Ada satu jalan alternatif atau “jalan tikus” yang orang Malang pasti tahu. Namanya Jembatan Pelor. Jalan ini berupa jembatan gantung yang melintang di atas Sungai Brantas, lebarnya hanya cukup untuk 2 motor. Jembatan ini menghubungkan antara dua kelurahan, yaitu Kelurahan Samaan dan Kelurahan Oro-Oro Dowo.
Saya yakin orang Malang yang sehari-hari naik motor sudah akrab betul dengan jalan ini. Jembatan ini jadi jalan tikus tersibuk, termacet, dan teramai di Malang. Terlebih jika sudah masuk jam-jam sibuk. Maklum saja, jalur ini memang yang paling cepat kalau ke Samaan dari Oror-Oro Dowo maupun sebaliknya.
Sekalipun memudahkan, Jembatan Pelor menyimpan bahaya yang nggak main-main. Nah, sebelum membahas mengapa Jembatan Pelor ini menyimpan bahaya, kita bahas dulu sekilas soal sejarahnya. Termasuk mengapa jembatan ini disebut Jembatan Pelor.
Sekilas soal sejarah Jembatan Pelor
Tentang Jembatan Pelor, kita perlu mundur agak jauh ke awal 1900-an. Jembatan ini awalnya berfungsi sebagai jalur lori pembawa tebu menuju Pabrik Gula (PG) Kebon Agung di daerah Pakisaji, Kabupaten Malang. Saat itu, wilayah Kelurahan Samaan memang masih banyak kebun tebu. Jembatan ini jadi jalur untuk membawa tebu dari Utara ke Selatan.
Fungsi jembatan mulai berubah sekitar pertengahan sampai akhir tahun 50-an. Pada saat itu, pabrik gula mulai memperbanyak kebun tebu di area Selatan. Kebun-kebun tebu di Utara sudah berubah menjadi pemukiman. Hal inilah yang menjadikan Jembatan Pelor beralih fungsi yang awalnya jadi jalur lori, perlahan menjadi jalur manusia dan kendaraan.
Nah, soal mengapa namanya Jembatan Pelor, ada beberapa versi. Ada yang bilang bahwa “pelor” ini dari plesetan rel lori (ini agak kurang valid). Versi yang lebih valid, ada yang bilang bahwa “pelor” ini sebenarnya “pêlêr” yang berasal dari bahasa Belanda “pijler” yang berarti titik tumpuan. Entah mana yang paling benar, tapi begitulah sekilas sejarahnya.
Situasi sebelum perbaikan
Sebelum pertengahan 2023, penampakan Jembatan Pelor ini memang mengerikan. Jalannya sempit, nggak ada pagar pembatas yang layak, ramai pengendara motor pula. Kalau lewat sini, benar-benar harus hati-hati dan perlu kemampuan berkendara yang ajeg. Apalagi jembatan ini pernah mengalami retak di bagian aspal dan tembok pembatas. Bahaya banget pokoknya.
Bayangkan kalian lewat Jembatan Pelor pas sebelum perbaikan dengan situasi belum ada pagar pembatas. Apalagi pas jam-jam pulang kerja, mengerikan banget, kan? Udah ramai, jalannya sempit, kiri kanan langsung sungai lagi. Ngeri banget. Kalau nggak hati-hati bisa terancam keselamatan kita.
Situasi ini nggak hanya bikin Jembatan Pelor berbahaya bagi pengendara. Jembatan Pelor juga berbahaya bagi siapa saja yang lewat dan tinggal di sekitarnya. Sebab, berkali-kali terjadi kasus tidak menyenangkan di sini. Itu mengapa, warga saat itu mendesak pemerintah Kota Malang untuk segera memperbaiki jembatan ini.
Masih menyimpan bahaya, terlebih kalau macet
Kira-kira sekitar bulan September 2023, Jembatan Pelor ini ditutup beberapa hari untuk diperbaiki. Aspal dan tembok pembatas yang retak dicor lagi dan di kedua sisi dipasangi pagar besi pembatas yang tinggi. Sejak perbaikan, Jembatan Pelor jadi jauh lebih aman dari sebelumnya.
Akan tetapi, bukan berarti Jembatan Pelor jadi sepenuhnya aman. Jembatan Pelor, bagaimanapun masih menyimpan bahaya. Kalau sudah masuk jam-jam sibuk, jam-jam pulang kerja, melintasi jalan tikus satu ini begitu menegangkan. Sebab, di saat itulah Jembatan Pelor jadi macet. Dan, melewati Jembatan Pelor ketika macet atau lagi rame, jelas bukan keputusan bijak.
Setelah diperbaiki, saya pernah beberapa kali lewat jalan tikus ini. Menurut saya, Jembatan pelor masih saja membahayakan. Ketika lewat Jembatan Pelor, saya masih sering deg-degan, masih harus tarik napas panjang, dan masih harus menahan ngeri karena di bawah itu Sungai Brantas, walaupun sudah ada pagar besi pembatas yang tinggi.
Itulah Jembatan Pelor, jalan tikus paling populer, dan paling diandalkan di Malang. Jembatan Pelor ini memang masih menyimpan bahaya. Tapi, harus diakui bahwa Jembatan Pelor ini adalah “jalan tikus” paling memudahkan bagi orang Malang, apalagi mereka yang ingin ke Samaan dari Oro-Oro Dowo atau sebaliknya. Tanpa adanya Jembatan Pelor, dua wilayah itu terasa jauh banget soalnya.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Lalu Lintas Medan Terlalu Barbar untuk Perantau Asal Surabaya seperti Saya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















