Padahal lagi diem aja, tapi ada saja orang yang bertanya “Loe lagi kesel, ya? Kok mukanya ditekuk gitu? Habis berantem sama siapa? Lagi PMS, ya?” dan sederet pertanyaan-pertanyaan lainnya yang membuat saya heran, segitu seramkah wajah saya sampai orang selalu mengira saya seperti sedang memikul cobaan hidup yang maha berat. Benar-benar derita orang yang punya muka jutek. Saya bertanya begitu sambil ngaca. Dan kacanya tiba-tiba pecah. Nggak, ding. Cuma retak.
Memiliki muka jutek juga sempat menjadi halangan saya untuk bekerja sebagai customer service dan front office. Syarat dan kualifikasi yang perusahaan tersebut inginkan salah satunya adalah ramah terhadap pelanggan, murah senyum, good looking, dan sebaris persyaratan lainnya yang jelas tidak saya sanggupi. Mungkin kalau saya diterima di sana, justru pelanggan yang terlebih dahulu takut dan menghindar ketika melihat muka jutek saya yang tidak ramah ini. Hiks.
Salah satu teman sekolah saya pernah bilang bahwa ketika pertama kali dia melihat saya, dia tidak berani mendekat. Menurutnya, saat itu ekspresi wajah saya sangat menyeramkan dan terlihat dingin. Ketika dia sudah mengumpulkan keberaniannya dan mencoba menegur saya untuk pertama kalinya, dia menyaksikan sepasang alis saya yang mengkerut seperti tidak senang ketika disapa. Setelah saya ingat-ingat, sepertinya sikap saya biasa saja. Lagi-lagi, itu persepsi saya yang merasa seolah tidak berdosa. Sedangkan teman saya yang mengalami, saya itu sangat jauh dari kesan friendly.
Padahal sesungguhnya, memiliki muka jutek bukanlah mutlak keinginan saya. Jadi ceritanya, waktu SD saya pernah menjadi korban bully akibat penampilan saya yang bisa dibilang cupu abis, terlalu baik dan ramah, mudah dimanfaatkan dan dikerjain orang. Semenjak kejadian itu, saya bertekad setelah saya lulus SD saya harus menjadi pribadi yang sedikit galak, tidak mudah dimanfaatkan, dan tidak mudah percaya kepada orang lain. Itu saya lakukan agar tidak ada lagi orang yang berani dan seenaknya memperlakukan saya. Tetapi, saya tidak tahu bahwa perubahan yang saya lakukan ternyata berlebihan.
Akhirnya saya dicap sebagai cewek yang jutek banget pakai karet dua alias memiliki wajah yang bengis dan pedas. Apalagi dengan gaya saya yang tomboy, menambah kesan menakutkan ketika orang mau mendekat. Hingga saya masuk dunia perkuliahan, saya dikenal sebagai “Si Muka Datar” karena apa pun yang saya rasakan baik itu bahagia, sedih, marah, ekspresi wajah saya begitu-begitu saja. Tidak ada perubahan yang signifikan yang terkadang membuat teman saya bertanya-tanya, “Sebenarnya loe lagi seneng, sedih, atau lagi mules, sih?” Ya, mana saya tahu, saya kan Pisces.
Hingga suatu hari saya pernah membaca sebuah artikel yang membahas tentang orang-orang yang memiliki muka jutek atau judes. Ternyata kondisi wajah yang selalu tampak jutek itu dikenal dalam dunia medis dengan RBF atau resting bitch face. Setelah saya membacanya, semua kriteria resting bitch face itu ada pada saya. Selalu terlihat cemberut, jarang tersenyum, dan terlihat sinis.
Padahal seseorang yang memiliki wajah RBF, belum tentu suasana hatinya seperti raut wajahnya. Ekspresi-ekspresi datar yang ditampilkan di wajahnya bisa jadi karena memang otot-otot wajahnya tidak bereaksi dengan maksimal sesuai dengan suasana hatinya.
Sekalipun saya memiliki wajah yang tidak ramah dan cenderung sangar, namun sesungguhnya hati saya tidaklah sesangar wajah saya. Percayalah, sering kali saya menangis karena hal-hal sepele. Hati saya mudah tersentuh ketika melihat kejadian yang tidak menyenangkan. Bahkan saya bisa saja menangis ketika mendengar cerita sedih seseorang. Terdengar klise sekali, bukan? Tapi, memang begitulah adanya saya. Denger lagu dangdut Rhoma Irama yang sedih aja saya nangis. Itu loh, yang judulnya “Gelandangan”.
Orang boleh saja menyimpulkan bahwa saya orangnya begini begitu ketika pertama kali bertemu saya. Tapi, pepatah “Don’t judge a book by its cover” memang benar adanya. Kita terlalu cepat membenarkan opini kita berdasarkan apa yang kita lihat. Padahal bisa jadi, orang-orang yang memiliki muka jutek itu sebenarnya sedang memfilter siapa saja kira-kira yang cocok untuk menjadi temannya. Bukan aplikasi filter, ya. Itu mah untuk mempercantik wajah, bukan mempercantik hati.
Boleh saja dia menampakkan wajah yang tidak enak at the first sight. Tetapi, setelah didekati bisa jadi dia adalah orang yang paling peduli terhadap kita, paling sensitif terhadap perubahan hati kita, si pengamat yang ulung dan orang paling pertama datang memberi bantuan ketika kita sedang dalam kesulitan. Dia yang kamu kenal bengis, namun ternyata ketika sudah dekat menjadi sosok yang manis. Dia yang terlihat seperti orang yang sedang marah padahal sesungguhnya dia adalah pribadi yang ramah.
Kenalilah, dekatilah Si Muka Jutek yang ada di sekitarmu dan perhatikan sisi lain darinya.
Photo by Streetwindy via Pexels.com
BACA JUGA Tinggal di Dekat Rumah Saudara Justru Ganggu Kebebasan Berumah Tangga dan tulisan Nurul Olivia Ulfa lainnya.