Jalan Slamet Riyadi Solo, Pusat Ekonomi Sekaligus Pengubur Rezeki

Jalan Slamet Riyadi Solo, Pusat Ekonomi Sekaligus Pengubur Rezeki Mojok.co solo, surakarta, kartasura, solo baru

Jalan Slamet Riyadi Solo, Pusat Ekonomi Sekaligus Pengubur Rezeki (unsplash.com)

Jalan Slamet Riyadi Solo menjelma menjadi pusat bisnis di Solo. Di sana terdapat gedung-gedung megah yang menjadi perkantoran, hotel, bahkan mal. Banyak manusia dengan berbagai kepentingan lalu lalang di kawasan ini. Tidak heran kalau Jalan Slamet Riyadi Solo menjadi jalan paling sibuk di Solo.  

Tidak hanya menjadi tempat bagi para karyawan atau orang-orang kerah putih mencari rezeki, Jalan Slamet Riyadi juga menjadi sumber penghidupan bagi pekerja informal. Ketika melewati Jalan Slamet Riyadi, saya kerap melihat orang-orang menjajakan jasa ataupun dagangannya di pinggir jalan.

Sayangnya, bagi pekerja informal Jalan Slamet Riyadi Solo tidak lagi menguntungkan seperti dahulu. Semakin berkembangnya Jalan Slamet Riyadi, jasa dan dagangan di pinggir-pinggir jalan semakin tersingkir. Pergeseran gaya hidup masyarakat menjadi faktor lain memperburuk kondisi pekerja informal. 

#1 Loper Koran

Sudah tidak bisa kita bayangkan nasib menjadi loper koran di era digital seperti saat ini. Namun, pada kenyataanya masih banyak orang mencari penghidupan dengan berjualan koran. Rata-rata orang yang menggeluti pekerjaan ini sudah menjalankannya selama bertahun-tahun dan berusia senja. Penghasilanya bisa dipastikan tidak seberapa, sangat memprihatinkan. Setelah menelusuri penghasilan per hari para loper koran di Youtube, betapa terkejutnya saya ketika rata-rata pendapatan perhari hanya menyentuh angka Rp50.000.

Dulu sebelum gadget menyerang, penjualan koran memang sangat menjanjikan, bisa menyentuh angka dua ratus ke atas. Kalau sekarang kabarnya malah bertolak belakang, banyak para loper koran ini harus nombok karena koran tidak habis. Biasanya koran yang tidak habis ini dikilokan ke pengepul barang bekas. 

Untuk loper koran yang masih aktif Jalan Slamet Riyadi ini biasanya ada di pertigaan kerten (depan SMA 1 Batik) dari sisi manapun. Harga koran yang paling mahal tidak sampai menyentuh Rp10.000. Bisa banget tuh buat teman-teman untuk membantu melariskan dagangannya.

#2 Tukang Becak

Siapa sih yang masih mau naik becak zaman sekarang? Kecuali alasan wisata, sepertinya minat menggunakan jasa becak mulai menurun drastis. Banyak orang memilih menggunakan ojek online yang lebih cepat dan bisa dipanggil sewaktu-waktu. 

Perubahan ini tentu mengancam pekerjaan sehari-hari para tukang becak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Bisa mendapat satu penumpang dalam sehari saja sudah syukur. Dari pagi sampai malam, tukang becak yang mayoritas sudah berusia senja itu mangkal di depan gedung-gedung besar, berharap mendapatkan penumpang.

#3 Penjual es kapal

Es kapal adalah salah satu jajanan yang masih bertahan di Solo. Biasanya minuman ini enak dinikmati ketika siang hari, harganya pun sangat terjangkau. Terakhir saya beli masih menyentuh angka lima ribu per cup. 

Penjaja es kapal di Jalan Slamet Riyadi cukup banyak. Mereka biasa berteduh di bawah pohon yang berjejer di jalur pesepeda. Walau banyak orang melewati Jalan Slamet Riyadi Solo setiap harinya, nasib baik tidak melulu menghampiri penjual es kapal. Pilihan jajanan di sepanjang Jalan Slamet Riyadi menjadi salah satu alasan es kapal kian tenggelam. 

Di atas beberapa pekerjaan di Jalan Slamet Riyadi Solo yang semakin sulit nasibnya. Semoga mereka segera menemukan jalan kelaur atas persoalan-persoalan pekerjaannya ya.

Penulis: Fajar Novianto Alfitroh
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 4 Hal yang Tidak Akan Kita Temui di Sepanjang Jalan Slamet Riyadi Solo

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version