Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Ironi Indonesia Negara Dermawan: Rakyatnya Kesusahan, Pemerintah Berpangku Tangan dan Malah Bertepuk Tangan

Muhamad Iqbal Haqiqi oleh Muhamad Iqbal Haqiqi
18 November 2023
A A
Ironi Indonesia Negara Dermawan: Rakyatnya Kesusahan, Pemerintah Berpangku Tangan dan Malah Bertepuk Tangan

Ironi Indonesia Negara Dermawan: Rakyatnya Kesusahan, Pemerintah Berpangku Tangan dan Malah Bertepuk Tangan (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Predikat Indonesia sebagai negara paling dermawan sejatinya menyimpan ironi

Dermawan, sebuah frasa yang sakral karena implementasinya butuh kebesaran hati dan ketangguhan pikiran. Sebab tindakannya perlu merelakan apa yang dimiliki, baik itu waktu, materi, maupun pikiran untuk orang lain, entah itu di tingkat individu atau komunal. Karena tidak semua orang mampu melakukan dan mengimplementasikan sikap kedermawan dengan bijak.

Biasanya kedermawanan dilakukan secara prematur karena ada kepentingan yang melatarbelakangi. Misalnya ketika ingin nyaleg. Oleh karena itu, apresiasi tentu perlu diberikan kepada siapa pun yang mampu mengaktualisasikan itu dengan baik dan konsisten dari waktu ke waktu.

Dalam skala yang lebih luas, kedermawanan juga dapat ditunjukan oleh sebuah negara melalui serangkaian aksi dan solidaritas yang ditunjukan dengan masif oleh warga negaranya. Salah satunya Indonesia yang untuk keenam kalinya mendapat predikat sebagai negara paling dermawan di dunia.

Indonesia dermawan, bangga!

Predikat itu diberikan oleh Charities Aid Foundation (CAF) melalui laporannya dalam The World Giving Index (WGI) yang mengukur tentang kedermawanan dari negara-negara di seluruh penjuru dunia. Indonesia peringkat pertama, disusul Kenya, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia di urutan lima besar.

Dalam penilaiannya, CAF menggunakan tiga pendekatan definisi “giving”, yakni membantu orang asing atau seseorang tak dikenal yang membutuhkan bantuan, menyumbangkan uang untuk aktivitas amal, dan meluangkan khusus waktu untuk sebuah organisasi sosial-kemasyarakatan.

Tentu saja, ini kabar baik. Kedermawanan di Indonesia memang amat sangat kuat dan meluas hingga melampaui batas-batas yuridiksi dan lintas negara. Dalam konteks Palestina misalnya, bantuan atas nama kemanusiaan berbondong-bondong disalurkan tanpa henti hingga hari ini. Itu cukup memvalidasi bahwa Indonesia adalah negara yang sangat dermawan. Aspek kemanusiaan, sosial, budaya, dan tentu saja agama membuat sisi empatis dan emosional warga Indonesia kurvanya selalu tinggi. Warga negara Indonesia itu mudah tersentuh hatinya.

Tapi sikap kedermawanan ini bila dicermati lebih komprehensif justru menyimpan ironi tentang permasalahan sosial yang dari tahun ke tahun menjadi persoalan akut dan menggunung hingga tak kunjung ada solusi pastinya.

Baca Juga:

5 Pekerjaan yang Bertebaran di Indonesia, tapi Sulit Ditemukan di Turki

Pengalaman Melepas Penat dengan Camping ala Warlok Queensland Australia

Gajah di pelupuk mata tak tampak

Dari tiga aspek penilaian, Indonesia punya persentase nilai yang tinggi untuk aspek membantu orang asing yang membutuhkan bantuan yaitu 59 persen dan menyumbangkan uang untuk aktivitas amal mencapai 84 persen.

Tingginya kedua aspek penilaian yang menunjukan sisi berbagai memperlihatkan banyak warga negara Indonesia memang membutuhkan uluran tangan dari orang lain untuk sekadar berjuang mencukupi kesehariannya.

Mari kita cek bagaimana komposisi masyarakat miskin dan rentan miskin itu begitu masif di Indonesia. Bank Dunia dalam laporannya bertajuk “Aspiring Indonesia – Expanding the Middle Class” menyebutkan ada 28 juta (10,7%) masyarakat Indonesia yang masuk kelompok miskin dan 61,6 juta (23,6%) masyarakat yang masuk kelompok rentan miskin. Kalau ditotal, artinya ada 80 jutaan lebih masyarakat yang punya potensi dan mengalami kesulitan ekonomi sehingga butuh bantuan atau kedermawanan pihak-pihak lainnya.

Angka pengangguran yang hingga saat ini mencapai 7 juta lebih penduduk juga makin membuat tingginya sikap kedermawanan di Indonesia menjadi sesuatu yang wajar. Karena banyak yang memang butuh dibantu.

Masifnya masyarakat rentan membuat statusnya kemudian dieksploitasi oleh orang-orang malas yang hanya ingin mendulang iba. Seperti para pengemis yang merebak baik secara konvensional yang meminta-minta secara langsung maupun secara digital melalui media sosial dengan memajang postingan-postingan menyedihkan yang direkayasa untuk menarik simpati masyarakat.

