Jika bicara tentang Jawa Timur, tentang kota atau kabupaten di dalamnya, kita selalu fokus dengan Malang atau Surabaya. Mentok-mentok paling Madiun, atau Banyuwangi. Seakan-akan Jawa Timur hanya berpusat di kota/kabupaten itu saja. Padahal, selain Malang, Surabaya, Madiun, atau Banyuwangi, Jawa Timur juga punya kota atau kabupaten lain yang nggak kalah menarik. Salah satunya adalah Kabupaten Pasuruan.
Di antara kota atau kabupaten lain, nama Pasuruan memang nggak tenar. Setidaknya nggak setenar Malang atau Surabaya. Pasuruan juga jauh dari gemerlap kota besar. Lagi-lagi, nggak seperti Malang atau Surabaya. Iya, Pasuruan memang nggak tenar, nggak gemerlap, dan nggak modern. Namun, jika dibandingkan Malang dan Surabaya, Pasuruan itu punya potensi yang nggak kalah besar, dan punya kualitas hidup yang nggak kalah bagus.
Kabupaten Pasuruan seakan nggak peduli dengan segala perbincangan soal kota-kota di Jawa Timur. Ketika Malang dan Surabaya begini begitu, Pasuruan jalan saja dengan apa yang ada, nggak mau terlalu memikirkan apa yang tetangga lakukan. Pasuruan seakan “ just live their lives”. Dan ini nggak mengherankan, sebab Pasuruan sudah terlalu sibuk dengan apa-apa yang mereka punya.
Kabupaten Pasuruan sibuk, serba ada, dengan UMK yang tinggi
Jika Jabodetabek dan sekitarnya punya Cikarang sebagai pusat industri, maka Jawa Timur punya Pasuruan sebagai salah satu pusat industrinya. Mirip seperti Cikarang, Pasuruan juga punya banyak sekali pabrik-pabrik yang selalu sibuk tiap harinya. Mulai dari pabrik produk makanan hingga otomotif ada di Pasuruan. Boleh dibilang, industri di Pasuruan ini benar-benar pesat.
Sebagai salah satu pusat industri, Pasuruan pastinya punya UMK yang cukup tinggi. Di Jawa Timur, Kabupaten Pasuruan menempati peringkat keempat UMK tertinggi dengan nominal Rp4.870.511,00. Kabupaten Pasuruan hanya kalah dari Kota Surabaya di peringkat pertama dengan nominal Rp4.961.753,00, lalu diikuti dengan Kabupaten Gresik dan Kabupaten SIdoarjo.
Dengan UMK yang tinggi, hidup di Kabupaten Pasuruan itu bisa dibilang cukup menjanjikan. Apalagi biaya hidup di Pasuruan yang nggak terlalu tinggi—setidaknya nggak setinggi Surabaya, dan mirip-mirip dengan Malang. Ditambah lagi Pasuruan ini kabupaten yang serba ada. Pasuruan punya dataran tinggi, punya pantai, punya banyak wisata, baik yang alam, moderen, maupun wisata sejarah, nyaris punya semuanya, lah. Sepertinya, hidup di Pasuruan itu cukup banget.
Rendah diri (?)
Meski punya UMK yang tinggi, nyaris punya semuanya, Pasuruan seakan nggak mau menjadi congkak. Pasuruan seakan nggak pernah koar-koar bahwa mereka punya UMK yang tinggi, mereka punya semua yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup. Pasuruan—baik manusia atau daerahnya—seakan mencoba untuk tetap humble.
Saya nggak tahu apakah sematan “humble” ini benar atau tidak disematkan ke Kabupaten Pasuruan. Entah Pasuruan memang humble, atau sekadar gitu-gitu aja. Sebab beberapa orang yang saya kenal dari Pasuruan juga nggak pernah membesar-besarkan Pasuruan (karena memang nggak besar?), nggak pernah overproud dengan Pasuruan (karena nggak ada yang bisa dibanggakan?). Entahlah, mungkin kami punya sudut pandang yang berbeda.
Pasuruan yang monoton, Pasuruan yang membosankan, Pasuruan yang masih banyak masalah
Pasuruan memang sibuk, serba ada, dan punya UMK yang tinggi. Namun, Pasuruan juga monoton dan membosankan. Ya selayaknya kota/kabupaten yang menjadi pusat industri, dinamika kehidupan kabupaten dan masyarakatnya gitu-gitu aja. Kehidupan sosialnya seakan mengikuti “jam kerja pabrik”. Monoton, bahkan cenderung membosankan.
Di Pasuruan, industri kreatif dan hiburannya benar-benar nggak terlihat. Beberapa kawan dan kenalan saya yang kerjanya di bidang kreatif (desainer, illustrator, hingga musisi) dari Pasuruan, memutuskan untuk pindah ke Malang, Jogja, bahkan Jakarta untuk membangun kariernya. Alasan mereka selalu sama: Pasuruan belum bisa menampung bakat mereka, Pasuruan bukan tempat yang pas untuk ranah-ranah yang mereka tekuni.
Maka nggak salah rasanya jika Kabupaten Pasuruan ini monoton dan membosankan. Pasuruan seakan diciptakan hanya untuk orang yang ingin kerja dari pagi hingga sore. Kabupaten ini seakan diciptakan hanya untuk orang-orang yang pikirannya nggak liar, orang-orang yang kebutuhan hiburannya nggak banyak.Pasuruan mungkin nggak butuh itu. Pasuruan mungkin sudah cukup dengan segala hiruk pikuk industri mereka. Pasuruan nggak mau ambil peran yang lebih.
Nggak apa-apa. Toh, dengan apa yang dimiliki sekarang, Pasuruan sudah punya posisi. Ya meskipun harus diakui, Pasuruan masih punya masalah-masalah yang sampai sekarang nggak kunjung beres. Mulai dari masalah korupsi, populisme dan pengkultusan pemimpin, daya beli masyarakat yang masih rendah, dan rentetan masalah lainnya. Masalah-masalah inilah yang masih menjerat Pasuruan hingga saat ini.
So, inilah Pasuruan. Sebuah kabupaten yang punya UMK tinggi, kabupaten yang sibuk kabupaten yang kelihatannya kalem, humble, tapi juga kabupaten yang monoton dan membosankan, serta masih menyimpan banyak masalah.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jalur Kereta yang Serba PAS Membuat Pasuruan Menjadi Daerah Paling Strategis di Jawa Timur




















