Sebenarnya pemandangan dari atas Bukit Pengilon Gunungkidul cantik, tapi…
Satu hal yang saya tahu pasti tapi tak membuat saya luput untuk belajar adalah mengelola ekspektasi terhadap sesuatu, terutama ketika pergi ke tempat wisata. Yah, membiasakan diri untuk tidak berekspektasi tinggi terhadap sebuah objek wisata itu harusnya saya pegang teguh, karena di zaman sekarang, semuanya bisa dipoles sehingga bisa terlihat begitu menarik.
Itu yang saya sadari ketika berkunjung ke Bukit Pengilon, Gunungkidul. Bukit ini jadi objek wisata yang sering sekali muncul di timeline media sosial saya. Sebuah bukit yang memperlihatkan landscape keindahan padang rumput hijau yang menghadap langsung ke laut lepas. Sangat indah dengan berbagai macam spot foto yang tentu jadi kebutuhan wajib bagi siapa pun yang datang ke sebuah objek wisata. Banyak yang berfoto di bukit ini ketika fajar dan senja. Foto mereka terlihat bagus berlatar sunrise dan sunset. Setidaknya itu yang saya lihat ya, sebelum akhirnya saya merasakan sendiri ketika berada di sana.
Bukit Pengilon berhasil memberikan pengalaman yang berkesan. Saking berkesannya, saya kapok jika diminta kembali ke sana. Kalau dilihat dari segi kepuasan sebagai pengunjung, banyak ruginya ketimbang untungnya.
Akses ke Bukit Pengilon Gunungkidul sama sekali nggak ramah pengunjung
Pengalaman nggak enak mulai saya rasakan ketika menuju puncak bukit tersebut. Akses masuknya benar-benar nggak ramah. Selain itu, track-nya… ya Allah… betul-betul jelek, dan ekstrem. Kondisi jalurnya tanah dan berbatu, sehingga ketika hujan, pasti akan sangat licin. Karena saat kondisi panas pun, jalurnya sudah terlihat menyeramkan. Selain itu, jalur tersebut juga sangat sempit, sehingga pasti akan macet kalau pas lagi ramai, misal ketika akhir pekan atau saat liburan panjang.
Dalam situasi begitu, hanya ada tiga pilihan yang bisa dilakukan pengunjung. Pertama, memaksa motor naik, tapi dengan risiko motor bisa saja tak kuat menanjak, apalagi motor matic. Kedua, jalan kaki seperti orang treking. Tapi, entahlah, begitu sampai di atas kalian pasti sudah capek karena jalurnya benar-benar nggak manusiawi. Ketiga, menyewa ojek yang ada di lereng bukit tersebut. Ojek-ojek di sana menggunakan motor khusus yang sudah didesain untuk melewati jalur yang ekstrem tersebut.
Baca halaman selanjutnya: Saya akhirnya memutuskan naik ojek…