#2 Lalu lintas yang amburadul
Selain macet, lalu lintas amburadul juga bikin Malang nggak cocok untuk slow living. Sampai sekarang saya masih takut nyetir sendirian di sana gara-gara arus lalu lintas yang nggak jelas dan mengerikan. Walaupun nggak sebrutal Bali bukan berarti membuat Malang jauh lebih mending.
Pasalnya, kota ini nggak memiliki rambu lalu lintas yang jelas. Misalnya, apakah di perempatan A boleh belok kanan? Kalau belok kiri apakah boleh langsung? Atau kalau lurus, haruskah mengikuti lampu APILL? Imbasnya nggak usah ditanya lagi. Orang-orang jadi suka nyetir ngawur, baik motor maupun mobil. Nggak jarang ada yang nyaris tertabrak. Dan yang jelas, ini bisa jadi alasan di balik kemacetan Malang yang makin hari makin parah.
#3 Banjir juga jadi masalah di Malang
Ternyata banjir juga menjadi masalah di kota ini. Saya pribadi belum pernah melihat banjir Malang secara langsung, tapi sudah banyak tulisan yang mengangkat masalah ini.
Mengutip Detik.com, awal Desember kemarin ada 11 titik di Kota Malang yang terendam banjir. Nggak tanggung-tanggung, tol Malang-Pandaan juga sempat terendam banjir. Kalau sudah begini parah banget, sih. Setelah saya cari tahu, drainase adalah masalah yang nggak selesai-selesai di sini.
Sejak tahun 2022, peningkatan drainase katanya telah menjadi prioritas Pemkot. Tapi nyatanya masih banyak laporan soal genangan air di beberapa titik. Mau slow living tapi kalau banjir malah bikin tambah stres, ya.
#4 Polusi udara
Terakhir, masalah polusi udara juga tak bisa dilupakan dari Malang. Menurut saya, suatu daerah cocok disebut untuk slow living karena minim polusi udara. Sayangnya, kualitas udara di Malang kurang baik. Meski jarang menjadi sorotan, saya menemukan beberapa portal berita yang mengemukakan udara Malang berpotensi buruk. Masyarakat khawatir akan volume kendaraan yang selalu bertambah terutama dari mahasiswa berpotensi menjadi sumber polusi.
Menurut Times Indonesia, Agustus kemarin dilaporkan bahwa kualitas udara Malang masih dalam kategori baik. Namun, 3 bulan kemudian, Dinas Kesehatan melaporkan bahwa kualitas udara Malang sudah melebihi batas aman. Selain itu, di bulan Oktober juga dilaporkan daerah Pagak Malang memiliki kualitas udara terburuk se-Indonesia dengan AQI poin 187.
Saya rasa memang banyak orang yang ingin menjalani gaya hidup slow living di Malang. Sudah dingin, harga barang murah, banyak wisata alam, dll. Namun yang mau tinggal di Malang sebaiknya pikir-pikir lagi biar nggak menyesal. Pasalnya, diam-diam kota ini sering dilanda macet di hari biasa. Jangan dikira lalu lintasnya adem ayem seperti di foto-foto. Selain itu, masalah banjir dan polusi udara juga bisa mengganggu penerapan gaya hidup slow living kalian. Andaikan masalah-masalah di atas bisa dituntaskan, riset Kompas bakalan terbukti, ya.
Penulis: Bella Yuninda Putri
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Alasan Orang Malang Malas Berwisata ke Batu.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.