Mengendarai motor bukan lagi perkara sepele jika berkaca pada kondisi lingkungan tempo hari, terkhusus di kota-kota besar. Cuaca udara yang tidak bisa diprediksi akibat krisis iklim yang kian tak menentu. Padatnya kendaraan di jam-jam berangkat dan pulang kerja. Ditambah pergumulan ego para pengendara motor yang berlomba-lomba dan sedikit memaksakan untuk mendapatkan posisi terdepan di jalanan yang terlampau padat.
Tapi, kadang, keruwetan lalu lintas semacam itu terkadang diperparah dengan kondisi-kondisi sepele yang semestinya tidak terjadi apabila sebagian besar pengendara memahami etika-etika berkendara. Sebenarnya, ada hukum tidak tertulis yang sebaiknya dilakukan dan ditaati demi kemaslahatan lalu lintas bersama. Dengan kata lain, tidak dilakukan pun tidak apa-apa, namun sangat baik dan akan sangat memudahkan sesama pengendara jika dilakukan.
Lho memang ada hukum kek gitu? Ya ada, dan sebaiknya memang harus ada. Sebab, sebagaimana tempat-tempat lainnya, jalanan punya dunianya sendiri. Aturan tak tertulis kek gini, meski nggak ada yang membuat atau mengesahkan, tapi bagusnya ditaati agar para pengendara motor bisa teratur dan saling pengertian.
Tak berlama-lama, inilah hukum tidak tertulis yang sebaiknya dijalankan oleh pengendara motor atau pengendara pada umumnya.
Etika di SPBU
Di SPBU, ada aturan yang perlu ditaati agar kita lebih lancar saat mengisi bahan bakar. Sebelum tiba tepat di depan stasiun pengisian dan bilang sekian ribu ke Mas/Mbak operatornya, siapkan terlebih dahulu uangnya. Kemudian, apabila letak tangki motor di bawah jok, sehabis tangki diisi dan ditutup, sebaiknya dorong dulu motornya ke depan, lalu menutup jok dan menyalakan mesin setelahnya. Dalam kondisi antrean yang panjang, konsumen yang dengan santainya bersiap kembali sampai menyalakan motor motor tepat di depan posisi operator, tentu akan menghambat gerak maju antrean. Dan, itu tentu saja menjengkelkan orang-orang yang mengantre di belakangnya.
Hukum tak tertulis di lampu merah
Apabila lampu merah itu posisinya di perempatan jalan, sebaiknya jangan memaksakan merangsek ke barisan depan yang sudah penuh dan berhenti di akses jalan kiri langsung. Itu jelas akan menghambat arus lalu lintas dan berefek domino ke barisan belakangnya. Lalu, jika lampu hijau baru menyala, kita benar-benar tidak perlu membunyikan klakson. Hanya perlu menunggu beberapa detik pun, pengendara di depan kita akan maju juga, kok. Santai dulu gak sih. Toh, ketika lampu baru menyala, kan, tidak bisa semua barisan dari depan sampai yang paling belakang bisa langsung maju bersamaan.
Tetaplah di lajur kiri
Kemudian, ketika kita berkendara di bawah kecepatan 40 km/jam, bukankah tidak sulit jika kita mengambil lajur paling kiri? Saya sendiri termasuk pengguna setia kiri jalan, karena santai adalah koentji dalam hidup saya. Tapi, ketika ada sesuatu yang mengharuskan saya berkendara dengan agak lebih cepat dan mesti berpaling dulu dari jalur kiri jalan, saya seringkali menghadapi pengendara yang dengan amat tenangnya melaju santai di sebelah kanan jalan. Selain ibu-ibu, pengendara seperti ini seringkali adalah sepasang pemuda-pemudi kasmaran yang merasa seisi dunia hanya numpang saja selain mereka berdua, sampai-sampai muncul suara di kepala, “Adek, cinta tidak selamanya indah, dek”.
Sebagai wargi Bandung, demi mencicil kehidupan yang berkecukupan, saya mesti melewati itu semua nyaris setiap hari. Terlebih, berdasar hemat saya, pengendalian lalu lintas di Bandung kota dan sekitarnya masih belum cukup baik. Seandainya transportasi publik di Bandung sudah dapat menjangkau daerah-daerah di pinggiran kota, sudah pasti saya akan lebih senang menggunakan transportasi publik. Namun, jangankan soal jangkauan, fasilitas penunjangnya pun masih amat sangat tidak layak. Oleh karena itu, kendaraan pribadi adalah satu-satunya opsi untuk mobilitas sehari-hari di Bandung.
Sejauh ini, mungkin hanya hal-hal di atas sajalah yang terlintas di benak dan kepala saya. Kendati demikian, mungkin masih ada beberapa hukum tidak tertulis lainnya dalam berkendara yang mungkin perlu dituliskan pembaca sekalian di Terminal ini demi hati dan pikiran yang lebih tentram dan khidmat ketika berkendara.
Penulis: Nanda Naradhipa
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Kegiatan yang Orang Lakukan saat Nunggu Lampu Merah
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.