Belum lagi aktivitas kedermawanan yang disulap menjadi sarana hiburan untuk mendulang adsense. Seperti konten berbagi yang ada di YouTube yang jumlahnya ratusan itu. Ditambah lagi kebiasaan para influencer yang suka memberikan giveaway melalui akun media sosialnya sehingga muncul istilah giveaway hunter yang kerjanya hanya berburu hadiah. Itu kemudian membentuk masyarakat Indonesia menjadi benalu dan berpangku tangan sehingga menutupi nilai sakral dari kedermawanan itu sendiri.

Ironi filantropi

Kita beruntung, lembaga-lembaga filantropi yang ada di negeri ini juga sangat membantu dalam proses mendistribusikan nilai kedermawanan itu kepada warga negara yang miskin dan rentan miskin. Yah meskipun tetap kecelongan juga ternyata ada aja lembaga filantropi yang tega nilep segala bentuk kedermawanan dalam bentuk materil untuk kepentingan petinggi-petingginya. Tapi ya sudahlah, itulah kelemahan di negara yang punya warga negara yang dermawan.

Harusnya, bagi pemerintah Indonesia, predikat negara dermawan harusnya menjadi refleksi, bukan malah disyiarkan dan dibanggakan secara serampangan. Acap kali saya menemukan para pejabat publik yang punya kendali atas program-program sosial, justru mengagung-agungkannya di agenda-agenda seminar. Mereka luput untuk merefleksikan predikat itu sebagai tamparan. Realitasnya, negara telah gagal menjamin segala akses kebutuhan vital yang dibutuhkan warga negaranya.

Refleksi untuk Indonesia

Pemerintah harusnya malu. Untuk menjamin kehidupan di hari esok, warga negara kelas menengah bawah harus berpangku tangan dan meminta belas kasihan kepada kedermawanan warga negara kelas menengah atas. Warga negara, saling bahu-membahu menghidupi diri mereka sendiri. Dan pemerintah justru tampak tak bersalah melihat fenomena tersebut.

Program dan kebijakan pemerintah Indonesia pun selama ini hanya menyentuh di lapisan luar. Seperti obat betadin yang hanya mengobati luka pada lapisan kulit luar. Tanpa menyentuh pada pengobatan untuk penyakit kronis yang lebih kompleks yang ada di dalam tubuh.

Saat ini, banyak pihak bersorak-sorai karena upah minimum tahun depan akan dinaikan. Lalu, anggaran program sosial diperluas seperti PKH. Janji-janji kampanye mulai dimasifkan seperti makan gratis, BBM gratis, dan peningkatan gaji buruh. Tapi segala program itu hanya berakhir jadi program picisan, apabila harga pangan tetap tak dikendalikan, inflasi tahunan yang terus meningkat. Aksesibilitas kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan masih sulit didapatkan dan tidak disamaratakan.

Enam kali mendapatkan predikat ini, artinya 6 kali seharusnya pemerintah sadar bahwa mereka telah ditampar oleh warga negaranya sendiri. Jangan malah cengengesan di seminar-seminar sambil ngomong ndakik-ndakik “negara kita ini adalah negara dermawan, jadi gak perlu takut mati kelaparan” . Oh la yo semprol tenan.

Emangnya situ mau, tiba-tiba ada ratusan warga datang ke rumahmu terus bilang “Pak Pejabat, pinjam dulu seratus dooong”. Udah siap?

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Soal Dermawan, Kita Juga Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 18 November 2023 oleh

Tags: dermawanIndonesiakesejahteraan rakyatpemerintah gagal
Muhamad Iqbal Haqiqi

Muhamad Iqbal Haqiqi

Mahasiswa Magister Sains Ekonomi Islam UNAIR, suka ngomongin ekonomi, daerah, dan makanan.

ArtikelTerkait

hewan kurban

Jual Hewan Kurban Online dan Usaha Lain yang Harus Kamu Coba

11 Agustus 2019
mukena adalah budaya indonesia bukan islam mojok

Mukena Adalah Budaya Indonesia, Bukan Syariat Islam

11 Januari 2021
benjamin netanyahu palestina indonesia mojok

Bukan Palestina yang Mengakui Kemerdekaan Indonesia Pertama Kali, tetapi..

4 Agustus 2020
10 Perbedaan Kehidupan Anak SMA Korea dan Indonesia Terminal Mojok

10 Perbedaan Kehidupan Anak SMA Korea dan Indonesia

13 Maret 2022
5 Hal yang Lumrah di Spanyol, tapi Nggak Wajar di Indonesia Mojok.co

5 Hal yang Lumrah di Spanyol, tapi Nggak Wajar di Indonesia

7 Februari 2025
6 Acara Televisi yang Sebaiknya Ditayangkan Kembali

6 Acara Televisi yang Sebaiknya Ditayangkan Kembali

26 Mei 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Drama Puskesmas yang Membuat Pasien Curiga dan Trauma (Unsplash)

Pengalaman Saya Melihat Langsung Pasien yang Malah Curiga dan Trauma ketika Berobat ke Puskesmas

14 Desember 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Niat Hati Beli Mobil Honda Civic Genio buat Nostalgia, Malah Berujung Sengsara

Kenangan Civic Genio 1992, Mobil Pertama yang Datang di Waktu Tepat, Pergi di Waktu Sulit

15 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.