Gedung Birao Tegal, Kembaran Lawang Sewu Semarang yang Bernasib Sial

Gedung Birao Tegal, Kembaran Lawang Sewu Semarang yang Bernasib Sial Mojok.co

Gedung Birao Tegal, Kembaran Lawang Sewu Semarang yang Bernasib Sial (unsplash.com)

Gedung Birao Tegal dan Lawang Sewu Semarang serupa bentuknya, tapi tidak sama nasibnya. Gedung Birao lebih sial.

Di dekat pintu keluar Stasiun Tegal terdapat sebuah bangunan tua dengan arsitektur Belanda yang kental. Bangunan itu bernama Gedung Birao. Pada masa pemerintahan Belanda, gedung ini digunakan untuk kantor perusahaan kereta api swasta Semarang-Cheribon Stoomtram Matschappij (SCS), anak perusahaan Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) yang ada di Semarang.

Saat pertama kali melihat bangunana lawas ini, saya yakin kalian akan merasa tidak asing. Seolah-olah kalian pernah melihat atau bahkan mengunjunginya. Apa yang kalian pikirkan tidak salah kok. Gedung Birao yang terletak di Jalan Pancasila, Kota Tegal memang mirip dengan bangunan bersejarah terkenal Lawang Sewu Semarang.

Disebut adiknya Lawang Sewu 

Saking miripnya dua gedung itu, Gedung Birao Tegal kerap disebut sebagai adiknya Lawang Sewu. Kemiripan dua bangunan itu bukan tanpa alasan. Sang arsitek, Henri Maclaine Pont, memang sengaja membangunnya mirip dengan Lawang Sewu. Dia ingin memunculkan kesan keseragaman antar kantor-kantor milik NIS di berbagai kota.

Keduanya sama-sama punya banyak pintu. Itu mengapa warga menyebut Gedung Birao sebagai Lawang Satus yang berarti seratus pintu. Julukan itu mirip dengan Lawang Sewu yang berarti seribu pintu. Warga menyertakan kata “satus” yang lebih kecil dari “sewu” karena Gedung Birao memang tidak seluas Lawang Sewu. Bangunan itu berdiri di atas lahan seluas 7.106 meter persegi, sementara luas Lawang Sewu mencapai dua kali lipatnya 18.232 meter persegi.

Kemiripan lainnya, kedua bangunan itu punya bagian pelengkung pada gang sekeliling ruang kantor dan tangga utama. Konsep bangunan juga sama-sama dibuat meninggi agar terkesan megah. Tidak lupa penggunaan jendela yang besar supaya ruangan memiliki sirkulasi udara yang baik.

Baca halaman selanjutnya: Gedung Birao Tegal dari …

Gedung Birao Tegal dari masa ke masa

Sebagai salah satu landmark yang ada di Kota Tegal, Gedung Birao telah menjadi saksi bisu sejarah. Pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945, kantor Birao menjadi tempat favorit untuk pengibaran bendera Merah Putih. Gedung ini juga pernah menjadi kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) serta kantor keuangan. Terakhir, gedung yang terdiri atas 4 lantai itu difungsikan sebagai kampus Universitas Pancasakti (UPS) Kota Tegal.

Saat difungsikan sebagai kampus, Gedung Birao juga menjadi saksi perubahan dinamika politik di Kota Tegal. Tepatnya, peristiwa aksi reformasi masa pemerintahan Walikota Zakir (1995-2000). Sayang, setelah masa sewa berakhir, UPS tidak lagi memperpanjang kontrak untuk menggunakan Gedung Birao Tegal. Saya lupa kapan persisnya, sependek ingatan saya, tolong koreksi kalau salah, mungkin sekitar 2008 karena pada saat itu gedung ini mulai kosong.

Di awal-awal kekosongannya, sempat beredar kabar bahwa gedung ini akan digunakan untuk Pusdiklat Teknik Jalan Rel pada 2012. Namun, hingga detik ini, wacana itu tidak juga terealisasi. Sempat pula santer kabar bahwa Gedung Birao akan difungsikan sebagai museum. Cuma, ya, mbuh.

Berbeda nasib dengan Lawang Sewu

Walau Gedung Birao Tegal bentuknya mirip dengan Lawang Sewu, nasib dua gedung itu jauh berbeda. Lawang menjadi objek wisata ternama di Semarang. Setiap tahun ada ratusan ribu wisatawan yang mengunjunginya. 

Sementara Gedung Birao Tegal tidak seberuntung itu. Gedung lawas itu dibiarkan kosong begitu saja. Gedung Birao Tegal memang sudah menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Bahari, tapi pengunjung hanya bisa menikmati bentuknya dari balik pagar. Berbeda dengan Lawang Sewu yang mengizinkan pengunjung menelusuri setiap lekuk bangunan.

Mungkin pengelola khawatir pengunjung yang datang bisa merusak bangunan yang tercatat sebagai Cagar Budaya. Namun, bukan berarti Gedung Birao tidak bisa dijadikan sebagai tempat wisata seperti Lawang Sewu. Pemanfaatan Cagar Budaya sebagai objek wisata justru bisa menciptakan hubungan resiprokal. Dengan dibuka untuk umum, diharapkan mampu menumbuhkan apresiasi pengunjung atas warisan leluhur beserta makna kultural yang dikandungnya.

Sebagai bagian dari wong Tegal, saya nggak ikhlas Gedung Birao Tegal kosong dan tak terurus. Apalagi, kosongnya Gedung Birao ini sudah terjadi selama 10 tahun lebih. Andai gedung Birao bisa lebih diperhatikan, misalnya dengan direvitalisasi sebelum dibuka untuk umum, tentu hal  tersebut akan sangat menggembirakan. Jangan mal, bioskop sama kafe-kafe kekiniannya aja yang diberi kesempatan berkembang, giliran bangunan bersejarah nggak ada yang mau gerak. 

Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Kejayaan Bioskop Marina Tegal Tidak Bersisa, Kini Tinggal Gedung Lapuk yang Hampir Ambruk

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version