Belum lama ini, sambil menjalankan kegiatan rutin saya, nganggur alias belum dapet kerja, saya lagi ngeliatin grup whatsapp. Siapa tau ada berita bagus. Ada yang ngajak nikah misalnya. Atau paling tidak, ada yang ngajakin pergi kondangan nikahan. Asal jangan nikahan mantan. Lumayanlah ada tempat makan gratis. Saat lagi asik-asiknya ngeskrol chat grup-grup whatsapp yang kebanyakan ngomongin kegiatan organisasi, ngomongin skripsi, nanyain dosen bimbingan, sampai yang debat soal pilpres juga ada. Ada satu postingan yang cukup menarik buat pengangguran kayak saya, yaitu soal lowongan pekerjaan.
Wah senang dong ada lowongan pekerjaan. Bisa coba-coba buat ngelamar, siapa tau bisa keterima kerja. Kebetulan lowongannya juga lagi butuh tenaga pengajar alias guru. Wah kebetulan sekali, saya juga mahasiswa jurusan keguruan. Kalau soal ngajar mengajar mah, yakin saya bisa. Lima tahun saya kuliah keguruan (sangat puas), gak mungkin saya gak bisa ngajar. Ngajar itu gak susah, gak kayak ngejar cinta dia tapi ditolak gara-gara kamu terlalu baik.
Kembali ke topik bahasan. Udah senang ada lowongan pekerjaan yang dishare sama teman, pas ngeliat persyaratannya langsung gak niat buat coba. Auto gak keterima. Ada syarat yang tidak bisa saya penuhi. Syaratnya bukan harus lulusan S1, bukan harus punya IPK 3.5, tapi syaratnya itu harus punya kendaraan setidaknya roda dua. Kita harus punya motor baru bisa keterima. Yah sebagai mahasiswa kismin yang tiap hari pergi pulang kampus cuma bisa naik angkot, kadang-kadang dibayarin sama teman, syarat tersebut cukuplah berat. Sangat berat, kayak rindu.
Bukannya apa-apa. Saya jadi berpikir, kok syarat pekerjaan sekarang itu pada susah. Makin beragam dan aneh lebih tepatnya. Saya sih sering liat lowongan pekerjaan yang mengharuskan punya kendaraan buat para pelamar. Setidaknya punya sepeda motor. Tapi untuk pekerjaan yang memang butuh kendaraan dalam bekerja. Misalnya jadi wartawan yang harus keliling nyari berita, ojol yang harus ngantar penumpang, bucin yang harus antar jemput. Atau kurir misalnya, yang harus ngantar barang kemana-mana. Semua itu harus pake motor. Kan gak mungkin ngirim barang lewat doa.
Lah ini, nyari tenaga pengajar kok wajib punya motor. Mau ngajar sambil freestyle motor apa gimana. Entahlah. Mungkin mereka punya alasan sendiri. Kita harus tetap husnudzon.
Tuntutan bagi pelamar kerja untuk punya motor cukup memberatkan. Tapi masih ada syarat yang lebih berat yang biasanya didapati para pencari pekerjaan. Bukan hanya berat, tapi juga sedikit terkesan diskriminasi. Syaratnya yaitu harus berpenampilan menarik. Alamak. HaNya di RezIm Ini kItA jADi sUSah NyAri KeRja. Makin yakin 2019 ganti kewarganegaraan, karna sepertinya nggak jadi ganti presiden. Hehe.
Mendefinisikan berpenampilan menarik ini tidak susah. Tak perlu muluk-muluk. Jangan berpikir bahwa berpenampilan menarik itu tentang berpakaian yang rapih, pakai kemeja, celana disetrika, rambut disisir klimis, pake sepatu modis. Bukan sepeti itu Mukidi. Kalau definisi dari berpenapilan menarik seperti itu, yah berarti gak susah susah amat sebenarnya. Semua orang bisa punya peluang untuk diterma. Tapi sayangnya definisi dari berpenampilan menarik itu bukan seperti itu. Berpenampilan menarik itu artinya simpel saja bosku. Artinya kamu itu harus ganteng/tampan kayak si Rangga atau cantik macam si Cinta yang di AADC. Yah setidaknya kulit harus putih, kinclong gitu. Kalau kamu merasa ganteng atau cantik, setidaknya ada harapan untuk diterima. Silahkan dicoba.
Tapi kalo model kau burik, kulit kau sama kayak masa depan kau, gelap, yah jangan terlalu menaruh harapan terlalu tinggi sama si doi buat diterima. Mustahil. Itulah kenapa saya tidak pernah berani buat ngelamar kerja di tempat dengan syarat seperti itu. Auto ketolak. Seleksi berkas pun gak lolos itu.
Biasanya tempat kerja yang mensyaratkan harus “berpenampilan menarik” itu adalah perbankan. Yah wajar sih. Orang yang ngelayanin customer itu memang harus sedap dipandang supaya betah. Bukannya malah bikin takut. Silahkan saja perhatikan orang-orang yang kerja di bank. Kamu tidak akan lihat teller atau customer service-nya yang kulitnya kayak kisah percintaanmu. Gak jelas.
Bukan hanya perbankan yang memberikan syarat harus “berpenampilan menarik” atau guru yang diharuskan punya kendaraan (yang sampai sekarang masih menjadi misteri) tapi semua jenis pekerjaan memang harus memenuhi persyaratan yang diharuskan oleh pemberi lowongan. Tidak bisa sembarang. Mau jadi dokter yah harus lulusan jurusan kedokteran. Mau jadi kuli bangunan, harus punya tenaga yang kuat, gak boleh letoy. Harus tau tata cara masang ubin yang baik dan benar, tau cara bikin pondasi bangunan biar kokoh. Kalau tidak, resikonya bangunan bisa rubuh. Bahkan mau jadi penulis di Mojok pun, harus belajar satire dan tahan dibacotin. Dikatain liberal lah, dikatain anti Islam, cebong, kampret, dan segala bentuk nyinyiran yang ada.
Sebenarnya masih ada satu yang menjadi persyaratan tak tertulis untuk semua jenis pekerjaan. Gak boleh gengsi. Ini yang terkadang menjadi permasalahan di kalangan masyarakat negara berkembang ini. Gengsian. Pilih-pilih pekerjaan, gak disesuaiin sama kemampuan. Akhirnya cuma bisa ngeluh doang. Ujung-ujungnya pasti nyalahin rezim. Hadeh.
Lowongan kerja sebenarnya ada, kitanya saja yang tidak memenuhi syarat dan gengsi yang terlalu tinggi. Jadi, sudah-sudahlah nyalahin pemerintah. Bukan salah pemerintah kalo kita kismin terus gak bisa beli motor. Bukan salah pemerintah kalo kita memang tidak setampan si Adipati Dolken. Apalagi kalau hanya gara-gara gengsi. Sudah pasti ini bukan salah pemerintah. Tapi yah sudah budaya kita, mencari orang untuk disalahkan.
Hei kawan, jangankan ngelamar kerja, ngelamar anak gadis orang saja harus memenuhi persyaratan yang ada. Misalnya, harus bisa masukin galon ke dispenser tanpa tumpah.