Salah satu cita-cita orang Jogja adalah punya kos-kosan. Betapa indahnya hidup ongkang-ongkang tapi uang mengalir setiap bulan ke rekening Anda. Apalagi dengan prospek bisnis kos-kosan yang selalu naik positif. Sayangnya, bisnis kos di Jogja tidak selalu gemerlap. Mimpi cuan melimpah tanpa kerja keras akan terbentur realitas kecilnya profit dari kos-kosan.
Mungkin Anda akan membantah, “lho, sepupu bapaknya temanku kaya dari kos-kosan!” Ya memang bisa saja bisnis kos-kosan menghasilkan cuan melimpah. Tapi, pertama, kui sepupu bapaknya temanmu. Kedua, banyak bisnis kos-kosan yang tidak lebih cuan daripada warung kelontong. Masalah maintenance sampai keterisian kos menjadi fakta yang membuyarkan mimpi ongkang-ongkang tadi.
Apakah bisnis kos di Jogja seburuk itu? Saya tunjukkan kesalahan bisnis kos-kosan di Jogja yang sering jadi alasan boncos. Mungkin Anda bisa belajar dari kesalahan ini. Atau sekalian menunda mimpi ongkang-ongkang dan melirik bisnis lain.
Daftar Isi
Kesalahan fundamental memandang bisnis kos-kosan
Banyak orang lupa pada satu hal paling fundamental dari memiliki kos-kosan: ia tetaplah bisnis!
Pemilik kos perlu mempertimbangkan banyak faktor. Dari lokasi kos, jumlah kamar, harga sewa, sampai metode memasarkan kos-kosan. Banyak pemilik kos-kosan yang asal bangun dan berharap penyewa datang seperti semut kelaparan.
Kesalahan mendasar ini disempurnakan dengan stigma kos-kosan adalah bisnis pensiunan. Akibatnya banyak yang memandang kos-kosan bisa berjalan tanpa analisis mendalam. Maka jangan kaget jika banyak pemilik kos mengeluh kecilnya profit sampai sering boncos karena tidak ada penyewa.
Bagaimana bisnis bisa berjalan tanpa strategi? Apalagi jika masih dikerjakan secara tradisional berlandaskan mengisi waktu luang. Properti yang sudah dibangun hanya menjadi lintah yang sibuk mengisap modal tanpa memberi keuntungan.
Bisnis kos di Jogja yang serba nanggung
Mari kita bicara lebih dalam dari kesalahan bisnis kos-kosan. Gara-gara salah pandang di awal tadi, banyak kos di Jogja yang serba nanggung. Dari jumlah kamar, fasilitas yang diberikan, sampai perkara lokasi. Biasanya fenomena ini muncul karena kebelet punya kos-kosan, tapi tidak melihat kapital yang dimiliki.
Akhirnya banyak orang memiliki kos-kosan kecil dengan 8 kamar saja. Dengan fasilitas seadanya dan biasanya juga kosongan. Kos mereka berada di tengah kampung padat dan akses yang sulit. Akhirnya kamar kos mereka sering kosong. Pendapatan kos-kosan lebih sering habis untuk biaya maintenance serta pengeluaran rutin seperti listrik.
Banting harga jadi solusi untuk merugi
Setelah bisnis kos-kosan dijalankan serba nanggung, maka pemilik akan bersaing menawarkan bisnisnya. Solusi paling sering diambil adalah dengan banting harga. Jika harga sewa kos di sekitarnya di angka 700 ribu, ia akan banting harga sampai angka 500 ribu. Solusi cepat seperti ini yang membuat kos-kosan lebih sering boncos.
Misal Anda punya 8 kamar dengan harga sewa 500 ribu per bulan, maka penghasilan kos-kosan sekitar 4 juta per bulan. Katakan biaya listrik, air dan maintenance sekitar 800 ribu. Anda juga tidak mempekerjakan orang untuk mengurus kos.. Maka penghasilan bersih Anda hanya 3,2 juta setiap bulan. Itu jika kamar kos penuh terisi dengan penyewa yang disiplin membayar.
Maka jangan kaget jika keuntungan kos-kosan tidak beda jauh dengan jadi pekerja. Mungkin bedanya adalah perkara kerja fisik yang keluar. Tapi pikiran tetap capek dengan perkara pemeliharaan dan ketakutan kos sepi. Belum lagi memikirkan kapan balik modal dan membayar cicilan bank tiap bulannya.
Baca halaman selanjutnya
Masalah lain yang kerap dilupakan
Masalah kos-kosan lain yang sering dilupakan dalam bisnis kos di Jogja
Selain perkara hitung-hitungan ini, bisnis kos-kosan juga punya masalah sendiri. Kadang kelewat sepele seperti gesekan antar penghuni kos. Kadang bisa seruwet kos-kosan digrebek warga atau polisi. Belum lagi kondisi kamar yang seperti rumah hantu ketika ditinggal penghuni kos. Masih ditambah perkara iuran masyarakat. Sekarang kita coba memasukkan variabel ini sebagai biaya. Maka keuntungan tadi akan makin kecil.
Masalah ini sering diabaikan oleh pemilik kos. Padahal variabel-variabel ini perlu diperhitungkan sebagai biaya maintenance. Akhirnya bisa jadi pemilik kos menerima uang jutaan, tapi badan dan pikiran mereka kelewat lelah. Jika dirupiahkan, keuntungan kos salah langkah ini tidak lebih baik daripada UMR Jogja.
Jika ingin cuan dari kos-kosan, perlakukan ia sebagai bisnis yang serius
Tapi bukan berarti bisnis kos di Jogja akan semengenaskan itu. Tapi ketika bisnis kos-kosan dijalankan dengan salah langkah dari awal, maka ia akan jadi benalu. Maka pandang kos-kosan sebagai bisnis yang serius. Bukan sebagai bisnis ongkang-ongkang yang menjadi mimpi warga Jogja.
Pertimbangkan modal awal serta lokasi. Jangan memaksakan rumah pribadi jadi kos-kosan. Perhitungkan berapa kamar yang bisa menjaga cashflow Anda tetap sehat. Jangan memikirkan banting harga sebagai solusi. Tapi pertimbangkan value yang bisa diberikan untuk meningkatkan nilai jual. Jangan lupa, perhitungkan variabel lain yang sebenarnya bisa dirupiahkan.
Ribet kan? Saya bisa menulis satu buku hanya untuk membahas ini. Tapi artikel singkat ini bisa memberi Anda kejutan listrik dari mimpi ongkang-ongkang Anda. Bisnis kos-kosan bukanlah bisnis padat profit yang dijalankan dengan rebahan setiap hari. Bisnis ini bisa menjadi lintah yang mengisap rekening Anda setiap bulan!
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.