Dari sejumlah merek ban, ada satu yang nempel di hati, yaitu Achilles. Selain kerap dianggap sebagai ban yang cukup terjangkau, ada hal lain yang membuat saya sering tidur sambil kepikiran adalah namanya
Kalau nama adalah doa, kenapa dinamai Achilles coba?
Maksud saya gini. Kalau mau ditinjau dari makna di balik namanya, ada satu kisah pelik yang menurut saya justru “harusnya” sih bakal kurang menguntungkan PT Multistrada untuk ngasih nama tersebut ke salah satu produk keluarannya. Apa nggak bakal ngaruh ke kualitas bannya tuh? Secara gitu, nama adalah doa. Kek misalnya kamu dinamain “Bagas Buruk”, “Toming Cule”, atau “Putra Thanos ”, misal. Apa nggak nganu banget rasanya?
Keheranan yang melanda ini muncul karena kesadaran akan satu kisah di mitologi Yunani. Di mana ada seorang sosok yang dikenal apik, gagah, tapi ya loyo. Anu, loyo kakinya maksud saya.
Tak lain dan tak bukan adalah Achilles prajurit yang namanya semerbak pada perang Troya di mitologi Yunani. Kalau sejenak melihat balik kisah Achilles ini, saya sih jadi kepikiran terus “Ngapa loh, ada ban mereknya Achilles?”
Oleh karena silsilahnya yang lumayan ribet, saya coba ceritakan secara singkat. Achilles ini merupakan anak dari Peleus (bapak) dan Thetis (ibu). Thetis ini berambisi sekali untuk bikin Achilles abadi, kuat, tahan banting dah pokoknya. Demi memuluskan rencana, Thetis mencelupkan (literally dicelupin anjay) Achilles ke dalam sungai Styx yang dipercaya dapat merealisasikan keinginannya. Tapi, ada bagian dari tubuh Achilles yang Thetis tidak celupkan ke dalam sungai tersebut. Dan bagian inilah yang akan merugikan anaknya kelak.
Coba bayangin. Kira-kira posisi nyelupinnya gimana dah? Dan, kalau ada emak-emak, nyelupin anaknya ke sungai, kira-kira apa yang bakal dipegang? Semoga yang kalian bayangin bener.
Jadi, Thetis itu nyelupin anaknya dengan cara megang tumit yang otomatis kepala duluan yang nyemplung ke air sungai. Kata Peleus, “Mentang-mentang nimfa laut, nyemplungin anak sembarang!!!”
Dengan demikian, bagian tumitlah yang menjadi kelemahan Achilles, mengingat semua anggota tubuh kena air sungai kecuali tumit.
Melalui sudut pandang inilah, muncul keheranan, kenapa sih dinamai Achilles?
Masalahnya gini, kenapa harus jadi merek ban? Kalau bukan ban, mungkin saya nggak bakal seheran ini. Ban kan posisinya ibarat kaki dari kendaraan. Sama-sama ada di bawah, juga sama-sama yang gerakin badan. Hal ini memunculkan tanda tanya besar dalam hidup saya, laiknya pertanyaan siapa sebenarnya jodoh saya.
Sebab kalau ditinjau dari sisi histori, Achilles yang kelemahannya ada di tumit, justru dijadikan merek dagang sebuah ban. Padahal kan ban itu ibarat kakinya kendaraan. Melalui dua hal tersebut, makanya yang kemudian muncul di pikiran saya, ngapa namanya Achilles? Apa iya maksudnya kualitas ban buatan Multistrada itu ecek-ecek? Sekali pake langsung retak-retak, aus, atau malah meledak? Dan kalau begitu, harusnya sih nggak payu. Tapi, kan nggak~
Meski demikian, rasanya ragu deh pemilihan nama tokoh legenda tersebut buat dijadiin merek ban itu terjadi karena kekhilafan semata. Apalagi untuk sekelas PT gede begitu. Selaiknya orang tua ngasih nama anak, harusnya sih PT itu memang sudah ada di keputusan matangnya buat ngasih nama ban produksinya pake nama Achilles.
Positif thinkingnya, si ban Achilles ini ingin menunjukan kalo mereka itu tidak mengaminkan peribahasa “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. Alih-alih memiliki kelemahan, nama tersebut tetap digunakan supaya pamor ban tersebut bisa diidentikan dengan tokoh Achilles yang dikenal gagah, tampan paripurna, pokoknya laka-laka kayak Tegal.
Kenapa kudu inget dan repot banget ke tumit yang jadi kelemahan, kalo hal yang bisa dibanggakan jumlahnya jauh lebih banyak? Begitu kira-kira.
Meskipun katanya terkesan keren, dan mantap, nama Achilles bagi saya tetep rada nganu sih. Wong rada nggak nyambung atau malah lebih ke bertolak belakang eh. Mungkin ada baiknya kalau nama bannya pake tokoh lokal. Ada banyak yang bagus-bagus, kok. Madun misalnya. Biar tarikannya mantep, sampe mobilnya berasa kek ditendang.
BACA JUGA Klarifikasi dari Fizi Perihal Khilaf dan Sengketa dengan Upin Ipin dan tulisan Nuriel Shiami Indiraphasa lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.