Beberapa hari yang lalu, saat sedang makan malam bersama suami dan anak di sebuah rumah makan, saya sempat mendengar percakapan antara lima orang ibu-ibu yang kira-kira usianya tidak jauh beda dengan saya. Sebenarnya sih saya juga bukan sengaja ingin mendengar, tapi tempat duduk kami yang lumayan berdekatan ditambah dengan suara mereka yang terlalu besar—dan sambil ketawa ngakak—yang membuat saya mau tak mau akhirnya jadi tahu apa yang sedang mereka tertawakan bersama.
Dari hasil tidak sengaja dengar itu, saya jadi tahu ternyata mereka sedang flashback, alias membahas kenangan masa lalu. Nah, yang serunya adalah, mendengar pembahasan mereka itu saya jadi ikutan flashback. Loh, kok bisa? Ya bisa dong.
Jadi, mereka-mereka itu, sedang membahas sebuah tayangan televisi yang dulu sangat digandrungi masyarakat Indonesia. Tayangan apakah itu? Yang jelas sih bukan Rumah Uya, bukan apa-apa, soalnya tayangan tersebut masih terbilang cukup baru lah yah untuk bisa membuat seseorang jadi flashback.
Tayangan atau acara televisi yang mereka bahas adalah—jeng jeng—Akademi Fantasi Indosiar atau yang disingkat dengan AFI. Ada yang pernah nonton juga? Pasti ada dong yah.
Ada pun hal yang membuat mereka tertawa ngakak ketika membahas AFI ini adalah: mereka merasa pernah “segila” itu sama orang yang dikenal dan cuma bisa dilihat di layar kaca. Mereka termasuk orang-orang yang pada waktu itu rela menyisihkan uang jajan untuk beli majalah GAUL yang edisi AFI. Kamarnya penuh poster akademia favorit. Terus, ada yang rela “nyolong” pulsa bapak atau ibu demi mengirim SMS dukungan untuk akademia favorit. Bahkan ada juga yang beneran nangis pas akademia favorit mereka angkat koper alias tereliminasi. Uh, wow!
Seperti yang sudah saya tuliskan di atas, mendengar percakapan mereka itu, saya jadi ikutan flashback. Saya ingat betul, AFI 1 itu tayang saat saya masih duduk di bangku SMP (tahun 2003). Setiap pagi, sebelum guru masuk ke kelas untuk mengajar, hampir semua siswa perempuan di dalam kelas saya, membahas satu hal yang sama: AFI. Bahkan, saking kuatnya pesona AFI, ada masa ketika mata pelajaran Matematika yang membahas tentang metode eliminasi, guru kami sempat mengaitkannya dengan AFI. Lucu sih kalau ingat kejadian itu. Siswa laki-laki juga kayaknya ikutan nonton, tapi entah karena gengsi atau malas, mereka jarang hampir tidak pernah untuk membahasnya di sekolah.
Dulu kan keseharian akademia itu juga ditayangkan dalam program acara yang namanya Diary AFI. Nah, dalam tayangan Diary AFI itulah semua penggemar atau penonton setia AFI jadi dapat asupan bahan cuap-cuap tentang AFI. Kadang kalau ada akademia yang terlibat pertengkaran dengan akademia lain, besoknya teman kelas yang ngefans sama akademia tersebut, jadi pada heboh sendiri. Mencari siapa yang mulai duluan dan siapa yang harus disalahkan. Mereka jadi malah kayak pengen mengambil peran Pak Tamam sebagai kepala sekolah di AFI. haha
Lain lagi kalau misalnya ada akademia yang disinyalir terlibat cinta lokasi, ini juga kabar yang bisa bikin heboh. Banyak yang kemudian mendadak ingin mengambil peran menjadi calon mertua atau anggota keluarga akademia untuk menilai pantas atau tidaknya mereka berpacaran. Padahal orang tua atau keluarga langsung akademia-akademia tersebut juga belum tentu sejauh itu pikirannya. Tetapi, mau gimana lagi, namanya juga ngefans, kadang tingkahnya memang suka ada-ada saja. Betul tidak?
