Sebagai penikmat musik sekaligus penggemar konser musik, tentu saya sedih sekali mendengar berita pembubaran sejumlah pertunjukan musik beberapa waktu lalu. Dimulai dari Festival Berdendang Bergoyang yang seharusnya diselenggarakan tiga hari berturut-turut 28-30 Oktober 2022, namun terpaksa dihentikan karena over capacity menyebabkan banyak penonton yang pingsan akibat berdesakan.
Dewa 19 sepertinya menjadi band pertama yang terkena imbas dari kejadian ini. Mereka harus legowo untuk menunda konser akbar yang rencananya diselenggarakan pada 12 November 2022 mendatang. Padahal pagelaran tersebut diklaim telah berhasil menjual lebih dari 60 ribu tiket.
Penundaan konser ini sebenarnya sudah membuat saya bertanya-tanya, apakah konser-konser musik lainnya yang telah terencana juga akan mengalami perubahan, baik berupa penundaan atau bahkan pembatalan? Dari laman Kompas.com 3 November 2022, saya mengetahui bahwa selama bulan November ini saja paling tidak sudah terjadwal 15 konser dan festival musik yang akan diselenggarakan di seputaran Jabodetabek. Lima belas, lho! Semuanya tersebar dari awal sampai akhir bulan. Bentuknya tidak hanya berupa solo artis/band seperti Lany, atau pesta K-pop di We Are All One, tapi juga yang berupa festival musik beragam aliran seperti Soundrenaline. Tinggal pilih mana yang sesuai selera.
Melihat jadwal konser yang padat merayap, saya tidak pernah berpikir bahwa bulan November ini bakal menjadi bulan favorit para penggemar konser. Bahkan sebelum pandemi pun, jumlah pertunjukan musik tidak pernah sebanyak ini. Walaupun berpotensi mengurangi jumlah digit saldo rekening, bulan November ini layak “ditatap” bahagia oleh saya dan penggemar konser lainnya kala membayangkan dapat sing along bersama artis idola yang belum tentu juga ketemu sekali seumur hidup. Sayangnya, harapan ini sepertinya terancam kandas.
Belum selesai perkara di konser Berdendang Bergoyang, pagelaran selanjutnya yang ternyata juga bermasalah adalah konser boyband asal Korea, NCT 127, di ICE BSD Tangerang yang membuka bulan November ini. Awalnya saya justru merasa konser ini pun bakal batal imbas dari Berdendang Bergoyang. Belum lagi sempat ada isu ancaman bom yang menyertainya. Namun, konser tetap dilaksanakan dan justru akhirnya dihentikan ketika puluhan penonton pingsan terdorong-dorong saat pertunjukan tengah berlangsung. Ah…
***
Berita itu saya baca menjelang tengah malam. Ketika mata belum sepenuhnya tertutup karena jemari yang masih asyik nge-scroll hape. Tiba-tiba saya merasa hati saya “terluka” karena dunia per-konser-an kembali menelurkan tragedi. Di waktu yang berdekatan pula.
Kok bisa? Kita kan bukan bangsa yang “gagap” akan dunia per-konser-an ini. Kenapa hal-hal seperti ini harus terjadi? Kenapa tidak bisa diantisipasi? Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya dengan segambreng konser yang telah terjadwal itu?
Di batas pergantian hari itu benak saya seperti dipaksa untuk berpikir beberapa hal terkait kejadian ini. Bagaimana jika saya masih berharap konser-konser lainnya tetap terlaksana? Melihat musibah yang terjadi di dua konser musik tersebut, saya kemudian memiliki beberapa harapan yang menurut saya harusnya mampu diwujudkan oleh pihak-pihak terkait untuk menyukseskan pagelaran musik ke depannya.
#1 Untuk pihak penyelenggara
Menurut laman Republika.co.id, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin menyebutkan beberapa pelanggaran yang dilakukan panitia di acara Berdendang Bergoyang. Persoalan-persoalan mulai dari ketidaksesuaian jumlah undangan yang dilaporkan dengan jumlah pengunjung yang datang, tidak diindahkannya permintaan dari kepolisian untuk mengurangi jumlah panggung dari lima menjadi tiga, serta penambahan jumlah petugas kesehatan.
Saat saya membuat tulisan ini, kasus ini memang masih bergulir dan masih dalam proses. Saya hanya bisa menyesalkan jika pelanggaraan-pelanggaran tersebut benar adanya. Sebagai penonton, saya merasa saat ini memperoleh tiket konser musik tidak selalu mudah. Apalagi untuk artis/band terkenal yang punya basis penggemar fanatik, perjuangan untuk bisa membeli tiket yang diinginkan dalam sebuah war tiket itu bener-bener astagfirullah, deh.
Jadi tentu saja saya berharap pihak penyelenggara tidak membuat perjuangan itu menjadi sia-sia. Mereka harus bisa bersikap profesional dan mau mempersiapkan pertunjukan sesuai dengan SOP yang berlaku. Alih-alih melakukan pelanggaran, saya berharap pihak penyelenggara sebaiknya lebih memikirkan bagaimana mengantisipasi hal-hal yang dirasa berpotensi menggangu kelancaran pertunjukan, misalnya seperti penonton tanpa tiket yang memaksa masuk, penonton yang bisa saja tiba-tiba loncat ke atas panggung, atau fans yang histeris sampai pingsan.
