Dihimpit tetangga yang terlalu maju
Tentu tiap daerah selalu punya sisi kelam. Namun, tetap saja ada yang bisa diharapkan. Hanya saja, kalau menengok Jombang dan Lamongan, rasanya kami hanya bisa pasrah dan mengamini “rumput tetangga lebih hijau”.
Saya bahkan merasa secara geografis harusnya Jombang dan Lamongan ini dipindah saja. Sebab, terlalu lamban perkembangannya dengan tetangga sekitar. Jika Lamongan hanya geleng-geleng melihat open space Tuban yang makin keren, warga Jombang juga demikian. Mereka dibuat iri-dengki dengan kondisi jalan Mojokerto yang kebanyakan mulus, atau Kediri yang punya bandara, serta penataan kota yang makin ciamik.
Maka wajar kalau Jombang san Lamongan seperti sahabat senasib. Sama-sama punya tetangga yang jika dibandingkan, terasa terlalu rajin, terlalu progresif, dan terlalu ambisius. Sehingga membuat stagnansi ini makin terasa menyesakkan dada.
Tak ada harapan (katanya)
Saya ingat betul, teman saya bilang, “Dari dulu sampai sekarang, Jombang nggak pernah benar-benar maju. Siapa pun Bupatinya, rasanya tetap gini-gini saja.” Dan di titik itu saya langsung merasa punya kedekatan emosi.
Yah, pada akhirnya, Lamongan dan Jombang ini memang seperti saudara kembar. Sama-sama terjepit perkembangan tetangga, sama-sama punya potensi yang mangkrak, dan sama-sama punya jalan raya yang bikin misuh tiap kali dilewati.
Entah kapan dua kabupaten ini bisa mengejar ketertinggalan. Tapi selama itu belum terjadi, mungkin satu-satunya hiburan hanyalah saling melirik dan berkata, “Tenang, kamu tidak sendirian.”
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















