Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB (unsplash.com)

ITERA sering banget disebut adik ITB. Bangga? Tentu saja, tapi kadang juga gemas. Soalnya sampai sekarang kampus saya ini masih kurang dikenal kalau nggak dibanding-bandingin dulu. Padahal kampus ini punya cerita, perjuangan, dan prestasi sendiri yang nggak kalah keren. Sayangnya, belum banyak orang yang tahu.

Institut Teknologi Sumatera (ITERA) adalah kampus negeri di Lampung yang sering jadi bahan obrolan karena satu julukan: adik ITB. Lokasinya ada di Pulau Sumatra, tepatnya di kawasan perbatasan Kabupaten Lampung Selatan dan Kota Bandar Lampung. Kampus ini diresmikan langsung oleh Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono.

Meski secara resmi berdiri tahun 2014, cerita ITERA sudah dimulai jauh lebih dulu. Sejak tahun ajaran 2012–2013, kampus ini sudah menerima mahasiswa baru, meski masih “numpang” di bawah pengelolaan ITB. Dari fase itulah ITERA pelan-pelan tumbuh, berjuang membangun identitasnya sendiri, dan kini menjadi salah satu kampus teknologi yang paling diperhitungkan di Sumatra.

Kampus teknologi besar di Sumatra

ITERA bukan kampus yang dibangun cuma untuk menambah daftar perguruan tinggi negeri. Kampus ini lahir dari satu keresahan besar. “Kenapa kampus teknologi negeri yang benar-benar dikenal cuma ITB dan ITS, dan itu-itu lagi di Pulau Jawa?” Sementara Sumatra yang wilayahnya luas, potensinya gede, dan perannya penting malah sering cuma jadi penonton.

Makanya Institut Teknologi Sumatera (ITERA) dibangun. Kampus ini dibangun bukan untuk menjadi “kembaran” ITB, apalagi sekadar pelengkap. ITERA hadir sebagai upaya negara untuk menyetarakan pendidikan tinggi supaya akses ke kampus teknologi berkualitas nggak cuma muter di Jawa. Anak-anak Sumatra nggak harus jauh-jauh merantau kalau mau belajar teknik, sains, atau teknologi. Di tanah kelahiran sendiri pun bisa.

Sejujurnya saya pribadi kadang kesal kalau ditanya soal kuliah. Tiap saya jawab ITERA, orang akan bertanya lagi. “Itu kampus apaan?” atau “Oh, kampus baru, ya?”. Bahkan parahnya ada yang nyeletuk, “Memangnya pantes jadi adik ITB?”

Hadeh. Rasanya campur aduk. Antara capek jelasin, pengin marah, tapi juga bangga.

ITERA pelan-pelan menunjukkan taringnya

Julukan “adik ITB” itu padahal berat banget buat mahasiswa ITERA sendiri, lho. Setiap kali disebut, rasanya seperti langsung ditarik ke arena perbandingan dengan kampus yang sudah berdiri puluhan tahun dan sudah melahirkan banyak orang hebat. ITB bukan cuma besar karena nama, tapi karena sejarah panjang, prestasi, dan reputasi yang dibangun lama. Dibandingkan dengan itu, wajar kalau ITERA sering dianggap belum apa-apa.

Akan tetapi yang sering dilupakan orang, ITERA dan ITB berdiri di konteks yang berbeda. ITERA masih muda, masih tumbuh, dan masih berproses. Mahasiswanya bukan datang dengan karpet merah, tapi dengan tekad buat membuktikan diri.

Julukan itu memang terdengar membanggakan, tapi di baliknya ada tekanan besar tekanan untuk cepat hebat, cepat diakui, dan cepat setara, padahal waktu dan prosesnya jelas tidak sama. Walaupun usianya masih seumur jagung, ITERA pelan-pelan sudah mulai menunjukkan taringnya. Bukan sekadar nama atau label, tapi lewat prestasi nyata. Salah satunya di ajang PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) kompetisi mahasiswa paling bergengsi di Indonesia.

Di ajang ini, ITERA berhasil meraih peringkat ke-6 nasional dan sekaligus. Prestasi Juara Favorit lewat Tim PKM Buffer Zone District ini jelas bukan hal kecil, apalagi buat kampus yang masih muda dan terus berjuang membangun reputasi.

Pencapaian ini jadi bukti kalau mahasiswa ITERA bukan cuma “numpang nama besar”, tapi benar-benar punya kualitas, ide, dan daya saing. Di tengah segala keterbatasan dan cap sebagai kampus baru, ITERA membuktikan bahwa umur bukan penentu kemampuan. Pelan-pelan, satu demi satu prestasi dikumpulkan sebagai jawaban atas keraguan dan pembanding yang sering dilontarkan.

Nggak harus jadi ITB kedua

Bagi mahasiswa ITERA, dibandingkan terus-menerus bukan soal gengsi, tapi soal beban mental. Namun justru dari situ lahir satu keyakinan bahwa ITERA nggak harus jadi ITB kedua. Cukup jadi ITERA yang tumbuh dengan caranya sendiri, membangun prestasi pelan-pelan, dan suatu hari dikenal bukan karena julukan, tapi karena kontribusinya.

ITERA mungkin masih muda, tapi mimpinya nggak kecil. Jangan minder cuma karena kampus kita belum setua yang lain. Kita adalah generasi perintis yang nanti bakal bikin nama kampus ini dikenal karena prestasi, bukan perbandingan. Terus jalan, walau pelan. Kita sedang membuat sejarah!

Penulis: Intan Permata Putri
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Kampus ITB Ganesha di Mata Mahasiswa UI Depok: Cantik, Unik, dan yang Jelas, Keliling Kampus Nggak Pake Capek.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version