Enaknya Kuliah di Politeknik, Mahasiswa Universitas Nggak Akan Pernah Merasakannya

Enaknya Kuliah di Politeknik, Mahasiswa Universitas Nggak Akan Pernah Merasakannya

Enaknya Kuliah di Politeknik, Mahasiswa Universitas Nggak Akan Pernah Merasakannya (unsplash.com)

Saat mahasiswa universitas berlomba-lomba war KRS, mahasiswa politeknik santai menikmati libur semesteran~

Sejak zaman dahulu kala, narasi kebanggaan di dunia perkuliahan selalu didominasi oleh anak universitas. Mereka bicara tentang idealisme, tentang KRS yang harus diperebutkan bagai tiket konser, dan tentang beban kuliah untuk memiliki IPK tinggi agar bisa menjadi peneliti hebat.

Sementara itu kami, anak-anak politeknik, hanya bisa mengangguk pelan sambil sesekali menggaruk kepala yang pusing karena laporan praktikum. Kami memang jarang dibanggakan, tapi percayalah, ada beberapa kenikmatan hidup yang kami rasakan, yang saking enaknya, anak universitas se-Indonesia raya pun tidak akan pernah tahu rasanya.

Ini bukan soal siapa yang lebih pintar, tapi soal siapa yang hidupnya lebih tenang. Soal hidup tenang ini, anak politeknik jelas juaranya.

Mahasiswa politeknik bisa libur tanpa drama perang Kartu Rencana Studi (KRS)

“Apa itu KRS-an?” adalah pertanyaan umum yang sering dilontarkan kami anak politeknik ke teman-teman yang kuliah di universitas.

Setiap akhir semester, mahasiswa universitas sibuk membuat grup WhatsApp baru dengan nama-nama bak perang Bharatayuda. Mereka begadang di depan laptop, refresh halaman Sistem Informasi Akademik (SIAKAD) berkali-kali, siap adu cepat dengan ribuan mahasiswa lain demi memperebutkan kuota kelas. Yah, war KRS.

Kalau gagal dapat SKS, nangis. Kalau kelasnya bentrok, panik. Dan kalau server down, ngamuk satu kampus. Sungguh drama yang tiada akhir.

Sementara itu, mahasiswa politeknik? Kami liburan semester dengan tenang. Apalagi kalau laporan praktikum sudah kelar semua sebelum masa liburan tiba.

Mahasiswa politeknik menganut sistem paket mati. Mau semester 1, 2, atau 6, mata kuliah kami sudah dipaketkan oleh kampus. Jadwal sudah diatur. Dosen sudah ditentukan. Kami nggak punya kuasa untuk nego atau memilih.

Awalnya terdengar kejam, tapi ternyata ini adalah kebebasan sesungguhnya. Bebas dari drama, bebas dari stres rebutan, dan bebas dari dosen killer karena toh mau nggak mau harus ketemu juga.

Praktik dulu, teori belakangan

Mahasiswa politeknik itu diciptakan untuk menjadi tukang, dalam artian yang positif. Maksudnya, kami harus bisa melakukan, bukan sekadar bisa menjelaskan.

Mahasiswa universitas menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk berdebat soal teori filsafat sosial-politik di kafe, sementara kami? Kami sibuk berkutat dengan mesin traktor, mengelas, atau memasang instalasi listrik di laboratorium dari pagi sampai sore. Tangan kotor kena oli, badan bau alkohol, tapi skill terisi.

Kalau mahasiswa universitas ditanya soal cara melakukan stek kopi, mereka akan menjawab dengan kutipan-kutipan jurnal dan teori yang sangat idealis. Tetapi kalau mahasiswa politeknik yang ditanya, kami akan langsung bilang, “Oke, peralatannya apa saja? Klon kopi apa? Kalau ada barangnya, hari ini saya kerjakan.”

Kami dibekali alat, bukan sekadar kata-kata. Sombong dulu boleh lah~

Tugas individu yang melatih mental baja

Mahasiswa universitas sering sekali punya tugas presentasi kelompok yang berujung kerja rodi satu orang, nama dicantumkan ramai-ramai. Mereka ahli dalam seni memanfaatkan teman.

Di politeknik, cerita kami berbeda, terutama anak pertanian. Kami punya Laporan Praktikum Mingguan. Ini adalah ritual penyiksaan individu yang tiada ampun.

Bayangkan, setiap pulang dari lab, kamu harus membuat laporan setebal puluhan halaman, lengkap dengan foto dokumentasi, hasil perhitungan manual, hingga kesimpulan. Dikerjakan sendirian, ditulis tangan, dan harus selesai sebelum praktikum berikutnya.

Berat memang. Tapi dampaknya luar biasa. Kami terlatih disiplin, mandiri, dan paling penting, kami nggak kenal konsep free-rider. Kami tahu betul bahwa hasil kerja kami adalah milik kami sendiri. Jadi, saat lulus dan bekerja, mental kami sudah terbentuk.

Meski mahasiswa politeknik lebih terlihat menderita, yang penting saat liburan tiba, hidup kami damai dan tenang. Selamat menikmati drama KRS-mu, kami sudah menikmati liburan semester dengan tenang. Karena tahu, semester depan pun jadwal sudah aman. Terima kasih, sistem paket!

Penulis: Dodik Suprayogi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 9 Tipe Orang yang Nggak Cocok Kuliah di Politeknik.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version