Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Culture Shock Orang Surabaya yang Tinggal di Kota Ambon

Anisah Meidayanti oleh Anisah Meidayanti
19 Juli 2023
A A
Culture Shock Orang Surabaya yang Tinggal di Kota Ambon

Culture Shock Orang Surabaya yang Tinggal di Kota Ambon (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya mengenal Ambon sebagai kota tempat pahlawan nasional Pattimura dihukum. Bagi saya yang masih duduk di bangku SD kala itu, Pattimura adalah sosok pahlawan yang saya anggap dekat dengan keseharian lantaran wajahnya sering saya jumpai di uang kertas pecahan seribu rupiah. Iya, uang kertas seribu rupiah lebih sering saya bawa ketimbang uang pecahan lima ribu. Hehehe.

Beberapa waktu lalu, akhirnya saya mengunjungi dan berkesempatan menginap beberapa hari di Kota Manise. Selama beberapa hari tinggal di sana, saya menemukan beberapa hal unik sehingga butuh adaptasi lebih lanjut. Kira-kira kalau saya rangkum, beginilah culture shock yang saya rasakan sebagai orang Surabaya di Kota Ambon.

Bertemu macet di dekat pelabuhan

Daerah sekitar Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dikenal sepi dengan ukuran jalan yang lebar dan banyak truk peti kemas lewat. Di sekitar pelabuhan pun nggak ada pusat keramaian. Namun saat datang ke sekitaran Pelabuhan Yos Sudarso, saya cukup terkejut karena melihat kemacetan kendaraan di sana. Beberapa jalan sampai sengaja ditutup dan dialihkan oleh petugas setempat saat ada kapal yang sedang bersandar. 

Saya mencoba memahami karena daerah pelabuhan ini juga kawasan pusat perbelanjaan. Ada pasar dan pusat perbelanjaan cukup besar dan ramai di sekitar pelabuhan. Salah satunya Pasar Mardika dan pusat perbelanjaan Ambon Plaza. Saya pikir, kemacetan hanya ada di sekitaran pelabuhan, tapi rupanya berlanjut sampai mendekati jembatan Merah Putih. Apalagi di jam-jam padat seperti pulang kerja, kemacetan adalah hal biasa bagi masyarakat sini.

Hal ini akhirnya mematahkan stereotipe mengenai sepinya kehidupan di luar Pulau Jawa. Saya sendiri cukup kaget melihat kemacetan ini, begitu pula dengan keluarga di rumah yang saya kabari tentang kondisi Kota Ambon yang macet. Menurut keterangan driver ojek online yang saya naiki, kemacetan terjadi terutama saat jam-jam pulang kerja atau saat ada kapal yang bersandar di pelabuhan. Ditambah lagi masih ruwetnya tatanan kota dan banyaknya truk yang lewat saat jam sibuk. 

Banyak sayembara musik di Ambon

Mulai dari lomba menyanyi, lomba bikin jingle, sampai lomba cipta musik pop sering saya temui di banner yang terpasang di pinggir jalan. Paling seringnya sih ditemui di depan gerbang kantor pemerintahan. Ambon memang punya slogan sebagai City of Music yang sudah diakui oleh UNESCO, dan ternyata itu nggak sekadar slogan fafifu gitu, Gaes.

Saat saya bertanya ke seorang teman yang asli Ambon, dia bilang kota ini dikenal sebagai kota musik salah satunya berkat musisi Glenn Fredly. Selain itu, musik memang lekat dengan masyarakat sini. Banyak acara adat dan budaya yang menyajikan musik sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat Ambon.

Orang Ambon makan pisang goreng pakai sambal

Dunia gorengan di Surabaya punya sambal pendamping yang disebut sambal petis. Namun, hanya beberapa jenis gorengan yang cocok dicocolkan ke sambal petis, misalnya tahu isi, ote-ote, atau tempe menjes. Untuk gedang goreng alias pisang goreng, biasanya orang Surabaya nggak mencocolkannya ke sambal, apalagi sambal petis.

Baca Juga:

4 Rekomendasi Tempat Kuliner Jogja untuk Wisatawan Surabaya yang Lidahnya Rewel

4 Hal yang Wajar di Bogor, tapi Tidak Lumrah di Jakarta

Namun saat saya datang ke sebuah kedai di Ambon, saya terkejut melihat pisang goreng disajikan dengan sambal. Sambalnya beneran sambal yang banyak biji cabainya, Gaes, bukan saos sambal biasa.

Ketika mencicipi pisang goreng sambal untuk pertama kali, saya merasa agak aneh mengingat ini adalah sekte baru di dunia per-goreng-an. Saya nggak terbiasa dengan perilaku mencocol pisang goreng ke sambal, dan nggak terbiasa dengan rasa pisang yang pedas di lidah. Namun setelah beberapa kali mengunyah, rasanya lama-lama enak juga. Wqwqwq. Entah apakah saya bisa menerapkan makan pisang goreng pakai sambal ini ketika nanti balik ke Surabaya.

