• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Jika Saya Jadi Gubernur DIY, Saya Siap Dimarah-marahi oleh Sultan

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
1 Februari 2021
A A
Jika Saya Jadi Gubernur DIY, Saya Siap Dimarah-marahi oleh Sultan terminal mojok.co

Jika Saya Jadi Gubernur DIY, Saya Siap Dimarah-marahi oleh Sultan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Kritik keras yang acap kali dilempar oleh Prabu Yudianto, agaknya menjadi kritik yang paling mentah dalam sejarah umat manusia. Prabu kritik pemerintahan DIY, secara terang-terangan semisal dalam tulisan yang berjudul Upah Minimum Jogja Sangat Humble, Sampai Ditertawakan Kuda Milik Kraton Jogja, itu adalah kritik yang paling ngambang. Begini lho, Prabs, kritik itu kudu jelas sasaran tembaknya kepada siapa. Sedang tulisan yang Anda bikin itu sejatinya kritik siapa? Sultan atau Gubernur DIY? Nah, ini titik pangkalnya, kudu jelas dan berimbang. Seperti apa yang dikatakan oleh Pram, harus adil sejak dalam pikiran. Begitu.

Tapi ya mau bagaimana lagi, Sultan dan Gubernur DIY itu orang yang sama. Namun, kala menghadapi kritik, kita bisa membedakan blio sebagai gubernur atau Sultan. Tapi ya seperti apa yang acap kali dialami oleh Prabu, sobat nrimo ing pandum ini begitu militan dan sporadis.

Ketika hendak kritik pemerintahan, dikira kritik Sultan. Pun dengan kritik Sultan… ah, saya lupa, ketika kritik Sultan, apa yang lebih absolut dari monarki? Makanya, kritik-kritik Prabu ini hanya mengambang di udara. Mungkin pekewuh kali, ya. Atau mulai jiper karena sering kali rumahnya digedor oleh sobat-sobat nrimo tadi.

Nah, ketika ditanya cita-cita saya apa, selalu saya menjawab “Gubernur DIY” sebagai pilihan paling wahid. Mohon maklum, tahu apa sih bocah SD tentang pemerintahan. Ketika mulai tumbuh dan belajar mengenai sistem pemerintahan istimewa ini, ya jelas cita-cita saya berangsur luruh, ambyar, dan hilang. Sempat saya berpikir, mbok ya saya lahirnya di Jawa Tengah saja.

Namun, dalam contoh kasus di atas—bagaimana kritik Prabu yang selalu mentah—rasa pengin jadi gubernur itu tumbuh kembali. Nggak kok nggak, bukan bermaksud makar atau apa pun itu, hanya saja saya ingin dimarahi oleh Sultan semisal kinerja saya sebagai gubernur itu buruk.

Apa sih takaran kinerja gubernur yang buruk itu? Rasanya nggak perlu dijelaskan panjang lebar, lha wong banyak akun yang bercuit tentang hal ini. Maksud saya, saya akan memberangus akun romantisasi Jogja. Untuk apa? Ya jelas, supaya adil sejak dalam pikiran. Supaya saya tahu kinerja saya sebagai gubernur itu baik atawa buruk. Ngeten.

Akun-akun centang biru romantisasi agar stop konten-konten sudut Jogja adalah kenangan, rindu, pulang, dan tetek bengek lainnya. Bukannya apa-apa, tapi isin. Kawan saya minggu lalu datang, lantas bilang begini, “Apaan katanya romantis, tiap liat Facebook isinya anak muda mau tawuran (klitih) doang isinya!”

Romantisasi itu sejatinya memabukkan. Menghadirkan ekspektasi dan terlena akan utopia sebuah kota. Setelah datang, nggak sesuai ekspektasi, maka yang timbul adalah kekecewaan. Makanya, romantisasi itu sejatinya hanya semu belaka. Bagaimana cara yang baik? Begini,

Saya bakalan ngendikan akun-akun romantisasi itu untuk fokus menyoroti kaum urban. Kejadian langsung di lapangan. Media sosial menjadikan alat terbaik untuk teropong adanya permasalahan. Semua masyarakat bisa dijadikan citizen journalism.

Dilihat orang luar kota bahwa di Jogja banyak masalah seperti klitih dan begal? Oh, nggak masalah. Terpenting adalah jujur. Kita tidak bisa menawarkan sebuah produk dengan menyembunyikan keburukannya, bukan? Pun wisatawan bisa plesiran dan mawas akan jam-jam dan daerah-daerah rawan.

Setelah itu nganu, apa itu namanya, halah nganu itu lho, dana istimewa. dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) dari pemerintah pusat. Dilansir dari Kompas, sesuai amanat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012, dialokasikan untuk mendanai kewenangan istimewa dan merupakan bagian dari dana transfer ke daerah dan dana desa.

