Motor bekas memang bisa jadi solusi jika kalian butuh alat transportasi yang satset dan murah. Tapi, percuma juga kalau ujungnya malah menjebol kantong kalian yang nggak seberapa itu.
Sewaktu kuliah di salah satu Universitas di Kalimantan, saya mengambil jurusan yang tempat perkuliahannya dilakukan di 3 lokasi. Bisa jadi dalam 1 hari terkadang bisa belajar di 3 lokasi sekaligus. Lokasinya pun tidak bisa dibilang dekat karena naik motor saja antara kampus A dengan B ditempuh kira-kira 10-15 menit perjalanan, lokasi A dengan C bisa sampai 30 menit perjalanan.
Saat itu, angkot jadi satu-satunya alternatif transportasi bagi mahasiswa selain nebeng motor teman. Hanya saja jarak tempuh kampus A dengan kampus B harus dua kali ganti angkot. Itu pun tidak bisa berhenti di depan kampus persis. Harus berjalan kaki beberapa ratus meter barulah sampai ke kampus A. Belum lagi kalau jadwal kelas mepet, sedangkan angkot harus menunggu sampai penumpang banyak baru bisa berangkat.
Daftar Isi
Perjalanan mencari motor bekas
Satu semester awal perkuliahan masih berjalan lancar tanpa punya kendaraan sendiri. Hanya mengandalkan angkot atau kadang nebeng teman kelas. Di semester selanjutnya mulai jadwal perkuliahan pindah-pindah lokasi semakin intens, ditambah aktif di organisasi kampus, jadi harus sering bolak-balik jika banyak jadwal rapat.
Jadilah saya mulai mempertimbangkan membeli motor untuk keperluan pergi kuliah atau keperluan lain. Karena saat itu budget sangat terbatas, saya memutuskan untuk membeli motor bekas.
Sebagai perantau yang minim pengetahuan perkara kendaraan bermotor, saya nekat ke showroom motor bekas ditemani kawan yang sama-sama tidak tahu apa-apa tentang motor. Definisi orang buta menuntun orang buta beneran ini.
Di showroom, saya hanya melihat motor matic yang harganya masuk budget. Setelah nemu yang saya kira cocok, test drive bentar, jatuhlah hati saya ke Yamaha Mio Sporty merah seharga delapan juta rupiah. Sebenarnya motor ini nggak cocok buat saya yang berbadan bongsor. Tapi kepentok budget, bisa apa saya?
Saya kira, motor bekas ini akan membawa saya ke hidup yang lebih satset, lebih tepat waktu secara akademis. Tapi, di balik air tenang dan angin yang menyejukkan, tragedi selalu mengintai.
Drama bensin kering
Baru satu hari saya jadi pemilik resmi motor bekas tersebut, sudah ada drama mewarnai hidup saya yang gini-gini aja. Sewaktu berhenti di lampu merah, saya merasa kalau motor ini kok ada sensasi mau mogok. Benar saja, tak berapa lama, motor mogok. Waduh.
Saya pun segera menuntun motor ke pinggir, mencoba menstarter berkali-kali tidak bisa, diengkol pun tidak mau. Beberapa orang laki-laki datang membantu pun juga motor tidak mau menyala. Saya cek indikator bensinnya juga masih penuh. Gila, masak baru sehari dah mogok?
Akhirnya tidak ada pilihan lain selain mendorong motor sampai ke kontrakan teman yang jaraknya pun tidak dekat. Sampai di rumah saya langsung menelpon bapak pemilik showroom untuk menyampaikan komplain. “Pak ini kok motornya mogok, baru saya pake loh ini,” nadaku agak tinggi waktu itu.
Untungnya si bapak tidak lepas tangan, beliau langsung mengirim utusan untuk datang ke lokasi mengecek kondisi motor. Setelah dicek, mesin tidak ada masalah, giliran dicek tangki bensin dan ternyata tangkinya sudah kering.
Hehehehehehe.
Di situ saya senang, sedih, campur malu. Senang karena tidak ada kerusakan serius di mesin motor, sedih karena ternyata indikator bensinnya tak berfungsi. Dan, yang jelas, malu kok nggak ngecek tangki bensin. HEHEHEHEHE.
Setelah kejadian itu akhirnya setiap mau jalan, kegiatan rutin saya adalah membuka jok motor dan mengecek isi tangki bensin secara manual agar tidak terulang lagi kejadian yang sama.
Drama mesin mati
Beberapa bulan setelah kejadian tangki bensin kering, motor aman digunakan. Sampai suatu hari, seakan dejavu, kembali setelah melewati lampu merah, gas motor tiba-tiba turun. Masih sempat beberapa meter bisa digas paksa dan akhirnya motor kembali mati total. Kali ini saya tidak langsung panik sebelum mengecek tangki bensin. Setelah mengecek tangki dan ternyata isinya masih banyak barulah saya panik, “Kenapa lagi ini motor”.
