Di hari suci dan sakral ini, izinkan saya mengucapkan selamat hari Ibu buat para ibu yang ada di alam semesta. Terima kasih untuk segala pengorbanan dan kasih sayangnya selama ini. Semoga kaum ibu tetap menjadi inspirasi buat anak-anaknya dan generasi di masa depan kelak, demi membangun manusia Indonesia yang beradab dan bermartabat.
Aih, kok jadi macam naskah pidato, ya?
Narasi awal macam pidato tadi memang nggak berlebihan. Nggak bisa dimungkiri bahwa kaum ibu punya peranan penting dalam membangun peradaban. Peranan mereka terlihat nyata di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, politik, militer, bahkan birokrat. Untuk poin terakhir tadi, kamu perlu tahu bahwa di dunia birokrat ada sekumpulan ibu-ibu super yang sepak terjangnya nggak kaleng-kaleng. Yup, mereka adalah para anggota Dharma Wanita.
Fyi, Dharma Wanita adalah sebuah organisasi di lingkungan birokrat yang anggotanya merupakan istri para PNS. Biasanya, mereka mengenakan seragam khas warna salem di setiap kegiatan. Saya kurang paham kenapa harus memakai warna itu. Mungkin untuk membedakan mereka dengan ibu-ibu Bhayangkari, ibu-ibu Persit, atau ibu-ibu pengajian Mamah Dedeh.
Meski ada di lingkungan birokrat, kegiatan mereka sering dipandang sebelah mata. Ecek-ecek gitu, lah. Tapi jangan salah, ada begitu banyak pelajaran yang bisa diambil dari kegiatan ibu-ibu ini. Ini adalah beberapa di antaranya.
Pertama, selalu support suami dalam pekerjaannya sebagai PNS. Salah satu tugas mulia ibu-ibu Dharma Wanita ini adalah mendukung dan mendorong suami untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya sebagai abdi negara. Ini termaktub dalam Panca Dharma Wanita yang berbunyi “wanita sebagai istri pendamping suami”.
Jadi, kalau suaminya sering mangkir dari kantor, keluyuran di mal, malas-malasan, atau bahkan nilep uang kantor, ibu-ibu Dharma Wanita tadi wajib untuk mengingatkan. Kalau perlu, ancam saja supaya suaminya tidur di teras rumah. Bukannya apa-apa, kalau sudah kena sanksi atau hukuman pidana, yang malu, kan, ibu-ibu Dharma Wanita dan keluarganya juga.
Kedua, sering melakukan kegiatan sosial. Sebagian besar kegiatan ibu-ibu Dharma Wanita adalah kegiatan sosial dan kegiatan amal. Misalnya, bakti sosial di perkampungan, mengunjungi panti jompo atau panti asuhan, memberikan pelatihan dan penyuluhan, arisan, dan sejenisnya.
Intinya, sih, ibu-ibu tadi melakukan kegiatan yang bermanfaat buat masyarakat. Mereka melakukan ini semua tanpa mengharapkan keuntungan sepeser pun. Jelas, ini perlu ditiru oleh kita semua, termasuk para pejabat yang suka berbisnis dengan memanfaatkan jabatannya.
Ketiga, melakukan kegiatan tanpa menggunakan anggaran negara. Nah, ini yang patut diberi acungan jempol. Mereka melakukan berbagai kegiatan positif tadi tanpa menggunakan anggaran negara sepeser pun. Padahal, mereka ada di lingkungan birokrat. Loh, kok bisa? Dari mana mereka mendapatkan dananya?
Ibu-ibu ini mendapatkan dana kegiatannya dari uang kas. Sumbernya bukan dari anggaran negara, tapi dari iuran yang dipungut tiap bulan dari seluruh PNS di kantor tersebut. Jumlahnya nggak besar, kok. Biasanya, sih, ada di kisaran 10 ribu sampai 50 ribu per bulan. Uang yang terkumpul inilah yang dijadikan anggaran kegiatan Dharma Wanita.
Itulah hal-hal yang bisa dijadikan pelajaran oleh kita semua dari ibu-ibu Dharma Wanita. Mau dimana pun dan apa pun bidangnya, sosok ibu memang selalu menjadi inspirasi buat kita semua. Memang sih, sebagai manusia tentu ibu-ibu Dharma Wanita pasti ada kekurangan. Dan, ini yang jangan kita tiru. Belok kiri sambil menyalakan lampu sein kanan, misalnya.
Sumber Gambar: Unsplash
Editor: Audian Laili