Denny Caknan: Contoh Lelaki Patriarki yang Maunya Dilayani dan Sebaiknya Dihindari

Denny Caknan Laki-laki Red Flag, Patriarki yang Harus Dihindari (Unsplash)

Denny Caknan Laki-laki Red Flag, Patriarki yang Harus Dihindari (Unsplash)

Baru-baru ini, penyanyi lagu Jawa bernama panggung Denny Caknan kembali menjadi bulan-bulanan netizen setelah kehadirannya di Podcast Close The Door tayang di kanal YouTube. Sejumlah ucapannya menjadi sorotan warganet karena dinilai tidak menghargai istrinya, bahkan cenderung memojokkan.

Tapi, lebih dari itu, cap bahwa pemikiran Denny Caknan tergolong patriarkis juga seliweran di media sosial. Salah satunya, Denny sempat menyebut bahwa semenjak menikah, dia telah memecat sejumlah pekerja domestik yang merawat rumahnya. Denny menganggap dirinya sudah tidak lagi memerlukan pekerja domestik. Alasannya, karena saat ini sudah ada istri yang bertugas menggantikan pekerjaan pekerja domestik.

Netizen murka bukan tanpa alasan. Pasalnya, kalimat tersebut kemudian “menggambarkan” bahwa Denny Caknan menikahi istrinya untuk menjadikannya pekerja domestik gratisan. Ketika melontarkan hal tersebut, Denny juga sembari berkelakar “biar irit” katanya.

Denny Caknan gambaran mas-mas Jawa yang nggak mendapatkan pendidikan peran gender

Sejujurnya, kalimat-kalimat Denny Caknan memang gagasan wajar di tengah tongkrongan mas-mas Jawa yang tidak cukup mendapat pendidikan tentang peran gender. Manusia dengan kedudukan mayoritas yang dobel-dobel seperti itu, memang punya kecenderungan mengimajinasikan pasangan sebagai pelayan tanpa bayaran. Ya karena dari kecil terbiasa dilayani.

Bagi sebagian orang tua, khususnya di Jawa, menganggap anak laki-laki sebagai anggota keluarga utama. Mereka, harus dimanja dan mendapat layanan prima. Pasalnya, kelak si anak laki-laki inilah yang akan dituntut mencari penghidupan bagi keluarganya. Akibatnya, jangankan memahami bahwa kerja domestik itu melelahkan, saya tidak akan kaget kalau laki-laki semacam Denny Caknan nggak pernah mencoba melakukan pekerjaan domestik.

Selain itu, setelah mencuatnya ucapan Denny Caknan yang patriarkis itu, sejumlah warganet juga turut mengunggah rekaman layar IG story Denny. Saat itu, salah seorang followers-nya bertanya kenapa Denny meminta istrinya memasak padahal sudah larut malam. Mulut kemakinya itu enteng saja menjawab, “Kan memang fungsi istri melayani suami.” Dia bahkan memilih kata “fungsi”, bukan “tugas”. Udah serupa rice cooker saja istrinya.

Baca halaman selanjutnya: Denny Caknan, bukti Indonesia adalah fatherless country.

Ucapan laki-laki patriarki yang menyakiti hati istrinya 

Tak berhenti sampai urusan kerja domestik, ada juga ucapan Denny Caknan yang menyakiti istrinya. Yaitu ketika dia menjawab pertanyaan perihal rencana pengasuhan anaknya kelak. 

Jadi, Denny berharap supaya istrinya mau mengasuh anaknya sendirian tanpa bantuan asisten. Alasannya supaya Bella (istri Denny) tidak lagi membuntuti dirinya saat harus manggung. Bella sempat menganggap ucapan Denny ini sebatas bercanda saja. Namun, Denny keukeuh menegaskan bahwa dia serius dengan gagasannya tersebut.

Netizen menilai sikap Denny Caknan sangat tidak menghargai istrinya. Selain itu, banyak yang memprediksi bahwa kelak, ketika sudah punya anak, Denny tidak akan mau banyak terlibat dalam urusan pengasuhan anak. Tipikal bapak-bapak yang kalau anaknya nangis, dianya pergi karena katanya sumpek mendengar tangisan anaknya.

Bukti Indonesia sebagai fatherless country 

Ya orang-orang macam Denny Caknan inilah yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan predikat fatherless country. Bapaknya memang ada secara fisik, tapi tidak terlibat dalam perkembangan kemampuan kognitif, sosial, dan emosional anak. Ya, tak ubahnya daging hidup sajalah bagi anaknya. Tak ada gunanya.

Dan saya cukup yakin bahwa laki-laki kayak Denny ini jumlahnya banyak. Buktinya, mudah saja kita menemukan komentar random di media sosial dari sekelompok laki-laki yang terang-terangan membebankan tugas domestik dan pengasuhan pada pasangan atau calon pasangannya kelak. Berharap mereka berubah, menurut saya, adalah sebuah hal yang muluk-muluk. Pasalnya, untuk orang-orang yang sejak kecil terbiasa jadi mayoritas dan dianggap memiliki kuasa, kesetaraan hanya jadi ancaman. “Equality feels like oppression to the privileged.”

Tapi di sisi lain, saya juga bersyukur dengan ramainya omongan Denny itu. Netizen jadi aware untuk menentukan pasangan hidup yang tidak berpikir kolot macam Denny. Banyak juga yang ramai-ramai menunjukkan empati kepada Bella yang harus menanggung beban lelaki patriarkis itu seumur hidup.

Ya, begitulah hidup, kadang kita belajar dari kisah sendiri, kadang juga dari kisah Denny Caknan. Semoga setelah ini adek-adek gemes yang masih mendambakan “mas-mas Jawa” juga segera bertobat dan merenungkan lagi kriterianya dalam mencari pasangan.

Beruntung kalau dapatnya mas-mas Jawa kayak Sosrokartono yang wawasannya luas, dan mendukung gagasan kesetaraan gender yang digagas adiknya (RA Kartini). Kalau dapatnya yang kemaki, minta dilayani, merendahkan istri kayak Denny Caknan, ya cuma bikin sakit hati.

Penulis: Fatimatuz Zahra

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Los Dol, Satu-satunya Lagu yang Enak Dinyanyikan Denny Caknan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version