Selain itu, tidak sedikit juga teman-teman kelas saya yang kemudian jadi rajin nulis lirik lagu yang dibawakan oleh para akademia. Lirik lagu yang sudah pasti ada tentu saja theme song-nya AFI, Menuju Puncak. Ada juga tuh yang benar-benar hapal sampai koreografinya segala. Saya sih sekadar tahu lirik dan nyanyi saja, koreonya tidak.
Hal yang juga tidak kalah memorable-nya mengenai AFI adalah kata pitch control dari Mbak I’ie atau Trie Utami—sebagai komentator. Dua kata ini setiap minggu selalu ada di setiap konser eliminasi. Mbak I’ie ini juga terkenal sebagai komentator dengan kritik pedasnya. Jarang sih dia memuji akademia.
Dari AFI ini juga saya jadi tahu ternyata yang namanya Ari(e) itu bukan cuma punya Dagienkz tapi ada Tulangnya juga. hehe
Ah iya, sama ada satu hal lagi yang rasanya lekat banget dengan keseharian para akademia. Satu hal itu adalah Mi Instan. Hampir setiap nonton Diary AFI, pasti ada adegan akademia yang masak mi instan. Ini mereka malah jadi kayak saya waktu ikut perkemahan pramuka, menu andalannya adalah mi instan. Bedanya, mereka terhitung sedang jadi bintang iklan, saya jadi “korban” bintang iklan alias konsumen.
Apalagi yah? masih banyak sih sebenarnya, tapi terlalu panjang untuk dituliskan semua—halah, alasan, padahal sebenarnya sudah lupa. Intinya AFI ini pernah begitu berjaya pada masanya. Bahkan rating dari penayangan grand final AFI musim kedua sampai saat ini belum ada program acara serupa yang bisa menandingi. Sayangnya, kesuksesan AFI tidak berlangsung lama. AFI, terakhir muncul pada tahun 2013. Itu pun sudah tidak begitu banyak yang mengikuti. Entah karena konsep acara yang dirasa sudah membosankan, atau memang tayangan TV sebelah yang dirasa jauh lebih menarik.
Dari enam musim AFI yang ada, tentu saja saya tidak menghapal nama para akademia. Nama yang teringat sampai saat ini paling yang AFI 1 dan 2, akademia favorit atau kah akademia yang masih/pernah eksis.
Akademia favorit saya ada Mawar (AFI 1), Nia dan Pasha (AFI 2), dan Desy (AFI 3). Untuk AFI musim berikutnya, saya sudah tidak punya akademia favorit. Bukan karena mereka tidak bagus, tapi memang sayanya saja yang saat itu tidak menemukan sesuatu dari mereka yang membuat saya bisa ngefans. Soalnya saya tuh ngefans atau mem-favoritkan akademia tidak selalu hanya karena suaranya yang bagus, saya mem-favoritkan Desy karena selain suaranya bagus, dia juga lucu menurut saya. hehe
Sedangkan untuk akademia atau jebolan AFI yang masih atau pernah eksis, yang paling saya ingat ada Tiwi dan Tika (keduanya pernah tergabung dalam duo T2). Lalu ada Widi, vokalisnya band Hello. Terus ada Oly juga yang jadi vokalis band Winner. Selain mereka masih ada juga sih sebenarnya, tapi sengaja tidak saya tulis biar yang pernah ikutan nonton jadi ikut menyebutkan biar saya tidak flashback sendiri—alasan terooosss!
Buat yang tidak pernah atau tidak tahu AFI karena mungkin pada saat itu belum lahir atau masih kecil, kalau misalnya penasaran, silakan cari videonya di youtube. Masih ada kok itu, tapi mungkin memang tidak lengkap sih yah. Yah, lumayanlah untuk sekadar melepaskan rasa penasaran. Itu juga kalau memang penasaran, kalau b aja, ya tidak usah. Hal-hal semacam ini sepertinya memang asyiknya ya diasyikin aja lah yah.
Jadi, kembali lagi sama yang pernah nonton AFI, siapa nih akademia favorit kalian? Atau jangan-jangan malah lebih ngefans sama Adi Nugroho? Wah, kalau benar, ya tidak apa-apa sih. wkwk. (*)
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.