Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan Mas Ahmad Arief Widodo berjudul Cilacap, Tempat Pensiun yang Ideal: Biaya Hidup Terendah, Alamnya pun Indah. Rasanya saya gatal ingin memberikan beberapa catatan. Sebagai seseorang yang pernah tinggal di Cilacap selama dua tahun dan kerap bolak-balik, saya pastikan kalau daerah dengan julukan Kota Bercahaya itu bukanlah tempat paling ideal bagi para pensiunan. Saya malah merasa Purwokerto lebih cocok bagi para pensiunan.
Bukan karena saya dibesarkan di Purwokerto ya. Hanya saja, sebagai seseorang yang pernah berkesempatan tinggal di dua kota itu, saya merasa Purwokerto masih lebih menarik walau memang mulai kehilangan tajinya. Saya pernah menyinggungnya di tulisan ini Purwokerto, Kota Pensiunan yang Makin Kehilangan Identitasnya sebagai Kota Tua yang Eksotis.
Daftar Isi
Nyatanya, biaya hidup di Cilacap tidak murah-murah amat
Dalam tulisan Mas Ahmad Arif Widodo disebutkan, Cilacap cocok sebagai kota pensiunan karena biaya hidup yang tidak besar. Memang sih, Kompas.com mencatat Cilacap masuk ke dalam 10 besar kota dengan biaya hidup rendah di Indonesia. Namun, saya rasa terlalu naif rasanya kalau hanya percaya pada satu sumber.
Sumber lain menyebutkan, Kota Cilacap tidak masuk dalam jajaran kota dengan biaya hidup terendah. Bahkan, peringkatnya masih di bawah Purwokerto. Dengan kata lain, biaya hidup di Cilacap masih lebih tinggi dibanding Purwokerto. Sebagai seseorang yang pernah tinggal di dua kota itu, saya merasa biaya hidup di Purwokerto memang lebih terjangkau daripada Cilacap. Saking murahnya, dahulu orang-orang Cilacap kerap berbelanja di Mall Moro Purwokerto.
Harga makanan lebih mahal dibanding daerah sekitarnya
Cobalah beli sarapan di Cilacap, rata-rata harga nasi rames bungkusan mencapai sekitar Rp5.000-an. Kalau di Purwokerto, kalian masih bisa mendapatkan nasi rames bungkusan dengan harga jauh lebih murah daripada itu masih mudah dijumpai, sekitar Rp3.000-an. Bahkan, di Banjarnegara yang juga masih masuk dalam bekas Karesidenan Banyumas, masih banyak dijumpai harga nasi bungkusan Rp2.500.
Itu harga untuk jajanan kaki lima ya. Untuk makanan ala restoran tentu jauh lebih mahal. Bahkan, angkanya bisa mencapai Rp200.000 hingga Rp300.000 satu keluarga. Betul-betul seperti makan di kota-kota besar, padahal pendapatan per kapita masyarakat Cilacap sebenarnya nggak tinggi-tinggi amat.
Transportasi mudah karena layanan online
Kalau mau jujur, urusan transportasi umum di berbagai wilayah bekas Karesidenan Banyumas tergolong buruk. Begitu pula dengan Cilacap. Transportasi di Kota Bercahaya itu terbantu transportasi online.
Memang betul, di Cilacap ada Terminal Mbangga Bangun Desa yang merupakan Terminal Bus Tipe A. Namun, layanan dari bus ini hanya sampai jam 5 sore saja. Selebihnya tidak ada lagi layanan angkutan umum, apalagi layanan angkutan kota.
Saya pernah mencoba naik angkutan kota dari wilayah Gunung Simping sampai ke Toserba Luwes di Jalan Letjen Soeprapto. Bisa sampai 15 menit menunggu kedatangan angkutan kota. Bahkan, seringnya lebih dari 15 menit. Ngomongin angkutan kota di kota ini, selain jumlahnya terbatas, jalurnya juga terbatas. Tidak seluruh sudut kota tercover oleh angkutan.
Wisata Cilacap hanya mengandalkan pantai
Wisata pegunungan di Cilacap memangnya ada? Iya sih, ada wisata pegunungan tapi berbau religi yakni Gunung Srandil. Biasanya mereka yang akan punya hajat akan pemujaan atau ritual di gunung tersebut. Sebenarnya bukan gunung sih, lebih tepatnya bukit kecil.
Kalau ingin menikmati pegunungan, warga Cilacap biasanya pergi ke Gunung Slamet di Kota Purwokerto. Pilihan lainnya, Gunung Tugel yang masih masuk wilayah Kabupaten Banyumas. Itupun sekedar bukit yang tidak terlalu tinggi untuk didaki.
Cilacap hanya mengandalkan wisata pantai. Ada beberapa pantai yang bisa didatangi, misal Pantai Teluk Penyu dan Pantai Srandil. Bagi yang belum tahu, Pantai Teluk Penyu berada di sisi selatan Kota Cilacap, tapi kondisinya kotor. Sementara Pantai Srandil terletak 20 km di sisi timur Kota Cilacap. Pantainya bagus, ombaknya besar, sayang kurang terurus oleh Pemda.
Di atas adalah beberapa hal yang ingin saya luruskan soal Cilacap yang dianggap ideal sebagai kota pensiunan. Nyatanya, Cilacap tidak menarik-menarik amat sebagai kota pensiunan. Menurut saya, Kota Bercahaya itu masih kalah dibandingkan Purwokerto. Tapi, sekali lagi, ini pendapatan pribadi saya saja lho ya, sebagai seseorang yang tidak asing dengan dua daerah itu.
Penulis: Santhos Wachjoe P
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Muntilan, Tempat Pensiun Paling Ideal Mengalahkan Jogja
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.