Saya ingin menyampaikan bahwa hujan itu nggak selalu romantis. Hujan bukan soal tembang cinta ala Jikustik dan Maliq & D’Essential, ditemani Indomie rebus lengkap dengan potongan cabe dan telur setengah matangnya. Bukan pula soal butiran air yang kalian dramatisasi ala sajak Wira Nagara “Hujannya di luar rumah, pipi-pipinya yang basah.” Owhhh. Ramashok! Kadang hujan juga punya sisi nggatheli dan pengendara motor tahu persis apa yang terjadi.
Sebagai pengendara motor, saya merasakan betul sisi menyebalkan dari hujan. Bahkan sajak Wira tak lebih getir dan nggrantes ketimbang pengendara motor di kala hujan. Bukan cuma pipinya yang basah, sebadan-badannya juga basah. Lebih lagi jika kita memiliki tuntutan yang mau nggak mau harus menerjang hujan. Misalnya ketika saya terikat kontrak kerja sebagai part timer yang sialnya pernah hampir sebulanan di awal tahun ini, sudah barang pasti jam-jam saya berangkat kerja selalu turun hujan.
Kalau memakai alibi hujan seperti orang-orang saat membatalkan jadwal nongkrong, bisa-bisa gaji dan masa kerja saya yang dipotong. Mau nggak mau, ya, trabas!
Kita harus bersepakat bahwa pengendara motor adalah pihak yang sering dirugikan dengan datangnya hujan dan alasannya jelas akan saya jabarkan.
#1 Kecipratan air
Sebagai salah satu pengendara motor yang sering kecipratan genangan sehabis hujan, terutama jalanan di timur UNS yang terkenal kejam itu, saya sepakat bahwa orang yang menerjang genangan sembarangan layak disanksi seberat-beratnya. Bagaimana tidak, kadang saya sudah ngode dari kejauhan dengan memelankan motor serta melipir menjauhi genangan, tapi usaha tersebut sia-sia oleh pengendara yang nyalip sembarangan tanpa unggah-ungguh.
Bahkan saya selalu gagal misuhi pengendara sialan macam ini, entah karena saya tidak terbiasa misuh kencang-kencang atau usaha tersebut saya pikir bakal sia-sia karena si pelaku telanjur menjauh.
#2 Hujan yang tidak merata
Jika disuruh menyebutkan momen memalukan apa yang sering terjadi selama saya hidup, maka tanpa ragu saya akan menjawab momen semacam ini. Saat sudah memakai jas hujan, lantas ketika memacu kendaraan meninggalkan satu tempat ke tempat lain, ternyata tidak hujan. Bak Jimi Multhazam ketika mendapatkan ide mengarang lagu “Apakah Aku Berada di Mars atau Mereka Mengundang Orang Mars”. Begitulah keheranan saya ketika melihat pengendara lain tampak selow, sementara saya sudah komplet memakai seragam perang melawan hujan. Berlaku pula sebaliknya, pengendara lain mungkin keheranan melihat saya.
Perasaan heran, bercampur aduk dengan malu dan dilema, apakah tetap memakainya atau mencopotnya. Sayangnya, berniat makin pede dengan mencopot jas hujan, saya malah sering kena prank oleh alam karena hujan tiba-tiba datang lagi. Kampret!
#3 Hujan shower
Hujan shower ditandai dengan hujannya yang datang tiba-tiba dan hilang tiba-tiba. Tipe hujan ini adalah salah satu hujan yang paling dibenci pengendara motor. Belum sempat berteduh, hujan sudah terlanjur membasahi pakaian. Kalaupun berteduh dan memakai jas hujan pun sia-sia karena biasanya hujan ini tidak berlangsung lama. Bahkan kadang tak lebih dari satu menit, tapi damage-nya, uhhh, mantap. Bak masa pendudukan Jepang, sebentar, tapi menyiksa.
#5 Iri dengan pengendara lain
Wajar-wajar saja bila perasaan ini tiba-tiba memasuki kepala yang kosong ketika menatap hujan dari kaca helm. Entah merasa iri membayangkan bagaimana hangatnya menikmati hujan di dalam mobil, memutar tembang cinta lalu menatap wiper yang bergerak ke kanan dan kiri. Menatap sepasang muda-mudi yang bermesraan di balik jas hujan, atau menunggu hujan reda di depan toko. Menatap jendela hotel sambil mbatin, “Hujan-hujan gini, mereka lagi ngapain, ya?” Eh.
#6 Lupa bawa jas hujan
Jika sudah di situasi ini, entah siapa yang layak disalahkan. Menyalahkan kuasa alam yang tiba-tiba mengirimkan hujan ditengah jalan atau menyalahkan diri sendiri atas kelalaian tidak memasukan jas hujan ke dalam jok motor. Situasi serba salah ini memang harus diterima dengan pasrah, lebih lagi jika hujan datang di tempat yang jauh dari penjual jas hujan. Pilihannya tinggal dua, memilih rehat sejenak sambil meratapi air hujan dengan ketidakpastian atau nekat dengan resiko basah kuyup.
Hujan memang selalu menimbulkan dilema. Meromantisasi hujan adalah hal yang sebenarnya sangat menyebalkan. Saat yang lain berjuang agar tidak basah kuyup dan masuk angin, mengapa orang lain menganggap hujan adalah waktu-waktu yang romantis? Duh, kebanyakan nonton video klip Ungu yang judulnya “Demi Waktu” kali ya.
BACA JUGA Cerita Prihatin yang Mungkin Hanya Dipahami Pedagang Pinggir Jalan Ketika Hujan dan tulisan Dicky Setyawan lainnya.