Melihat Atalanta vs Real Madrid semalam tak ubahnya melihat 11 zombie berkaus putih kepayahan berdiri.
Vinicius, sekalipun mencetak gol, bermain seperti bukan dirinya sendiri. Rodrygo bermain dengan kepayahan. Valverde terlihat seperti manusia berparu-paru dua, bukan empat, seperti biasa dia bermain. Bellingham masih hebat, tapi kelelahan pun tak bisa dia sembunyikan. Mbappe, ah, dia kembali ke performa terbaik, tapi harus terduduk di menit 36 dan ditarik lebih awal.
Singkatnya, Real Madrid memang menang, tapi mereka tak punya tenaga bahkan untuk merayakan kemenangan.
Performa Madrid yang buruk dan tak bertenaga semalam faktornya banyak. Kelelahan, jelas. Jadwal Desember, saya kira, benar-benar gila. Yang menganggap ini normal hanyalah orang tolol. Perkara taktik, ah, tak perlu bicara panjang. Madrid masih bermain buruk, begitu buruk, tak bisa menyelesaikan banyaknya peluang yang Atalanta berikan untuk mereka.
Faktor cedera juga berpengaruh besar. Vinicius dan Rodrygo belum pulih, tapi dipaksa bermain. Wajar jika semalam Vinicius tak ubahnya debog pisang yang kebetulan bisa lari, karena dia tak mungkin all out. Vazquez juga baru pulih, Bellingham juga ditarik lebih awal saat melawan Girona.
Melawan Atalanta yang penuh tenaga, jelas kepayahan. Real Madrid beruntung tendangan Retegui tidak menjebol gawang Courtois. Jika iya, derita Madrid semalam akan bertambah lebih dalam.
Salah Don Carlo (?)
Banyak orang menyalahkan Carlo Ancelotti atas semua kepayahan yang terjadi di Madrid. Saya pun turut menyalahkan beliau. Untuk saya pribadi, Don Carlo tidak mau menggunakan pergantian pemain secara efektif. Contoh saat unggul 3-0 melawan Leganes dan 2-0 lawan Getafe, Carlo tidak segera bikin pergantian agar pemain tidak kepayahan.
Bayangkan kau memaksa menggunakan 11 pemain terbaikmu, meski mereka kelelahan, melawan Leganes. LEGANES LHO.
Carlo memang berkata, bahwa dia melatih untuk memenangkan pertandingan, bukan memberi menit bermain. Hanya saja, dengan jadwal yang tak manusiawi, pergantian pemain bukan lagi jadi opsi, tapi keharusan. Rasanya lucu memaksa pemain masih bermain di menit 70 padahal skor sudah unggul 3 gol. Pemain macam Endrick, Yanez, Guler, butuh diberi menit yang cukup.
Tapi ya, agak memahami juga kenapa Carlo seakan tak mau membiarkan pemain muda masuk lapangan. Dia tahu bahwa dia harus memastikan kemenangan, karena melatih Real Madrid itu bukan pekerjaan yang menyenangkan. Jadi ya, gimana lagi.
Cuma nek menang 3-0 lawan Leganes, yo ngopo ngono lho ora mainke pemain enom. Asu.
Kritik untuk direksi Real Madrid
Jajaran direksi Real Madrid juga harus dikritik. Banyak kabar beredar bahwa Januari nanti, Real Madrid memilih untuk tidak membeli pemain. Ha matamu suwek, dengan pemain yang kepayahan seperti itu, masak tidak mau menambah amunisi?
Mereka gagal mendaratkan Leny Yoro. Mereka juga menolak untuk mengontrak Ramos sebagai rencana cadangan (sekalipun itu bisa dibilang keputusan yang benar mengingat Asencio bermain hebat). Direksi juga melepas Nico Paz dan Rafa Marin ke Como dan Napoli. Padahal melihat keadaan sekarang, Nico dan Rafa jelas jadi jawaban yang mereka butuhkan.
Intinya, tak perlu kaget jika Real Madrid tak meraih banyak piala, atau malah tidak sama sekali di musim ini. Mereka kepayahan, diterpa cedera, direksinya bebal, pelatihnya keras kepala. Jelas the best recipe of disaster. Mungkin para Madridistas di luar sana harus siap mendengarkan bacot para Cules. Tak apa, kalau musim ini milik mereka, terima saja. Wong keadaannya kayak gini.
Tapi seperti kata pepatah, biasakan nonton Madrid sampe kelar. Hasilnya bisa seperti musim lalu, meraih kemenangan di menit akhir. Atau malah kita nonton Madrid menderita hingga kelar. Tak tahu yang mana, yang penting kita kudu siap-siap yang terburuk.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Real Madrid Juara La Liga: Terima Kenyataan, Berdamai dengan Keadaan