Ayo kopdar ngopi-ngopi!—kalimat tersebut adalah sebuat perkataan yang cukup memberikan efek magis yang bahkan saya sendiri pun nggak tahu alasanya. Rasanya kok kayaknya manjur banget bikin saya niat keluar rumah buat sekedar “ngopi”. Ngobrol ngalor-ngidul, bercanda sampai ngakak-ngakak, ngobrolin masalah mobil sampe puyeng sendiri, hingga ghibah pun jadi bahan oborolan di forum “ngopi” kami para anak club.
Ikutan club itu ibarat ekstrakurikuler yang dianggap penting juga nggak, dianggap nggak juga penting. Di sini paling tidak kita bisa menyalurkan apa yang kita senangi dan ndilalah orang-orangnya pun satu visi. Jadi rasanya kaya resep yang pas bangetlah buat bahagia. Manfaat paling minimal adalah kita dapat teman baru yang latar belakangnya berbeda, profesi berbeda, pengalaman hidup berbeda, pendapatan berbeda, pandangan politik berbeda, pasanganpun juga berbeda.
Misal kita hobi traveling nih, di club bisa sambil ikutan touring. Misal hobi modif sudah pasti banyak yg suka di sini. Misal lagi hobi hokya-hokya sambil nyanyiin lagunya The Godfather of Broken Heart? Sudah pasti bisa karena tiap acara pasti ada biduan yang semlohai yang nggak pernah absen di acara anak-anak club.
Tapi itu semua cuma kulit luarnya saja, lebih dalem lagi banyak yang bener-bener rela berkorban apapun buat orang bahkan nggak ada ikatan darah. Terkadang keheranan saya mulai muncul, lha wong cuma teman main saja kok dekatnya sampai melebihi saudara. Hal semacam itu satu dua kali saya dengar dan membuat orang awam merasa suatu hal yang aneh.
Keheranan tersebut bukan tanpa alasan, sebab tidak sedikit pula yang mengeluh tentang anggota club yang main aja terus. Touring lintas kecamatan kota pun berangkat, tapi acara keluarga ditinggal gitu aja, bahkan kadang kerjaan pun bisa ditinggal karna sedang ada kegiatan club dan merasa jadi bagian dan perlu untuk berjuang akan itu.
Padahal sebenarnya itu sah-sah saja menurut saya, justru dengan bergabung di club maka energi yang sekiranya bisa bersifat destruktif bisa diredam dengan ikut sebuah club. Asalkan club tersebut bukan yang berprinsip asal senang dompet meradang sih, sah-sah saja. Dalam hal ini kegiatan di sosial pun tetap diutamakan, membantu sesama yang misal mogok dijalan atau hal-hal positif laiinya.
Apa sih yang diperjuangin? Seberharga itukah? Sebesar itukah?
Jawabannya cuma tiga kata yaitu seduluran saklawase atau persaudaraan selamanya. Namun kalau bagi saya adalah seduluran sewarasnya alias kalau udah waras mungkin baru berhenti kita berjuang untuk semboyan tadi.
Bayangkan jam berapapun ada member yang mogok di jalan, pasti ada yang dateng, ditolong dibantu sampai kendaraan bisa jalan lagi. Kalau sedang di luar kota, cukup mengabari via grup WhatsApp, langsung informasi menyebar ke semua member di sekitar lokasi member yang mogok tadi.
Suatu ketika pernah pula terdapat anggota yang “tabrakan”. Tak kalah gesit pula seluruh member di lokasi mengkondisikan korban dan kendaraan sampai nginap pun disediakan lokasi, tempat menginap sampai logistik berupa makan minum. Tentunya tak lupa kopi pun sudah secara otomatis disediakan oleh member terdekat. Sungguh bagi kami asuransi kendaraan itu hanya bullshit semata. Kita punya banyak pasukan siap mengkondisikan Kapten!!11!!
Semua balik lagi hanya perihal seduluran saklawase di mana kita memaknai persaudaraan dengan begitu eratnya—yang tentu saja nggak pernah diajarin di pelajaran sekolah. Tapi balik lagi seperti kegiatan ekstrakurikuler yang diisi dengan kegiatan yang sangat kita minati—sampai mungkin pelajaran sekolah pun nggak nyantol ya nggak papa.
Mungkin memang banyak orang yang menganggap club otomotif hanya sebatas hura-hura saja. Jalan bareng menuhin jalan, iring-iringan pelan-pelan banget, bahkan ada yang pake tot tot uwiw uwiw kaya anak kecil lagi dapet mainan tembak-tembakan. Oknum yang seperti itu memang tidak dapat dipungkiri masih beredar di jalan dan memang patut dibinasakan.
Perkembangan dunia per-club-an sudah jauh lebih baik—walau memang belum sempurna. Toh mulai dari hal sederhana yang sedikit namun banyak dikerjakan saya rasa sudah cukup untuk merubah anggapan tentang club otomotif.
Minimal jadi tertiblah di jalan, minimal beri contohlah buat para pengendara lain yang sering lebih ngawur macam emak-emak sein kiri belok kanan. Atau pengguna matic badannya aja yg gede padahal kopong dalemnya. Atau mobil ala-ala jip yang mesinnya sesungguhnya ya pickup.
Mulailah dari keluarga, seperti contohnya, “mbok ya kalau belok jangan langsung mak kluweeerrr” atau “kalau ngesein itu minimal jarak 5 detik”. Contoh terakhir dan yang paling utama, “ emak, tolong kalau ngesein kanan beloknya jangan ke kiri yhaaa~” (*)