Bagaimana Bisa Gaji Guru Honorer Jauh Lebih Rendah dari Tukang Parkir Liar? Mau Mencerdaskan Kehidupan Bangsa kok Harus Sengsara

Bajingan! Gaji Guru Honorer Jauh di Bawah Tukang Parkir Liar! (Unsplash) finlandia

Bajingan! Gaji Guru Honorer Jauh di Bawah Tukang Parkir Liar! (Unsplash)

Polemik soal gaji guru, apalagi honorer, memang tak pernah ada habisnya. Kritik dan perdebatan selalu diutarakan, sebab pengampu kebijakan nggak segera ambil tindakan. Padahal, saya yakin mereka tahu kalau peran guru sebagai ujung tombak pendidikan itu krusial. Tapi, sampai sekarang nasib guru masih perlu dipertanyakan. Bahkan gajinya di bawah tukang parkir liar!

Kalau kalian nggak punya gambaran betapa mirisnya jadi guru di negara ini. Kebetulan saya punya contohnya. Kemarin, saya nemu video TikTok seorang perempuan yang menunjukkan pendapatannya selama menjadi guru honorer. Videonya singkat, hanya 1 menit, tapi bikin saya kepikiran sampai berjam-jam. Silakan kalian tonton dulu:

@whoami1199 Cerita horror 🌪️ #guru #honorer #honorerindonesia #gurutiktok ♬ Suspense, horror, piano and music box – takaya

Ekspektasi yang tak sesuai realita

Jadi, dalam video tersebut Mbak Dina (nama pemilik akun) menjelaskan kalau dia mengisi 5 jam pelajaran per hari dengan bayaran Rp30 ribu. Nah, dari informasi tersebut, menurut perhitungan seharusnya dalam 5 hari kerja dia mendapat Rp150 ribu. Jika dikali 4 minggu, maka akan mendapat Rp600 ribu.

Akan tetapi, saya dibuat terkejut di akhir video, sebab isi amplop tersebut ternyata hanya Rp150 ribu. Brengsek. Mohon maaf, tapi siapa yang rela kerja 1 bulan dibayar cuma segitu? Maksud saya, sekalipun pendapatannya beneran Rp600 ribu saja sangat kurang. Apalagi ini cuma Rp150 ribu? Hanya segitukah kalian menghargai profesi ini? Profesi yang gajinya di bawah tukang parkir liar! Brengsek betul. 

Kolom komentar jadi tempat adu nasib

Mirisnya lagi, kolom komentar konten tersebut ternyata dipenuhi pengalaman serupa yang nggak kalah pahit. Saya tahu kalau gaji guru honorer itu kecil, tapi saya baru tahu kalau jumlahnya sekecil ini. Bahkan, ada yang gajiannya baru keluar setiap 3 atau 6 bulan sekali. Ini mau kerja apa dikerjain?

“Terus, kalau gajinya segitu kenapa masih ada yang bertahan?”

Saya yakin sekali kalian pasti ada yang punya pertanyaan tolol macam itu. Tapi, nggak masalah, saya akan coba jawab semampunya. Alasan kenapa banyak guru honorer yang bertahan meski sambil dibanting keadaan adalah mengejar PPPK (P3K). Singkatnya, program ini akan meningkatkan status kerja dan pendapatan mereka.

Masalahnya, syarat untuk mengikuti program P3K adalah pelamar harus memiliki pengalaman bekerja minimal 2 tahun. Jadi, ya guru-guru honorer ini mau nggak mau harus bertahan demi meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Itu juga kalau mereka lolos seleksi. Kalau nggak lolos, ya, harus nunggu tahun berikutnya buat daftar ulang. Mending daftar komplotan tukang parkir liar!

Kalau masa depan guru honorer saja nggak jelas, siapa yang minat jadi guru?

Menurut saya, pemerintah seharusnya segera mencari solusi soal masa depan guru honorer yang cenderung suram ini. Alasannya sederhana, karena banyak kampus pendidikan di negara ini. Bayangkan, tiap tahun kampus seperti UNESA, UNY, UPI, dan semacamnya pasti mencetak lulusan keguruan.

Terus, kalau nasib guru honorer saja nggak sejahtera, mereka mau ngapain? Ya, kemungkinan cari pilihan karier yang lebih jelas, lah. Jadi teller atau CS bank, misalnya. Hal kayak gini kalau dibiarkan akan jadi bom waktu, bahkan bisa-bisa nggak ada lagi lulusan keguruan yang minat jadi guru. Kalaupun ada, paling cuma dijadikan batu loncatan sambil nyari pekerjaan lain.

Lha, gimana, mau mencerdaskan bangsa, kok, bayarannya harus hidup sengsara. Hanya orang-orang dengan kesabaran dan tingkat istiqomah level langit yang bisa menapaki kehidupan terjal macam ini.

Pendapatan tukang parkir ilegal jauh lebih besar dari guru honorer

Kebetulan saya pernah iseng bertanya soal pendapatan ke tukang parkir liar di Indomaret yang nggak jauh dari rumah. Menurutnya, pendapatan menjadi tukang parkir itu nggak tentu, tapi minimal dia bisa mengantongi Rp2 juta dalam 1 bulan. Mendengar pernyataan tersebut, saya jadi terdiam sambil mbatin.

Kerja modal “leyeh-leyeh” sambil sesekali niup peluit gini pendapatannya bisa segitu. Nggak ada risikonya lagi, lha kalau ada kehilangan jadi tanggung jawab pemilik kendaraan. Gimana nggak bikin saya jadi makin miris pada nasib guru. Mereka ini harus sekolah dan belajar dulu buat memenuhi kualifikasi, tapi nasibnya jauh lebih sengsara. Ayolah pemerintah, mau sampai kapan begini terus?

Penulis: Dito Yudhistira Iksandy

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Apa Jadinya Jika Tak Ada Lagi Guru Honorer?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version