Tanpa bermaksud mendiskreditkan orang-orang yang latah jualan saat pandemi seperti ini, sungguh, saya adalah salah satu orang yang angkat topi dengan mereka-mereka itu. Kenapa? Karena saya nggak bisa, Gaes. Nggak bakat jualan akutu. Satu-satunya jualan yang kayaknya saya sedikit mampu ya ini, jualan tulisan.
Sejak pandemi menyerang, nggak terhitung berapa jumlah teman saya yang status WA berubah seperti display toko. Ada yang jualan gamis, kerudung, makanan ringan sampai jamu. Sekali lagi, saya senang melihatnya.
Meski saya sering melewatkan membuka status WA para penjual dadakan ini, sungguh itu bukan karena status mereka yang isinya gampang tertebak: barang dagangan. Tidak. Hanya saja, saya kok ngerasanya tidak semua status WA itu harus dilihat, ya? Cukup yang sekiranya perlu saja. Toh tanpa harus dilihat satu satu saya sudah tahu kalau si A jualan gamis, si B jualan tas, dan si C jualan jamu. Jadi, ketika suatu saat saya butuh barang tersebut saya tahu harus menghubungi siapa.
Nah, terhadap teman yang berjualan itu, kita pasti sama-sama sepakat bahwa mereka harus kita dukung. Bentuk dukungannya tidak melulu harus beli. Memberi semangat dan membantu menyebarkan info tentang barang jualannya juga termasuk cara kita mendukung usaha mereka.
Tapi, pernahkah kalian mengalami momen ngeselin seperti dijapri langsung oleh penjual yang notabene adalah teman kita sendiri? Atau didatangin langsung ke rumah, misalnya? Sesuatu yang kemudian membuat kita jadi nggak enak hati dan berakhir dengan transaksi jual beli. Padahal, apa saat itu kita butuh? Belum tentu. Bisa jadi kita hanya sekedar kasihan atau nggak enak hati. Gimana, ya? Ditodong gitu, sih jualannya.
Saya yakin, orang yang terlahir dengan jiwa “nggak enakan” seperti saya ini jumlahnya banyak. Terlebih orang Jawa yang identik dengan sifatnya yang ewuh pakewuh. Jadi, buat kalian yang merasa hatinya sekuat baja, please nggak usah kasih saran, ‘Tinggal tolak aja apa susahnya!” Nyatanya memang nggak semudah itu, MyLov…
Ada satu teman saya yang dia itu memang baiknya nggak kaleng-kaleng. Rasa nggak kepenaknya pun sudah mendarah daging. Alhasil, dia sering jadi sasaran tembak para seller. Baru beberapa jam yang lalu dia bilang habis pesen kerudung di di A, tiba-tiba dia balik lagi ke ruangan dan bilang pesen jajan di si B. Tapi raut wajahnya asem-asem gitu deh. Pas ditanya kenapa nggak nolak, jawabannya klise : Nggak enak. Ditodong pas ketemu soalnya.
Saya juga pernah terjebak dalam konsep jualan nodong. Ceritanya, suatu kali saya pernah beli dagangan di teman saya. Nggak terlalu butuh sebetulnya. Tapi, saya tahu dia itu bakul anyaran jadi saya pengen support dengan membeli barang dagangannya. Sampai di sini semua baik-baik saja.
Selang beberapa minggu kemudian, dia japri menawarkan barang dagangannya. Barang yang sama seperti yang saya pernah beli. Walahhh… ini berarti pas waktu itu saya beli, mungkin dia mengira saya butuh dan suka barang dagangan dia. Itu sebabnya dia menawarkan kembali. Tapi, ya karena nggak enak, saya beli juga pada akhirnya. Tapi, cukup dua kali. Kali ketiga, saya beranikan diri untuk menolak secara halus. Lha wong aslinya saya nggak butuh, kok.
Ada juga nodong jualan dengan cara datang langsung ke rumah. Dia jualan minuman kesehatan, tapi bukan minuman yang buat usus itu loh. Nah, yang ke rumah ini, dia malah seperti terjadwal. Jadi sebulan sekali dia pasti ke rumah. Belikah saya? Lebih sering iya. Meskipun beberapa kali nolak dengan alasan barang masih ada, dan memang masih ada, dia tetap kembali lagi ke rumah di lain waktu. Mana kadang ke rumahnya nggak lihat-lihat jam lagi! Masa bertamu pas jam bobo ciang? Pagi-pagi banget juga pernah. Ckckck…
Saya tahu,berdagangnya mereka itu adalah bagian dari ikhtiar, usaha. Tapi, haruskah dengan nodong? Ya kalau usaha dia memang sebagai sumber utama penghasilan sih masih bisa dimaklumi. Lha ini, cuma buat ikut-ikutan. Isi waktu luang, bukan sumber utama, kok nodong? Hihhh pengen tak jiwit.
Jadi, mewakili orang yang punya hati tidak enakan, sekali lagi please, jangan nodong, dong. Berdaganglah dengan cara baik. Yang beli ikhlas, kalian dapat uang pun Insya Allah berkah.
BACA JUGA Panduan agar Berbuat Baik ke Orang Menyebalkan Terasa Mudah atau artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.