rokok ke bakul bensin atau ke bahan yang mudah terbakar. Kenapa? Simpel saja, saya nggak sebodoh itu.
Lagian, ngapain juga merokok di ruangan berisi bahan mudah terbakar? Lalu, bagaimana bisa sebuah gedung tidak dilengkapi mekanisme antikebakaran? Masih banyak skenario mencurigakan yang terlintas di kepala saya dan tidak ada satu pun dari skenario itu bisa terjadi di gedung Kejaksaan Agung yang jelas-jelas menyimpan arsip penting.
Sebab. jika saya yang jadi pekerja bangunan yang kebetulan bekerja di Kantor Kejaksaan Agung, ngapain saya merokok di ruangan? Kenapa juga saya nongkrong di dekat tiner? Kenapa juga saya merokok di ruangan?
Bagi perokok, alasan bahwa rokok adalah penyebab gedung terbakar itu nggak masuk akal. Argumen apa pun bisa dimentahkan dengan mudah dan seharusnya orang yang tidak merokok pun curiga dengan alasan ini. Ini terlalu menyederhanakan masalah, sama seperti masalah apa pun yang melibatkan rokok. Gedung terbakar? Rokok penyebabnya. Kemiskinan? Rokok penyebabnya. Menurunnya moral bangsa? Rokok penyebabnya.
Tapi, begitu mendengar kabar rokok menyumbang pemasukan negara yang besar, tiba-tiba mingkem. Kalau tidak mingkem pun, narasi-narasi ra mutu masih akan dipaksa masuk asalkan menghina perokok dan menempatkannya dalam golongan manusia tidak bermoral macam Hitler.
Andaikan memang rokoklah penyebab Kantor Kejaksaan Agung terbakar, kita sebagai perokok harus introspeksi diri dan mulai mengampanyekan merokok yang aman. Maksudnya, kita harus sadar diri asap dan puntung kita itu memang dan selalu berbahaya. Dimulai dengan negara mengharuskan setiap tempat diberi smoking area mungkin? Anggaran baru lho ini, pasti pada bahagia.
Tapi, jika ternyata rokok bukan penyebab kebakaran dan alasan ini muncul agar masalah cepat kelar, kita harus mengutuk siapa pun yang punya ide untuk menyalahkan rokok. Sebab, selain menempatkan perokok ke dalam golongan yang makin nista, hal ini juga menganggap bahwa rakyat Indonesia tak ubahnya seperti jutaan orang bodoh yang akan percaya apa pun narasi pihak yang berwenang meski hal itu menghina akal sehat kita.
Tapi, lagi-lagi, kalau negara bilang hoaks, ya itu hoaks.
BACA JUGA Sobat Narimo ing Pandum Perlu Menerima Kritik Soal Upah Jogja yang Memang Rendah dan artikel Rizky Prasetya yang lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.