Jelas saya nggak akan mematri uang hanya untuk bersoleknya Tugu Jogja tiap tahun. Ada beberapa hal yang urgensinya penting. Salah satunya ya jelas, perlunya Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang gantian bersolek. Memang, sih, pada Februari lalu katanya Pemda DIY mengucurkan 14 miliar guna membangun talud, terasering, dan menata dermaga.

Tapi ya itu, Desember ini warga sekitar menutup TPST Piyungan lantaran antrean kendaraan pengangkut sampah mengganggu akses 300 kepala keluarga di 5 RT. Dilansir dari Tirto, juru bicara warga sekaligus Ketua Paguyuban Mardika (komunitas masyarakat pemulung TPST Piyungan) Maryono, “Sudah kelebihan kapasitas tapi dipaksakan selama bertahun-tahun.”

Lho kok bisa ya bertahun-tahun dipaksakan? Lha wong Tugu saja bersolek tiap tahun? Apa karena tempat sampah nggak bakalan didatangi wisatawan?

Pertanyaannya satu, jika gubernurnya itu rakyat biasa, apakah masih istimewa? Harusnya sih iya, kan yang istimewa adalah orang-orangnya, bukan otonomnya. Hehehe. Jadi ya begitu, sungguh saya ingin dimarahi oleh Sultan as a Gubernur DIY. Biar saya tahu salahnya apa dan di mana. Kalau kondisinya seperti ini, mosok Sultan memarahi Gubernur DIY yang notabene adalah dirinya sendiri?

BACA JUGA Perbedaan Mendasar Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Yogya, dan Jogja dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 Januari 2022 oleh

Tags: Gubernur DIYsultan

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

Misteri Sri Sultan HB VII: Putra Mahkota yang Mati Misterius dan Kutukan kepada Seluruh Raja Jogja

Misteri Sri Sultan HB VII: Putra Mahkota yang Mati Misterius dan Kutukan kepada Seluruh Raja Jogja

19 Agustus 2022
Harapan untuk 'Gubernur Baru' Jogja yang Akan Dilantik gubernur jogja

Harapan untuk ‘Gubernur Baru’ Jogja yang Akan Dilantik

22 Mei 2022
Gubernur DIY Tidak Mungkin Ingkar Janji, Lha Wong Tidak Janji Apa-apa

Gubernur DIY Tidak Mungkin Ingkar Janji, Lha Wong Tidak Janji Apa-apa

22 April 2022
ppkm darurat rakyat jogja harus memaklumi sultan perihal lockdown mojok

Rakyat Jogja Wajib Memaklumi Sultan yang Inkosisten Perihal Lockdown

22 Juni 2021
ndoro purbo sabda pandita ratu sabda raja mojok

Kisah Ndoro Purbo, sang Prankster yang Menjadi Gila karena Sabda Sultan

22 September 2020
Jogja dari Sudut Pandang Mahasiswa Baru sabda pandita ratu

Apakah ‘Sabda Pandita Ratu’ Masih Relevan dengan Pernyataan Sikap Ngarso Dalem tentang Kasus Covid-19?

22 September 2020
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
emiliano martinez fans arsenal manchester united mojok

Fans Arsenal dan Manchester United, Terima Saja Hasil Imbang biar Nggak Berisik

airlangga hartarto orang kuat covid-19 mojok

Salah Kaprah Tes Covid-19 dan Usulan Julukan Lord untuk Airlangga Hartarto

Makna di Balik Warna Rambut Anime yang Berbeda di Setiap Karakternya terminal mojok.co

Makna di Balik Warna Rambut Anime yang Berbeda di Setiap Karakternya



Terpopuler Sepekan

Keluh Kesah Tinggal di Kecamatan Dramaga Bogor
Nusantara

Keluh Kesah Tinggal di Kecamatan Dramaga Bogor

oleh Aulia Syahfitri
30 Maret 2023

Tinggal di Dramaga ternyata penuh drama.

Baca selengkapnya
Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

31 Maret 2023
Madura Tidak Butuh Jalan Tol

Madura Tidak Butuh Jalan Tol

30 Maret 2023
Penyanyi Jebolan Indonesian Idol Lagunya Gitu-gitu Aja

Penyanyi Jebolan Indonesian Idol Lagunya Gitu-gitu Aja

1 April 2023
Derita Pemilik Honda CS1, Mulai dari Biaya Servisnya Mahal Sampai Disinisin Montir di Bengkel

Derita Pemilik Honda CS1, dari Biaya Servis yang Mahal Sampai Disinisin Montir di Bengkel

25 Maret 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=_zeY2N8MAE4

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!