Ramadan selalu menjadi momen untuk berburu pahala. Salah satu perburuan pahala ini bisa dilakukan dengan cara bersedekah atau saling berbagi kebahagiaan kepada sesama. Apalagi menjelang lebaran seperti ini, tentu menjadi waktu yang tepat.
Menjelang hari raya Idul Fitri, sekitar satu minggu sebelum Ramadan usai, di daerah saya ada tradisi yang dinamakan weweh atau ater-ater. Disebut weweh, karena berasal dari bahasa Jawa, weneh atau wenehi yang artinya, memberi. Begitu juga dengan istilah ater-ater, yang berasal dari kata ngeter atau mengantar. Biasanya, weweh atau ater-ater ini diberikan ke sanak saudara dan tetangga dengan cara mengantar ke rumah-rumah.
Saya mengenal tradisi ater-ater ini waktu masih tinggal serumah dengan nenek. Nenek saya dulu selalu menyiapkan nasi kotak beserta lauk atau aneka kue basah, setiap minggu ke-empat bulan Ramadan untuk dibagikan ke tetangga. Begitu juga dengan para tetangga kami, juga saling memberi ater-ater. Jadi ya, kayak saling bertukar rezeki, gitu.
Belakang rumah nenek saya itu non muslim. Namun, tak pernah terlewat, keluarga saya juga selalu memberikan ater-ater kepada tetangga yang non muslim tersebut. Mereka juga tidak pernah menolak atau merespons yang tidak baik. Mereka bahkan sangat menerima dan sering kali mengucapkan selamat hari raya kepada keluarga saya. Agama tidak akan pernah menghalangi kami untuk menjalin silaturahmi dengan tetangga-tetangga kami yang berbeda agama.
Adanya ater-ater menjelang lebaran ini menjadi salah satu momen yang ditunggu. Gimana, nggak ditunggu? Siapa sih, yang nggak mau mencicipi berbagai macam makanan yang berangsur datang ke rumah? Iya, berangsur. Karena tidak semua serentak membagikan makanan ini di hari tertentu menjelang lebaran. Sesuka hati mau dibagikan di akhir Ramadan tanggal berapa pun.
Tradisi ater-ater menjelang lebaran ini diyakini untuk membersihkan harta yang dimiliki oleh pribadi setiap muslim. Karena manusia setiap kali pasti tidak lepas dari luput yang menjadikan kotornya harta yang dimiliki, meski hanya sedikit saja. Tentunya, ini berbeda dengan pembagian zakat fitrah setiap malam bulan Ramadan. Kalau zakat fitrah berupa beras dan memang ketentuan bagi setiap umat muslim yang mampu untuk mengeluarkan zakat, tapi tradisi ater-ater ini tidak ada ketentuan atau kewajiban dari agama kami.
Tradisi ini hanya merupakan tradisi yang ada di daerah-daerah tertentu saja. Nyatanya, selama saya sekeluarga pindah rumah (tidak bersama nenek lagi), tradisi di lingkungan kami yang baru sudah sangat berbeda. Sangat jarang tetangga kami yang memberi ater-ater menjelang lebaran ini. Biasanya, ater-ater makanan hanya ketika sedang akan menggelar hajatan.
Sampai pada suatu akhir Ramadan, ibu saya mengirim ater-ater bingkisan kue kering ke para tetangga, dan mereka malah banyak yang bertanya, “Ini ada acara apa?”, padahal kalau di daerah tempat tinggal saya sebelumnya ya, pasti orang sudah paham akan tradisi menjelang lebaran ini.
Kalau boleh saya tebak-tebak nih ya, kayaknya esensi tradisi ater-ater di daerah ini sama halnya dengan tradisi bertukar parsel di kota-kota. Bener, nggak?
Tradisi saling berkirim parsel menjelang lebaran ini juga bertujuan sama, yaitu mempererat silaturahmi. Cuma ya, beda wilayah, beda tingkat penghasilan ekonomi, jadi beda sesuatu yang dibungkus. Kisaran harga sebungkus parcel saja minimal 50 ribuan. Kalau ater-ater nasi kotak sama kue basah, paling 15 sampai 20 ribuan juga sudah cukup.
Namun ada pertanyaan yang bikin penasaran dan terlintas di benak saya, kira-kira kenapa biasanya yang diberi parsel itu malah rekan-rekan atau relasi sendiri yang jelas sudah berkecukupan secara ekonomi? Dan barang yang diberikan pun tidak bisa dikatakan murah. Misal nih, sesama artis pada saling ngasih kiriman parsel (saya lihatnya di media sosial). Lah kan, bukannya mereka udah pada lebih-lebih tuh rezekinya?
Tapi ya, okelah. Setiap orang punya caranya sendiri untuk saling berbagi kebahagiaan. Mungkin itu cara mereka untuk saling membahagiakan~
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.