Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Gaduh Ikon Gunungkidul dan Pembangunan Tugu Tobong Gamping yang Ngadi-ngadi

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
20 April 2022
A A
Gaduh Ikon Gunungkidul dan Pembangunan Tugu Tobong Gamping yang Ngadi-ngadi

Gaduh Ikon Gunungkidul dan Pembangunan Tugu Tobong Gamping yang Ngadi-ngadi (Abid99 via Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Bagi Anda yang sering atau pernah berkunjung ke Gunungkidul, tentu sudah tidak asing dengan patung pengendang di Bundaran Siyono, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Patung berwarna biru yang dibangun pada 2019 itu menjadi pintu masuk kawasan Kota Wonosari.

Konon, patung pengendang tersebut memiliki filosofi bahwa pengendang digambarkan sebagai pengendali suatu bentuk harmonisasi. Patung orang menabuh kendang ini juga sebagai bentuk penghargaan untuk para seniman campursari di Gunungkidul.

Sebelum ada patung Pengendang, dulunya Bundaran Siyono hanya berupa tumpukan batu yang menyerupai gunung yang di atasnya terdapat logo Bank BPD DIY. Patung itu dibangun lantaran Kabupaten Gunungkidul mendapat sumbangan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank BPD DIY senilai Rp815 juta.

Selain membangun tugu Pengendang, pemberian CSR tersebut juga menyasar beberapa program, seperti revitalisasi Pasar Argosari, pengadaan sumur bor, dan pembangunan sarana prasarana Taman Kuliner Wonosari. Tepat pada Januari 2019, patung Pengendang tersebut diresmikan oleh bupati Gunungkidul saat itu, Ibu Badingah.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh 📸 𝙂𝙖𝙡𝙚𝙧𝙞 𝙒𝙞𝙨𝙖𝙩𝙖 𝙂𝙪𝙣𝙪𝙣𝙜𝙆𝙞𝙙𝙪𝙡 (@gunungkidul.ig)

Baca Juga:

Kasihan Solo, Selalu Dibandingkan dengan Jogja, padahal Perbandingannya Kerap Tidak Adil!

Drini Park, Tempat Wisata Viral di Gunungkidul yang Cukup Dikunjungi Sekali Saja

Baru-baru ini rencana revitalisasi Bundaran Siyono kembali mencuat ke publik. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berencana akan menggeser patung Pengendang, lalu akan membangun ikon baru bernama Tugu Tobong Gamping (TTG). Ya, patung pengendang yang belum genap berusia empat tahun itu, rencananya akan dirombak lagi digantikan dengan ikon baru.

Tobong Gamping sendiri merupakan sebuah tempat produksi pengolahan batu kapur tradisional. Dalam proses produksi batu gamping, tobong atau tungku digunakan untuk menata batu untuk kemudian dibakar menggunakan kayu bakar atau ban bekas. Biasanya, bentuk tobong gamping mirip kastil yang terbuat dari susunan batu putih serta terdapat lubang untuk proses pembakaran.

Miniatur tobong gamping ini dipilih karena menurut riwayat sejarah dulunya Gunungkidul pernah menjadi sentra bahan baku batu gamping. Dengan alasan tersebut, Pemkab percaya bahwa ikon ini nantinya bisa menjadi wajah baru yang akan menghias Kabupaten ini.

Menurut Pak Bupati, Bapak Sunaryanta, nantinya Bundaran Siyono akan diubah menjadi taman layaknya Malioboro. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menarik wisatawan agar mau datang ke kabupaten ini.

Iya, saya tahu ini aneh, tapi, tahan, kita lanjut dulu.

Anggaran pembangunan Tugu Tobong Gamping Gunungkidul sendiri tak main-main. Dikutip dari Harian Jogja, DPUPRKP Gunungkidul mengalokasikan anggaran pembuatan tugu ini mencapai Rp9,4 miliar. Nantinya, anggaran tersebut akan digunakan untuk membenahi sejumlah fasilitas umum, salah satunya miniatur Tobong Gamping di Bundaran Siyono.

Adanya rencana pembangunan di Bundaran Siyono tersebut, baru-baru ini menjadi perbincangan hangat sejumlah warga. Hampir semua grup Facebook warga Gunungkidul, ramai membahas rencana pembangunan ikon tersebut yang menelan anggaran lebih dari Rp9 miliar. Banyak warga yang menganggap bahwa program tersebut tidak lebih hanya menghambur-hamburkan anggaran dan tidak tepat sasaran.

Geger mengenai landmark atau Gunungkidul sebenarnya tidak hanya terjadi kali ini saja. Jauh sebelumnya, sekitar tahun 2014 lalu, sebagian warga juga sambat dan menyayangkan mengenai patung atau instalasi nelayan membawa jaring di dekat tugu Selamat Datang Gunungkidul. Banyak warga yang menganggap bahwa instalasi tersebut kurang gagah dan tidak mewakili identitas keseluruhan warga.

Belum reda perihal patung instalasi nelayan, awal tahun 2021 lalu juga geger dengan patung penari Tayub yang ada di depan Taman Budaya Gunungkidul (TBG). Patung dua orang yang sedang menari tersebut dinilai wagu karena bentuknya tidak simetris. Padahal, anggaran pengerjaan patung lengkap beserta tulisan Taman Budaya Gunungkidul, menghabiskan anggaran hingga mencapai Rp201 juta.

Taman Budaya Yogyakarta (Ndari Kusmintasih via Shutterstock.com)

Perkara ikon sejak dulu memang selalu berhasil mencuri perhatian warga Gunungkidul, khususnya kawula muda. Tanah kelahiran saya ini memang belum menemukan sebuah ikon yang benar-benar mewakili identitas atau karakter warga.