Saya sangat berharap pihak penyelenggara mau memberikan apa yang telah menjadi hak para penonton, yaitu sebuah pertunjukan yang baik. Sebuah pertunjukan yang menyenangkan ketika susunan acara berjalan sesuai rundown, gimik tidak membuat penonton pingsan, dan penonton bisa berjingkrak-jingkrak dengan bahagia.
Kalau penonton hepi, panitia pun hepi. Polisi apalagi.
#2 Untuk penonton
Saya juga berharap banyak dari sesama penonton soal konser musik ini. Apa yang terjadi di konser NCT 127 Sabtu malam (5/11/2022) ketika banyak penggemar pingsan setelah aksi dorong-mendorong untuk mendekati stage, mengingatkan saya ketika menonton konser Mr. Big di festival musik Java Rockin’ Land 2009 lalu.
Saat itu posisi saya justru agak di tengah, tidak terlalu dekat juga dengan panggung. Sebenarnya saya sudah merasa nyaman dengan posisi tersebut. Tapi, semakin lama semakin banyak penonton yang datang, dan saya sudah mulai merasa terdorong-dorong dan tergencet bahkan sebelum konser dimulai. Tak perlu berpikir dua kali, saya memutuskan mundur ke belakang.
Saya mencoba mengerti, sebagai fans, tentu kita ingin melihat idola sedekat mungkin. Tak heran, para fans fanatik rela menunggu berjam-jam sebelum waktunya open gate. Kehujanan, kepanasan, bahkan kelaparan, menjadi hal yang harus rela dijabani demi mendapatkan lokasi tepat di depan panggung. Saya sebenarnya sangat memaklumi hal ini sebagai suatu bentuk pengorbanan yang harus dihadapi selanjutnya setelah war tiket.
Tapi, saya sangat berharap para fans juga sudah mempersiapkan diri sebelumnya. Sudah tahu mau antre berjam-jam, hambok makan dulu yang kenyang, bawa minum, dan kalau perlu dopping vitamin dan suplemen biar kuat. Cukup tidur sebelumnya, ndak usah sok-sokan bergadang ngapalin setlist konser.
Saya mengakui setiap penonton memiliki tingkat kefanatikan yang berbeda-beda. Tapi saya berharap, para penonton pun mampu mengontrol kefanatikannya untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain ketika menonton konser. Salah satunya ya menahan diri untuk tidak saling mendorong. Kalau sudah kejadian seperti konser NCT 127 kemarin dan kemudian konser dibubarkan, yang rugi kan penonton juga.
Jadi, tolong kerja samanya, ygy.
#3 Untuk pihak keamanan
Supaya adil, saya juga punya pengharapan tersendiri untuk pihak keamanan yang biasanya merupakan gabungan dari panitia dan pihak kepolisian.
Jadi begini. Korban pingsan di konser NCT 127 kemarin adalah para penonton dari kelas festival. Kelas ini memang biasanya mengakomodir penonton yang punya keinginan tinggi untuk menikmati pertunjukan sambil berdiri, supaya lebih bebas menikmati musik idolanya. Tentu saja benturan dan gesekan tak bisa dihindari. Dan ini bisa saja terjadi di setiap aliran musik, termasuk musik pop yang mungkin cuma bisa joget tipis-tipis. Halah.
Kelas festival bisa dibilang kelas favoritnya pencinta konser. Saya hanya berharap, pihak keamanan mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin saja terjadi di kelas ini. Kalau mau “aman”, ya sekalian saja kelas festival ini ditiadakan. Semua kelas dibuat berkursi, jadi silakan joget sambil duduk manis.
Dalam sebuah konser musik beraliran rock atau metal bahkan ada tradisi moshing, yaitu kegiatan menikmati musik dengan membentur-benturkan tubuh ke sesama penonton. Kegiatan yang terlihat gahar ini sebenarnya hanya untuk menyalurkan energi para penonton saja, dan bukan sebuah “perkelahian”. Lantas, apakah moshing kemudian akan dilarang? Sepakat, kalau keselamatan penonton adalah prioritas. Namun saya juga berharap pihak keamanan bisa memaklumi ritual-ritual seperti ini.
Saya mengapresiasi keputusan pihak kepolisian yang masih mengizinkan konser NCT 127 di hari kedua tetap terlaksana dengan beberapa syarat. Mengutip Republika.co.id, beberapa syarat tersebut di antaranya adalah penonton wajib tertib, jarak penonton dan panggung dilebarkan lagi, serta tidak ada gimik lempar bola atau merchandise band. Dan konser hari kedua pun ternyata bisa berlangsung dengan damai.
Terbukti dengan kerja sama yang baik antara penyelenggara, kepolisian, serta kesadaran yang tinggi dari penonton, konser musik tidak perlu dipandang sebagai ancaman. Kami, para fans, sejatinya cuma pengin sing along dan jogetan bareng saja, kok.
Penulis: Dessy Liestiyani
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Konsekuensi yang Bakal Ditimbulkan Gara-gara Kericuhan Konser NCT 127 Semalam.