Terpaksa hari itu saya kembali mendorong motor untuk kedua kalinya mencari bengkel terdekat. Sampai di bengkel, motor diperiksa sampai dibongkar semua kap motor, akhirnya bisa jalan kembali. Tapi ternyata masalahnya belum selesai.
Dari mulai saat itu, kejadian motor tiba-tiba mati atau tidak bisa digas full saat di jalan raya rutin terjadi. Mulai dari mogok di tengah perjalanan, mogok saat mau dipakai, mogok di rumah, di kampus, sampai mogok di tengah pasar malam sudah pernah saya rasakan. Kadang kalau rewelnya sudah kelewatan, satu pekan bisa sampai mogok tiga kali tanpa tahu penyebab pastinya. Lho, kok bisa?
Tiap bengkel yang saya singgahi, diagnosa yang diberikan juga berbeda-beda. Saya sampai lupa.
Bapak saya pun akhirnya berpesan untuk tidak lagi dibawa ke bengkel pinggir jalan (emang ada bengkel di tengah jalan?). Dari pesan kawan saya, saya disarankan untuk membawanya ke bengkel resmi Yamaha. Biar dicek sama ahlinya.
Saat dibawa ke dealer, ternyata ada bagian mesin yang harus diganti dan barangnya harus dipesan dulu dengan harga yang tidak murah. Mau tidak mau motor harus ditahan beberapa hari di dealer sampai barang yang dipesan datang.
Kelar dari bengkel resmi, rasanya motor makin tambah nyaman dipakai. Mesin juga terasa lebih halus saat dikendarai. Beberapa bulan pun saya lewati tanpa drama motor bekas rewel.
Ban meledak, duar!
Di balik kondisi motor bekas saya yang (telanjur) nyaman, ternyata masalah baru sudah menunggu. Kali ini bermasalah di ban motor. Ban motor saya memang saat itu penuh dengan drama, bayangkan saja hari ini bocor halus, sudah ditambal tapi dua hari kemudian sudah bocor lagi. Karena waktu itu di pinggir jalan depan kampus ada jasa tambal ban, jadi ban motor saya hanya ditambal tidak diganti. Harganya pun cuma sepuluh ribu waktu itu. Sudah ditambal, sampai ganti ban dalam pun permasalahan ban bocor belum juga teratasi.
Pernah suatu malam, saat mengantarkan teman saya pulang, di tengah jalan saat itu banyak anak-anak yang bermain petasan karena mendekati tahun baru. Sesaat setelah melewati kumpulan anak-anak yang bermain petasan, terdengar bunyi ledakan keras mirip ledakan petasan tepat di bawah motor saya.
Tanpa pikir panjang, saya pun berhenti di tengah jalan karena kaget. Untungnya saat itu jalanan tidak terlalu ramai, sambil setengah berteriak dengan perasaan kesal saya bilang “dasar kurang kerjaan!”. Saya kira, ledakan tersebut karena petasan.
Lha, ternyata, dugaan saya salah. Ledakan tadi berasal dari ban saya yang meletus. Lagi-lagi, bengkel.
Tentu kalian sudah tahu apa penyebabnya. Mau diganti ban dalam buatan Wakanda sekalipun, ban motor saya tetap akan bocor. Ya jelas, soalnya ban luarnya sudah saatnya diganti (sekalian motornya). Selain ban luar yang halus, ternyata velg saya juga bengkok. Ini mah jelas combo double. Panasnya pas!
Beli motor bekas memang ngirit, tapi percuma kalau nggak paham motor sama sekali
Keputusan saya membeli motor bekas, nyatanya tak dibarengi dengan kemampuan saya merawat. Motor bekas yang harusnya mewarnai hidup yang gini-gini aja malah membawa banyak petaka.
Kalau ada pesan moral yang bisa diambil, kalau mau beli motor bekas, haruslah sama orang yang paham. Motor bekas memang murah, tapi kadang ada beberapa barang yang memang sudah tak layak dan justru bikin kantong kalian jebol.
Pun, kalian juga harus upgrade pengetahuan tentang motor. Nggak bisa juga kalian punya motor tapi 0 pengetahuan, terlebih perawatan sepele. Jadi, beli motor bekas bisa jadi solusi, asal kalian tidak menembak kaki sendiri dengan nggak punya modal pengetahuan sama sekali.
Penulis: Yuni Mardianti
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Yamaha All New NMAX 155: Bikin Motor kok Nanggung Banget, Nggak Worth untuk Dibeli