Bukannya mencari serta menggali potensi yang dimiliki masyarakat, justru Pemkab Gunungkidul seolah ingin menjadikan daerah ini mirip Kota Yogya. Hal ini bisa dilihat adanya istilah titik nol di Alun-Alun Wonosari serta rencana pembangunan kawasan di Bunderan Siyono yang akan diubah menjadi taman mirip Malioboro.

Padahal, meski Gunungkidul masuk ke dalam wilayah administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tentu secara sosio-kultural Kabupaten Gunungkidul cukup berbeda dengan Kota Yogya, terlebih keadaan ekonomi warga.

Seharusnya Pemkab tidak malu belajar dengan Kabupaten Bantul. Meski masih satu wilayah administrasi dengan DIY, tetapi Kabupaten Bantul sedikit berani berbeda dan memiliki karakter sendiri. Hal ini bisa dilihat adanya Taman Gabusan dan Desa Wisata Kasongan. Yang mana kedua ikon tersebut setidaknya sudah mampu mencerminkan karakter masyarakat Bantul.

Terlepas dari itu, rencana pembangunan miniatur Tobong Gamping di Bundaran Siyono selain tidak mencerminkan karakter masyarakat, juga cenderung menghambur-hamburkan anggaran. Mengingat masih banyaknya ketimpangan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Gunungkidul, sungguh teramat wagu jika Pemkab mengeluarkan anggaran sebesar Rp9,4 miliar hanya untuk membangun ikon yang blas ra mashok dan tidak mencerminkan karakter masyarakat Gunungkidul.

Sebagaimana kita tahu, mata pencaharian mayoritas masyarakat Gunungkidul adalah petani yang biasa menanam palawija di ladang, salah satunya tanaman singkong. Nantinya, singkong tersebut akan dipepe (dijemur), lalu menjadi gaplek (singkong kering) dan diproses menjadi nasi tiwul.

Gaplek (Shutterstock.com)

Misalnya nih, Pak Bupati dan seluruh jajaran sudah ngebet pengen banget membangun ikon Gunungkidul, kenapa tidak membuat patung orang mikul gaplek atau mengupas singkong saja? Atau mungkin bisa juga anggarannya buat pengadaan bibit pohon resan untuk ditanam di sepanjang jalan? Bukankah itu lebih bijaksana dan jelas menggambarkan karakter orang Gunungkidul? Kenapa malah lebih memilih tobong gamping yang justru bisa disalah artikan sebagai simbol eksploitasi batu alam?

Yang jelas, membuat ikon daerah dengan anggaran Rp9,4 miliar di tengah angka kemiskinan di Gunungkidul sebesar 17,07 persen itu jelas ngadi-ngadi. Terlebih di Bundaran Siyono sudah ada patung Pengendang yang baru saja diresmikan tahun 2019, sebenarnya Pemkab tidak perlu repot-repot merevitalisasi lagi.

Masih banyak masalah sosial di Gunungkidul yang lebih krusial dan segera perlu ditangani, mulai dari banyaknya jalanan rusak, minimnya penerangan jalan, hingga tingginya kasus bunuh diri. Buat apa juga punya tugu dan taman kota penuh lampu gemerlap, tetapi jalan di dusun-dusun rusak dan masih gelap? Bukankah memperbaiki jalanan rusak lebih bijak dan masuk akal ketimbang membangun tugu yang blas tidak mencerminkan karakter masyarakat?

Ya, kan, Pak?

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Plang Tempik Gundul dan Salah Kaprah Lainnya tentang Gunungkidul

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 20 April 2022 oleh

Tags: Gunungkidulpatungtugu tobong gamping
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

Pantai Gunungkidul (Memang) Menawan, tapi Menyimpan Bahaya yang Nggak Boleh Disepelekan oantai di gunungkidul

Pantai Gunungkidul Itu Punya Tipe Masing-masing, Kenali Dulu biar Liburan Nggak Berakhir Nangis di Pojokan

18 Juni 2025
Pantai Gesing Gunungkidul, Tempat Terbaik buat Healing dan Berburu Ikan Segar yang Kini Tinggal Kenangan

Pantai Gesing Gunungkidul, Tempat Terbaik buat Healing dan Berburu Ikan Segar yang Kini Tinggal Kenangan

20 Oktober 2024
Culture shock maba UIN Sunan Kalijaga karena SD Muhammadiyah Sapen. (uin-suka.ac.id)

SD Muhammadiyah Sapen: Culture Shock Pertama yang Bakal Dihadapi Maba UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

11 Juli 2022
Wisata Mendunia, Jalanan Gunungkidul (Tetap) Gelap Gulita

Wisata Mendunia, Jalanan Gunungkidul (Tetap) Gelap Gulita

31 Agustus 2022
Bersepakatlah Tape Singkong Itu Beda dengan Peuyeum dan Jauh Lebih Enak terminal mojok.co

Gatot, Makanan Khas Gunungkidul Saksi Masa Perjuangan Indonesia

28 November 2020
Gunungkidul Darurat Penerangan Jalan: Pembangunan Hanya Terpusat di Kota, Warga Pinggiran Bertaruh Nyawa

Gunungkidul Darurat Penerangan Jalan: Pembangunan Hanya Terpusat di Kota, Warga Pinggiran Bertaruh Nyawa

17 Mei 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
4 Aturan Tidak Tertulis Saat Menulis Kata Pengantar Skripsi agar Nggak Jadi Bom Waktu di Kemudian Hari

4 Aturan Tidak Tertulis Saat Menulis Kata Pengantar Skripsi agar Nggak Jadi Bom Waktu di Kemudian Hari

28 November 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.