Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Guru dan Siswa Nggak Sempat Baca Buku: Guru Diburu Berkas, Siswa Diburu Tugas, Literasi Kandas

Naufalul Ihya Ulumuddin oleh Naufalul Ihya Ulumuddin
16 April 2024
A A
Guru dan Siswa Nggak Sempat Baca Buku: Guru Diburu Berkas, Siswa Diburu Tugas

Guru dan Siswa Nggak Sempat Baca Buku: Guru Diburu Berkas, Siswa Diburu Tugas (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Seharusnya, guru dan siswa adalah orang yang paling akrab dengan buku. Sebab, gambaran utama pendidikan ya buku. Kalau kita mengetik kata kunci “pendidikan” di Google, saya yakin sebagian besar gambar yang muncul adalah buku. Buku adalah roh utama pendidikan. Tempat pengetahuan bersemayam menunggu dipelajari otak-otak brilian para siswa.

Tapi nahas, guru dan siswa dalam pendidikan kita justru menampilkan kondisi sebaliknya. Guru dan siswa di Indonesia, dalam hal ini di tempat saya mengajar, justru menjadi kalangan yang paling asing dengan buku.

Buku yang mereka kenal hanya dua, yaitu buku paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Buku novel, cerpen, self Improvement, prosa, puisi, dan non-fiksi keilmuan, saya nggak yakin mereka mengerti. Jangankan mengerti, pernah pegang atau sedikit membaca 2-3 halaman saja belum tentu. Sungguh sebuah ironi pendidikan yang terlalu nyata. 

Guru nggak sempat baca buku

Sebagai guru muda dan tergolong baru, saya cukup naif ketika bulan-bulan pertama menjalani profesi ini. Saya merasa, jadi guru pasti seru. Sebab, selain bisa mengajar, saya tetap bisa menambah wawasan belajar dengan banyak membaca buku.

Sekilas, pikiran semacam itu tentu saja wajar. Pasalnya, menjadi guru artinya bekerja di lingkungan pendidikan yang syarat dengan ilmu dan buku. Pastilah lingkungannya sangat mendukung untuk kita aktif terus membaca buku dan belajar perspektif baru dari buku, dan diskusi lintas ilmu dengan guru lain. 

Sayangnya, hal tersebut hanya menjadi angan belaka. Lingkungan kerja sebagai guru tidak cukup menjadi ruang untuk menuntut atau mengarahkan saya pada ekosistem budaya membaca. Kenyataannya, justru mengarah pada lingkungan yang gila administrasi. Segala sesuatu harus didokumentasikan secara administratif.

Persetan dengan substansi dan literasi. Selama berkas terjilit dan terlapor dengan baik, maka semuanya akan aman. 

Kesan yang saya terima justru mengarah pada anjuran untuk nggak terlalu rajin baca buku. Sebab, orientasi rajin sebagai guru bukan membaca buku atau mengajar, tapi menyelesaikan laporan bulanan pasca mengajar. Mengajar atau tidak, membaca atau tidak, kalau laporan berkas administrasi beres, maka amanlah sudah. 

Baca Juga:

Menjamurnya Bimbel Bukan karena Pendidikan Kita Ampas, tapi karena Mengajar di Bimbel Memang Lebih Mudah

Kantin Sekolah Adalah Penyelamat Guru yang Gajinya Rata dengan Tanah

Laporan administrasi guru rasa-rasanya nggak sedikit. Belum dengan berkas-berkas tambahan jika ada kegiatan di sekolah. Belum lagi kalau ditunjuk menjadi panitia acara sekolah. Jangan lupa perlengkapan berkas mengajarnya: mulai dari modul ajar, CP (Capaian Pembelajaran), ATP (Acuan Tujuan Pembelajaran), TP (Tujuan Pembelajaran), Prota (Program Tahunan), Prosem (Program Semester), LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik), Absensi dan seterusnya. Banyak deh pokoknya.

Karena kuantitas tuntutan berkas yang banyak ini, hilanglah waktu luang guru untuk sekadar menengok buku bacaan. Muncullah dalih “nggak sempat baca buku”. Sungguh kalimat yang agak aneh ya sebenarnya “Guru nggak sempat baca.” Au ah Gelap. 

