Hidup lagi capek-capeknya, pas naik lift di hotel bintang 4, malah anjlok kayak di film-film. Hidup kok ya ada-ada aja.
Ini bukan pertama kali saya ke hotel. Tapi, kalau ngerasain naik lift anjlok sampai 2 lantai, tentu saja baru pertama kali. Dan semoga saja yang terakhir kali.
Insiden ini saya alami di salah satu hotel bintang 4 di daerah Jawa Timur. Saya tidak ingin menyebut nama hotelnya. Pokoknya sebuah hotel yang jadi satu sama mall. Kejadiannya sudah beberapa bulan lalu, tapi ingatan itu masih cukup membekas. Bayangin saja, tiba-tiba lift anjlok 2 lantai. Benaran anjlok. Bukan geter-geter doang, lho.
Daftar Isi
Awal mula petaka di hotel bintang 4
Sedikit cerita, kami berangkat ke hotel bintang 4 itu sore hari. Sampai sana agak malam. Dan, karena hotelnya jadi satu sama mall, kami nyoba cari makan dulu. Pas balik dari sana, kami naik lift menuju hotel.
Saya ingat betul, kamar kami di lantai 11, dan ketika sampai di lantai 10, tidak dinyana, tiba-tiba saja lift mulai goyang. Sialnya, lift tersebut kemudian anjlok sampai lantai 8. Beneran jatuh. Persis seperti di film-film. Tubuh kami melayang sesaat, kemudian menapak kembali dengan perasaan kebingungan kenapa ini bisa terjadi.
Mendadak tombol tidak berfungsi. Iya, kami tak bisa menekan tombol apapun, apalagi tombol keluar. Sial. Saya dan kakak saya terjebak setengah jam di lift dengan perasaan ketar-ketir.
Untung ada petugas hotel di dalam lift
Satu hal yang patut disyukuri adalah di dalam lift ada petugas hotel bintang 4 itu. Iya, ada 3 orang yang mengalami kejadian itu. Dan beruntungnya, salah satunya adalah petugas. Saya membayangkan jika saya hanya berdua dengan kakak saya, pasti lebih bingung. Bahkan lebih panik.
Meski demikian, petugas pun juga terlihat ketar-ketir, tapi sebisa mungkin terlihat santai. Sok tenang gitu. Tapi rispek, sih. Dia sigap menghubungi bantuan lalu berusaha menenangkan kami, meski dengan gestur tubuh yang nampak gelisah itu. Kami hanya tersenyum.
Setelah setengah jam menunggu di dalam lift, kami akhirnya bisa keluar. Kami diarahkan lewat pintu darurat agar bisa sampai di kamar untuk istirahat. Yah, ada semacam lega sudah melewati fase senam jantung. Rasanya wadaw sekali. Bikin sesaat lupa sama kebijakan pemerintah.
Sebenarnya, yang paling “jantungan” adalah kakak saya. Sebab, kebetulan besoknya dia akan menikah. Serius. Kami memang menginap karena besok kakak saya ini mau menikah. Prosesi akadnya dilaksanakan pada pagi hari. Dan karena jarak antara rumah saya dan rumah mempelai perempuan ini agak jauh, ketimbang repot berangkat subuh, kami memutuskan untuk mencari penginapan dekat rumah mempelai perempuan.
Bayangin tuh, ekspektasinya adalah istirahat dengan tenang di hotel bintang 4 karena capek perjalanan jauh, dan deg-degan ngapalin akad pakai Bahasa Arab, eh malah dibuat “jantungan” sama lift yang anjlok. Pasti pikiran udah kemana-mana. Untung saja nggak sampek trauma!
Hospitality menjadi solusi
Udah ngerasain anjlok di lift kayak gitu, tapi nggak dapet kompensasi? Yang bener aja, rugi dong!!!
Satu hal yang diacungi jempol dari hotel bintang 4 tersebut adalah hospitality. Awalnya, mereka menanyakan tentang apa yang bisa diberikan oleh pihak hotel sebagai permintaan maaf. Saya bingung memberi jawaban. Mau minta ganti presiden juga nggak mungkin. Jadi jawaban saya hanya formalitas yang arahnya mengatakan tidak perlu apa-apa.
Akhirnya, hotel bintang 4 tersebut memberi kami tawaran sarapan gratis. Mereka nampaknya tahu kalau kami hanya memesan kamar tanpa sarapan. Mereka juga nampaknya sengaja memberi penawaran sekitar jam 8 lebih. Tentu saja jam segitu kami sudah sarapan.
Meski demikian, kami menerima tawarannya. Kami diberikan jatah sarapan untuk 3 kamar. Dan mereka berkali-kali meminta maaf dengan tulus. Ironinya, kakak saya (yang mana si paling “jantungan” dalam insiden tersebut), tidak bisa merasakan sarapan gratis tersebut, sebab sudah pergi lebih dahulu untuk rias pengantin.
Saya berkali-kali tertawa ketika mengingat momen tersebut. Ya, gimana, mau sarapan gratis saja harus deg-degan dulu. Mana korban utamanya nggak dapat jatah lagi, xixixi.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Jurusan Hospitality, Jurusan yang Sering Dianggap Hanya Jadi Pelayan Hotel dan Pemandu Wisata
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.