Akses angkot lebih mudah daripada ojol

Angkot di Kota Ambon adalah transportasi umum yang selalu saya lihat di setiap jalan. Kalau dihitung-hitung, saat saya berada di pinggir jalan di daerah Wayame, dalam 1 menit saja ada 3 angkot yang lewat dan menawarkan saya untuk segera naik. 

Angkot di sini memang lebih mudah aksesnya daripada ojek online. Saya perlu menunggu lama untuk sekadar mendapatkan driver ojol di sini. Apalagi saat hendak menuju bandara dari daerah pusat kota saat subuh atau sekitar jam empat pagi ke atas. Wah, meski sudah mencoba berkali-kali, nggak ada satu driver pun yang nyantol. Kondisi ini berbeda tergantung daerah dan jam aktif, ya. Namun, mudahnya akses dan ketersediaan angkot yang banyak membuat saya lebih memilih angkot daripada naik ojek online selama di Ambon. 

Nggak ada pisang ambon di Ambon

Saat saya hendak membeli pisang di sebuah minimarket yang juga menjual buah, saya bertanya kepada karyawan di sana. “Kak, ini pisang ambon bukan?” Dengan gercep blio menjawab, “Iya, Kak, ini pisangnya dari Ambon.”

Mendengar jawaban tersebut saya jadi kepikiran, pertanyaan saya kan tujuannya untuk menanyakan jenis pisang, bukan asal muasal si pisang. Duh.

Setelah saya tanya ke teman saya, dia menjelaskan bahwa pisang ambon di Ambon itu memang nggak ada. Bagi masyarakat Ambon, Maluku, dan sekitarnya, pisang ambon itu disebut sebagai pisang meja.

“Jadi, kalau mau beli pisang ambon di pasar, bilangnya pisang meja, bukan pisang ambon, ya. Hehehe,” jelas teman saya.

Full music dalam angkot

Saya sempat kaget dengan suara lagu yang keras saat saya berada di jalan raya. Biasanya di Surabaya, saya mendengar lagu dengan suara keras saat ada acara hajatan dengan sound system yang menggelegar. Sedangkan di Ambon, hampir sering saya mendengar lagu dengan volume kencang dari angkot. 

Setiap angkot di Ambon disertai dengan speaker. Selama perjalanan, sang sopir dengan santainya menikmati lagu yang diputar via handphone atau radio player yang sudah tertanam di dekat setir angkot. Volume speaker akan dikecilkan saat ada penumpang yang mau turun. Nggak tanggung-tanggung, saat dini hari pun suara dari speaker angkot ini terdengar hingga ke kamar tempat saya menginap. Wqwqwq.

Walaupun butuh penyesuaian, Kota Ambon dengan segala keindahan alam dan keragaman masyarakatnya wajib dikunjungi. Semoga suatu hari nanti kalian juga punya kesempatan datang ke sini, ya. Hidup Ambon manise!

Penulis: Anisah Meidayanti
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 7 Tempat Wisata di Ambon yang Wajib Dikunjungi Versi Wisatawan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 19 Juli 2023 oleh

Tags: ambonculture shockorang Surabaya
Anisah Meidayanti

Anisah Meidayanti

Sering dianggap perempuan setengah lelaki. Mari bersama menikmati nasi bebek goreng saat malam hari.

ArtikelTerkait

Pasuruan Ideal, Lebih dari Kota dengan UMR Tertinggi di Indonesia (Unsplash) banyumas, pandaan, bangil

Culture Shock yang Dirasakan Orang Banyumas Ketika Merantau di Pasuruan: Sudah Siap Batin Kena Mental Logat Jatim, eh Justru Sebaliknya

24 Juli 2025
Rawon Warteg, Culture Shock Terbesar Saya di Dunia Kuliner

Rawon Warteg, Culture Shock Terbesar Saya di Dunia Kuliner

26 Mei 2023
4 Rekomendasi Kuliner Jogja untuk Wisatawan Surabaya yang Lidahnya Rewel Mojok.co

4 Rekomendasi Tempat Kuliner Jogja untuk Wisatawan Surabaya yang Lidahnya Rewel

15 September 2025
Culture Shock Mahasiswa Solo yang Merantau ke Jogja, Ternyata Biaya Hidupnya Lebih Mahal  Mojok.co politik jogja

Culture Shock Mahasiswa Solo yang Merantau ke Jogja, Ternyata Biaya Hidup Lebih Mahal 

27 Oktober 2023
Culture Shock Orang Palembang Saat Pertama Kali Datang ke Bogor

Culture Shock Orang Palembang Saat Pertama Kali Datang ke Bogor: Indomie Goreng kok Pakai Saos Sambal?

2 September 2023
Culture Shock Orang Madura Saat Makan Martabak dari Luar Pulau Madura: Kok Nggak Pakai Petis?

Culture Shock Orang Madura Saat Makan Martabak dari Luar Pulau Madura: Kok Nggak Pakai Petis?

8 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dosen Pembimbing Nggak Minta Draft Skripsi Kertas ke Mahasiswa Layak Masuk Surga kaprodi

Dapat Dosen Pembimbing Seorang Kaprodi Adalah Keberuntungan bagi Mahasiswa Semester Akhir, Pasti Lancar!

25 Desember 2025
Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

24 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.