Siswa pun makin nggak sempat baca buku

Kalau gurunya saja nggak sempat baca buku, apalagi siswanya. Barangkali, kesibukan guru memang lebih padat daripada siswa. Banyak guru yang sudah menjadi orang tua. Nggak sedikit juga yang punya tanggung jawab lain.

Tapi perlu diingat, guru harus punya kesadaran belajar yang terbentuk dan juga lebih tinggi daripada siswa. Siswa masih merintis kesadaran untuk bisa menjamah pengetahuan. Sedangkan guru, harusnya sudah ada di level teratas kesadaran belajarnya. Nah, kalau guru yang asumsinya punya kesadaran belajar dan berpengetahuan tinggi saja merasa nggak sempat baca buku, gimana dengan siswa. Yaaa ogah!

Ketika di kelas, saya pernah bertanya ke para siswa, “Kenapa kalian nggak mau atau nggak suka baca?” Serentak mereka menjawab, “Nggak sempat, Pak!”

Saya masih ingat sekali, jawaban mereka kompak dan mantap. Baru setelah itu disusul keluhan-keluhan tugas rumah yang begitu bejibun dari berbagai mapel. Akhirnya, mereka malah curhat dan gibah tentang guru yang ngasih tugas hampir setiap hari. 

Kadang, saya juga heran pada para guru yang setiap pertemuan selalu memberi tugas pada siswanya. Apa dia nggak mikir kalau para siswa SMA ini belajar 16-18 mata pelajaran dalam seminggu. Sudah sekolahnya sampai jam 3 sore, masih dibebani tugas rumah pula. Jelas habis sudah energi untuk sekadar membuka halaman pertama buku bacaan. Kandas sudah literasi kita dilindas aktor-aktor pendidikannya sendiri. 

Penulis: Naufalul Ihya’ Ulumuddin
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Harus Ada Aturan Wajib Baca Buku untuk Guru. Segera! Kalau Nggak, Pendidikan Kita Jalan di Tempat.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 16 April 2024 oleh

Tags: bacaBaca BukuBukudunia literasiLiterasiSekolah
Naufalul Ihya Ulumuddin

Naufalul Ihya Ulumuddin

Pegiat sosiologi asal Madura. Tertarik isu pendidikan, kebijakan sosial, dan keluarga. Cita-cita tertinggi jadi anak yang berbakti dan suami ideal untuk istri.

ArtikelTerkait

Fenomena Sekolah Kekurangan Murid, Apa yang Salah dari Sistem Pendidikan Kita Terminal Mojok

Fenomena Sekolah Kekurangan Murid, Apa yang Salah dari Sistem Pendidikan Kita?

30 Juli 2022
tidak selesai membaca buku mojok.co

Tidak Selesai Membaca Buku Adalah Sebuah Kejahatan

23 Juni 2020
Kegemaran Membaca Warga Jawa Tengah Juara Dua Se-Indonesia, Warga Demak Jelas (Bukan) Salah Satunya Mojok.co

Kegemaran Membaca Warga Jawa Tengah Juara Dua Se-Indonesia, Warga Demak Jelas (Bukan) Salah Satunya

17 Juli 2024
Sisi Gelap Sekolah Internasional di Indonesia yang Terkenal Elite dan Mahal, Orang Tua Calon Siswa Patut Mewaspadainya Mojok.co

Sisi Gelap Sekolah Internasional di Indonesia yang Terkenal Elite dan Mahal, Orang Tua Calon Siswa Patut Mewaspadainya

21 April 2024
Menerka Alasan Baju Olahraga Sekolah Desainnya Selalu Bikin Malu

Menerka Alasan Seragam Olahraga Sekolah Desainnya Selalu Bikin Malu

26 November 2023
Pembajakan Buku Tak Hanya Merugikan Penerbit, tapi Juga Pembaca!

Pembajakan Buku Tak Hanya Merugikan Penerbit, tapi Juga Pembaca!

1 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.