Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Culture Shock Orang Wakatobi yang Pertama Kali Menginjak Pulau Jawa

Taufik oleh Taufik
18 September 2020
A A
Culture Shock Orang Wakatobi yang Pertama Kali Menginjak Pulau Jawa terminal mojok.co

Culture Shock Orang Wakatobi yang Pertama Kali Menginjak Pulau Jawa terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Banyak teman yang menulis tentang culture shock yang mereka alami ketika berkunjung atau pindah ke suatu daerah. Kadang ada yang masuk akal, kadang juga bikin geleng-geleng karena saking nggak masuk akalnya. Ya, masa perihal burjo yang nggak jualan bubur kacang ijo dan yang jaga ternyata orang Sunda, bisa jadi culture shock?

Akan tetapi, mari kita bicara soal culture shock yang terjadi pada saya (yang asli Wakatobi) saat pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Jawa. Betul-betul pertama kali. Pasalnya, selama hidup, saya baru pertama kali “keluar kandang” saat akan masuk kuliah, tepatnya di usia 19 tahun. Maka, bisa dibayangkan seperti apa culture shock yang saya alami. Hal yang paling melekat bahkan jadi culture shock dan agak susah untuk saya terima adalah “barbarnya” orang Jawa dan Madura.

Pasalnya, pertama kali ke Pulau Jawa, saya naik kapal dan mendarat di Pelabuhan Mayangan, Probolinggo. Sebuah pelabuhan yang 90%-nya dikuasai warga lokal a.k.a. Madura swasta. Salah satu yang jadi kebiasaan mereka di Pelabuhan Mayangan ini, ketika masuk daerah pelabuhan sehabis pulang dari melaut, mereka memacu kapal mereka dengan kecepatan tidak tanggung-tanggung. Hasilnya, apa pun ditabrak, termasuk kapal yang kami tumpangi. Lantas, kata mereka setelah menabrak, “Sama-sama kayunya, Bos!”

Gambaran “barbarnya” orang Jawa juga saya alami saat melakukan perjalanan menuju Surabaya bersama abang saya. Dengan menumpang bus, muncul segala hal yang dulu hanya bisa saya lihat di tayangan sinetron. Pengamen jalanan, pedagang asongan, bahkan teriakan kernet bus, “Boyo, boyo, boyo! Boyo, Pak! Boyo, Bu!” adalah hal yang baru di hidup saya dan itu cukup bikin syok.

Mungkin orang-orang akan bilang, masa iya sekadar orang ngamen bisa jadi culture shock? Begini, ya? Seumur hidup saya, itu pertama kalinya saya lihat ada orang yang untuk sekadar makan harus rela tebal muka biar dikasih duit sama orang.

Hal lain yang jadi culture shock adalah lampu merah. Iya, lampu merah! Saking syoknya karena ini pertama kalinya bisa lihat lampu merah, saya sampai hampir nangis setiap kali melewatinya di awal-awal saya di Surabaya. Boleh percaya boleh tidak, di Wakatobi sendiri lampu merah baru ada sekira tahun 2019. Maka, bisa dibayangkan ketika saya bahkan bisa mbrebes mili tiap lewat lampu merah di Surabaya waktu itu.

Selain soal transportasi dan kehidupan jalanan, makanan juga cukup membuat saya syok. Di kampung saya Wakatobi, saya makan seadanya. Nasi dan ikan sudah cukup. Di Surabaya, pertama kalinya saya makan penyetan. Lantaran saya pernah makan tempe, jadi saya nggak kaget-kaget banget. Namun, berbeda saat saya menyantap nasi padang. Rasanya, sungguh bikin syok nggak ketulungan. Nggak ngerti lagi, saya kayak mau meninggal.

Culture shock soal makanan ini pula yang membuat saya akhirnya tidak mau nyobain makanan sembarangan. Saya pernah makan gado-gado, setelahnya mual-mual. Saya nyobain batagor, lalu panas dingin. Saya nyobain tahu tek, besoknya saya puasa makan dan cuma minum. Saya nyobain gudeg, langsung pusing. Saya nyobain rujak, demam seminggu. Pokoknya, soal makanan jadinya saya pilih-pilih. Bahkan pertama kali nyobain tahu, saya jadi paham bahwa lidah saya tidak menyukainya.

Baca Juga:

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

Budaya nongkrong juga jadi hal yang bikin saya syok. Di kampung, saya lihat orang begadang sampai pagi itu hanya orang yang minum-minum. Hal ini sudah pasti negatif. Sementara di kota, ini jadi hal biasa.

Soal teknologi, jangan tanya. Di kampung, saya adalah orang yang jadi rujukan untuk semua hal tentang gadget yang waktu itu masih didominasi oleh Nokia 6600. Bahkan saya adalah orang pertama kali yang bisa melakukan aktivitas download lagu dan video kala itu. Namun, ketika sampai Surabaya, ternyata saya nggak pinter-pinter amat di bidang teknologi ini. Banyak yang malah bikin saya geleng-geleng saking tidak percayanya akan suatu teknologi.

Akan tetapi, culture shock mungkin hal wajar yang harus saya alami. Bagaimana tidak? Lha saya berangkat dari kampung dengan ketidaktahuan perihal kota~

BACA JUGA Culture Shock Orang Cirebon yang Merantau ke Yogyakarta Diselamatkan oleh Magelangan Warmindo dan tulisan Taufik lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 18 September 2020 oleh

Tags: culture shockSurabayaWakatobi
Taufik

Taufik

Ide adalah ledakan!

ArtikelTerkait

Jangan Pernah Coba Membandingkan Transportasi Umum di Surabaya dengan Jakarta, Surabaya Jelas Kalah 1000 Langkah!

Jangan Pernah Coba Membandingkan Transportasi Umum di Surabaya dengan Jakarta, Surabaya Jelas Kalah 1000 Langkah!

29 Januari 2024
4 Keistimewaan Royal Plaza Surabaya yang Bikin Pengunjungnya Membeludak Jelang Lebaran

4 Keistimewaan Royal Plaza Surabaya yang Bikin Pengunjung Membeludak Jelang Lebaran

20 April 2023
Membangun MRT di Surabaya Memang Ideal, tapi Kurang Masuk Akal Terminal Mojok

Membangun MRT di Surabaya Memang Ideal, tapi Kurang Masuk Akal

22 Agustus 2022
Konsep Alun-Alun Surabaya Itu Menyalahi Kodrat, tapi Justru Paling Relevan di Zaman Sekarang

Konsep Alun-Alun Surabaya Itu Menyalahi Kodrat, tapi Justru Paling Relevan di Zaman Sekarang

20 Oktober 2024
Parkir Motor Pakuwon Mall Surabaya Benar-benar Nggak Manusiawi, Bukti Nyata Pengendara Motor Selalu Didiskriminasi

Parkir Motor Pakuwon Mall Surabaya Benar-benar Nggak Manusiawi, Bukti Nyata Pengendara Motor Selalu Didiskriminasi

12 Maret 2024
Taman Apsari Surabaya, Pusat Peradaban Muda-Mudi Menandingi Jalan Tunjungan. No Apsari, No Party!

Taman Apsari Surabaya, Pusat Peradaban Muda-Mudi Menandingi Jalan Tunjungan. No Apsari, No Party!

2 April 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.