Beberapa hari lalu, saya melintas jalur Banyuwangi menuju Desa Benculuk di Kecamatan Cluring. Saat sedang asyik berkendara kawan saya nyeletuk soal isu reaktivasi jalur kereta Benculuk-Banyuwangi. Memang di sepanjang perjalanan beberapa kali saya melihat bekas jalur kereta api berupa rel dan jembatan.
Setelah saya sedikit melakukan riset, isu diaktifkan kembali jalur kereta api Benculuk-Banyuwangi memang pernah berhembus beberapa kali. Namun, itu semua sebatas angin lalu yang belum pernah diseriusi oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI). Wajar saja sih jalur ini tidak menjadi prioritas. Reaktivasi perlu proses yang rumit dan dana besar karena kini banyak bangunan warga berdiri di jalur tersebut.
Kalau menurut saya, apabila reaktivasi jalur kereta Benculuk-Banyuwangi benar dilakukan, banyak potensi bisa dimaksimalkan. Tidak hanya menjadi wisata sejarah, masyarakat bisa menggunakannya untuk mobilitas sehari-hari.
Daftar Isi
Sejarah jalur kereta Benculuk-Banyuwangi
Melansir liputan khusus Kompas Susur Rel 2016, jalur kereta Benculuk- Banyuwangi merupakan jalur percabangan yang penting di masa lalu. Pembukaan jalur ini terbagi dalam tiga tahapan dari sisi utara menuju arah selatan. Jalur Banyuwangi-Kabat dibuka pada 2 Februari 1921. Setelahnnya disusul jalur Rogojampi-Srono pada 26 Oktober 1921. Kemudian jalur Srono-Benculuk dibuka pada 1 November 1922. Secara total panjang jalur kereta api Banyuwangi-Benculuk mencapai 41 kilometer.
Pada zamannya, jalur Banyuwangi-Kabat menjadi nadi transportasi, membawa harapan dan kemudahan akses bagi masyarakat. Begitu juga dengan Rogojampi-Srono-Benculuk yang menjadi jalur percabangan penting. Akses ini mendukung konektivitas antar wilayah dan pertumbuhan ekonomi di sekitarnya karena menghubungkan pusat ekonomi yang ada di sana.
Sayangnya jalur percabangan ini lama kelamaan kurang ramai. Akhirnya pada 1976 jalur Rogojampi-Srono-Benculuk ditutup. Setelahnya disusul jalur Kabat-Banyuwangi pada 1988.
Jalur yang tersisa
Dari puluhan kilometer jalur kereta api tadi, hanya ruas Rogojampi-Kabat sepanjang 4 km yang masih bertahan hingga saat ini. Jalur itu menjadi penghubung antara jalur kereta api buatan Belanda dengan jalur baru yang dibangun pemerintah Indonesia melalui Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Adapun PJKA meneruskan jalur dari Kabat ke Stasiun Banyuwangi Baru melalui stasiun kecil Karangasem dan Argopuro. Panjangnya mencapai 10 km.
Asal tahu saja, Stasiun Banyuwangi hanya berjarak 400 meter dari Pelabuhan Ketapang sangatlah strategis. Keberadaan terusan jalur kereta api itu membawa peran penting dalam konektivitas dan mobilitas di wilayah tersebut.
Reaktivasi jalur Benculuk-Banyuwangi
Reaktivasi alur Benculuk-Banyuwangi diperlukan demi akses transportasi yang lebih efisien. Khususnya akses ke selatan Banyuwangi. Apabila akses ke daerah-daerah tersebut lebih mudah, bukan tidak mungkin pergerakan barang dan penumpang antar wilayah lebih mudah terjadi. Ujung-ujungnya bisa mengerek perekonomian daerah sekitarnya.
Reaktivasi itu juga dapat mengurangi ketergantungan pada destinasi wisata tertentu. Keseimbangan kunjungan wisatawan di seluruh Banyuwangi memungkinkan terjadi. Kepadatan lalu lintas pun bisa berkurang karena masyarakat jadi punya pilihan transportasi baru.
Terakhir, reaktivasi menjadi cara menyelamatkan sejarah perkeretaapian di Banyuwangi. Walau sudah ditutup lama, jalur kereta api ini pernah menjadi bagian dari perkembangan transportasi di Indonesia. Rel, stasiun, dan jembatan yang pernah ada bisa menjadi wisata sejarah dan edukasi bagi masyarakat luas.
Penulis: Anik Sajawi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Sudah Saatnya Jalur Kereta Api Purwokerto-Wonosobo Diaktifkan Kembali
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.