Menggugat Kafe yang Hanya Menerima Pembayaran QRIS, Apa yang Kalian Lakukan Itu Diskriminatif

Menggugat Kafe yang Hanya Menerima Pembayaran QRIS, Apa yang Kalian Lakukan Itu Diskriminatif Mojok.co

Menggugat Kafe yang Hanya Menerima Pembayaran QRIS, Apa yang Kalian Lakukan Itu Diskriminatif (unsplash.com)

QRIS dan nontunai lain seharusnya tidak bisa menggantikan pembayaran tunai. 

Orang zaman sekarang sulit lepas dari keberadaan kafe. Tidak hanya sebagai tempat ngopi dan makan, kafe juga jadi tempat nongkrong, belajar, diskusi, hingga bekerja. Itu mengapa konsep kafe sekarang ini begitu beragam, disesuaikan dengan kebutuhan sasaran pelanggan. 

Terlepas dari menjamurnya kafe, ada satu hal yang mengganggu pikiran saya. Sekarang ini semakin banyak kafe yang mengharuskan pelanggannya membayar dengan QRIS atau pembayaran nontunai lain. 

Sekali lagi, sama halnya dengan uraian saya dalam tulisan di sini. Sah-sah saja memberlakukan pembayaran QRIS, tapi jangan sampai membatasi pembayaran hanya pada QRIS.  Itu sama saja menyusahkan pelanggan sendiri. Ingat, pelanggan itu raja, kok ya dibikin susah. 

Menolak uang tunai bisa kena pasal 

Saya paham, penggunaan QRIS itu banyak manfaatnya, mulai dari efisiensi, transaksi yang bisa tercatat secara digital, hingga menghindari fraud dari karyawan yang nakal. Tapi, itu bukan berarti bisa menolak pembayaran tunai dong!

Para pemilik, pengelola, dan penjaga kafe ini sadar tidak ya kalau menolak uang tunai itu dilarang oleh UU Mata Uang? Tepatnya UU No. 7 tahun 2011 yang mewajibkan rupiah dipakai untuk transaksi di Indonesia (Pasal 21), dan melarang menolak penerimaan Rupiah sebagai alat bayar (Pasal 23). Pelanggaran bisa dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.

Bank Indonesia (BI) pun mengeluarkan rilis resmi kalau QRIS itu alternatif, bukan pengganti absolut dari proses pembayaran. BI menekankan, produsen dilarang menolak pembayaran via tunai. Kalau kalian cek di halaman resmi BI, di situ tertulis kok kalau QRIS itu fungsinya memudahkan akseptasi lintas aplikasi. Tidak ada tuh mandat yang memperbolehkan menolak uang tunai. Artinya, QRIS hanya menambah kanal pembayaran, bukan pengganti. 

Hanya melayani pembayaran QRIS, kafe jadi tidak inklusif

Lagi pula, limitasi pembayaran hanya via QRIS itu justru membuat sebuah kafe jadi eksklusif alih-alih inklusif. Kalian (para pemilik-pengelola kafe) berharap kafenya dikunjungi oleh banyak orang kan? Lha, kalau dibatasi begitu, bukankan segmentasinya jadi ikut menyempit ya?

Ingat, nggak semua orang nyaman menggunakan QRIS. Ada tipe orang yang memang melek pembayaran digital dan QRIS, tapi ingin pengeluarannya terkontrol melalui pembayaran tunai saja. Di sisi lain, segelintir orang yang memang sengaja nggak punya mobile banking karena menghindari terkena phising dan menjaga privasi data. Ada juga orang yang memang gaptek dan nggak punya mobile banking.  Atau, orang-orang generasi X ke belakang yang lebih nyaman menggunakan tunai. Belum lagi persoalan sinyal, handphone yang lemot atau hal lain yang nggak terprediksi.

Pada intinya, hanya menggunakan QRIS justru membuat sebuah kafe menutup diri dari tipe pelanggan lainnya. Karena kita tahu, banyak tipe orang di dunia ini. Menutup kanal tunai berarti diskriminatif terhadap konsumen yang sah secara hukum membawa rupiah kertas/receh.

Sekali lagi, QRIS sebagai pelengkap cara pembayaran, bukan pengganti

Para pemilik/pengelola kafe semestinya sadar, kalau memang customer oriented, ya harus bisa menyesuaikan pelanggan, bukan malah sebaliknya. Mereka harus mau menerima pembayaran tunai, apapun risikonya. Jadi konsepnya jangan QRIS-only, tapi QRIS disarankan dengan tetap menerima tunai. Kan kalau memang ini soal pencatatan transaksi, bisa tuh dipisah antara kasir tunai dan nontunai. Jadi tetap kelihatan ketika proses audit.

Kalau memang untuk menghindari fraud, bisa juga dengan membuat prosedur sederhana, misalnya satu laci untuk satu kasir. Tetapkan float awal dan catat. Matikan tombol buka laci tanpa transaksi. Void, refund, dan diskon besar harus pakai persetujuan manajer. Uang tunai yang menumpuk segera dimasukkan ke brankas lewat slot blind drop. Wajibkan pemberian struk dan ajak pelanggan meminta struk.

Yang lebih penting, lakukan audit berkala, analisis pola void atau refund yang janggal, dan rotasi kasir. Kemudian sering-sering melihat CCTV untuk memonitoring. Dengan begitu, QRIS disarankan jalan, tunai tetap diterima, dan kecurangan jadi sulit.

Pada akhirnya, budaya cashless tentang memberikan alternatif, bukan meniadakan yang sudah sah. QRIS silakan disarankan, tetapi rupiah tunai tetap diterima. Kafe modern itu yang customer oriented dan itu bukan hanya fokus soal efisiensi dalam pembayaran, tapi juga adil kepada semua pelanggan, termasuk yang dompetnya masih penuh dengan uang kertas.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Bertobatlah Wahai Kalian yang Mengucapkan QRIS Jadi Kyuris!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version