Uang 250 ribu melayang
Karena saya termasuk ojol yang menghindari berdebat dengan customer karena alasan “keamanan status” saya sebagai ojol, akhirnya saya harus merelakan uang Rp250.000 melayang begitu saja. Bukan Cuma itu, Layar HP saya juga rusak karena nyemplung genangan itu.
Ketika saya memutuskan untuk makan di Padang Murah, lokasinya tak jauh dari lokasi tersebut-ada mas mas ojol yang kebetulan juga lagi makan di situ. “Loh kenapa kok basah kuyup?”, tanya dia sambil kaget.
“Tadi nganter orderan ke Apartemen Vivo lewat Jalan Amarta, Mas. Terus jatuh karena ada jeglongan.”
“Lah, Kok lewat situ, Mas? Di sini nggak ada yang berani lewat situ, jalannya parah banget”, Kata Mas Ojolnya sambil mringis tanpa dosa.
Maklum, saya pada saat itu masih newbie jadi ojol, culun, dan baru mengenal jalan itu karena saya biasa ngetem di Jalan Colombo. Sekarang ya sudah ahli, helmet level 3. Bahkan, cukup lihat titik pengantaran saja saya sudah tau akan lewat jalan mana. Sombong sedikit nggak apa-apa kan yaaa.
Wis kapok
Semenjak kejadian itu, saya berjanji dalam lubuk hati saya yang paling dalam, tidak akan pernah lagi lewat Jalan Amarta Seturan. Benar-benar jalan paling jahanam yang pernah saya lewati. Lebih baik lewat jalan lain meski ngalang tapi selamat.
Ojol di Jogja kebetulan punya grup portal informasi di Facebook, Ya mirip-mirip sama Info Cegatan Jogja gitulah. Misalnya yang paling rame dan udah lumayan lama terbentuk itu Gojek Seputar Jogjakarta dan Info Seputar Grab Jogja. Di sana memuat banyak cerita menarik para ojol Jogja mulai dari hal kocak, mistis, hingga babagan sambat berjamaah.
Selama saya join grup itu, ternyata banyak sekali yang memposting kisah mereka tentang Jalan Amarta. Ada yang nganter penumpang sampai penumpangnya jatuh ngglinding, ada yang jatuh sampai HP-nya matot karena terendam air, bahkan ada seorang driver car yang mengantar penumpang melewati jalan tersebut dan terjadi kendala hingga bemper mobilnya rusak.
Banyak cerita yang mungkin akan terlihat kocak ketika kita mendengarkannya. Tapi bagi yang mengalami, hmmm. Mungkin jalan ini termasuk “zona bebas klitih” saking nggak ada yang mau lewat sini.
Bagi yang sudah lama tinggal di Seturan, pasti tidak akan ada yang mau melewati jalan itu-terutama Akamsi dan para ojol yang sudah sangat familiar dengan jalan tersebut. Mungkin semacam tindakan tanpa komando. Apabila ada yang lewat situ, bisa dipastikan mereka itu maba (mahasiswa baru) atau mungkin orang yang tidak tau sama sekali bagaimana kondisi jalan tersebut, seperti saya dulu.
Nggak kunjung direnovasi
Banyak yang mengeluhkan jalan tersebut kenapa tidak ada yang mau merenovasi. Saya sempat tanya teman-teman saya bahkan warga setempat-mereka juga tak ada yang tau. Apakah perangkat desa setempat tidak tau atau memang lalai?
Saya tidak tau perbaikan jalan di sini apakah wewenangnya pemerintah desa, kecamatan, atau kabupaten. Tapi, mbok tulung siapa saja yang berwenang segeralah perbaiki jalan tersebut. Kasihan para maba yang masih unyu-unyu dan belum terkontaminasi apa pun harus menanggung sialnya. Belum lagi kerugian yang dialami seperti saya dulu. Masak dari 2017 sampai sekarang nggak ada perubahan.
Apalagi Seturan termasuk kawasan jajanan, penginapan, dan aktivitas perkuliahan. Tentu bisa bayangkan se-crowded apa. Mau sampai kapan Jalan Amarta memakan korban lagi? Atau jalan itu mau dijadikan kolam buat ternak garitel? Nggak sekalian bikin acara Mancing Galatama aja di situ? Mah demes kok.
Saran saya buat perangkat desa Caturtunggal, segeralah perbaiki Jalan Amarta supaya masyarakat nyaman melewatinya. Atau kalau memang tidak mau perbaiki, mending jalannya dicor tembok wae.
Penulis: Rizky Benang
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Menyimak Perdebatan Penikmat Djarum Super dan Gudang Garam yang Tak Ada Habisnya