“Reshuffle lagi, Pah?” tanya perempuan berusia 38 tahun itu dari dapur rumah kami sambil tangannya tak lepas dari wajan berisi ikan yang sedang digoreng kering, lauk kami siang itu. Ya, istri saya ikut bereaksi saat Jokowi kembali mengumumkan perombakan atau reshuffle Kabinet Indonesia Maju, pada Selasa (22/12). Meski saat itu ia hanya mengajukan pertanyaan sambil lalu, tapi sepertinya pertanyaan tersebut mewakili banyak pertanyaan atau penasaran banyak orang.
Ada yang luar biasa kali ini. Apa itu? Dari enam nama menteri yang dipilih, masuk nama Sandiaga Uno. Maka lengkaplah sudah pasangan calon presiden dan wakil presiden RI tahun 2019. Dulu lawan, sekarang menjadi kawan dalam satu biduk perahu.
Saya pribadi tak akan usil bin nyinyir siapa pun yang dilantik oleh Jokowi. Meski banyak meme berseliweran di medsos tentang paket “islah” dua kubu yang dulu didukung penuh oleh kelompok yang akrab disebut cebong dan kampret itu. “Happy Ending Story,” begitu meme yang memotret gambar Jokowi, Kiai Ma’ruf, Prabowo, dan Sandi dalam satu bingkai meme foto hitam putih.
Justifikasi reshuffle kali ini berusaha saya cerna dari banyak alasan. Mulai karena koordinasi lintas kementerian, memperkuat sinergi, perbaikan manajerial pemerintahan, hingga ada menteri yang terjerat korupsi.
Tampaknya reshuffle kabinet sudah menjadi hal yang biasa bagi Pakde. Sejak ia diangkat jadi Presiden Indonesia tahun 2014, fenomena reshuffle kabinet sudah menjadi “kenormalan baru”, kalau meminjam terma pandemi Covid-19.
Tercatat sejak 2014, Jokowi telah lima kali mereshuffle kabinetnya, yakni 12 Agustus 2015, 27 Juli 2016, 17 Januari 2018, 15 Agustus 2018, dan terakhir 22 Desember 2020 lalu.
Di benak saya, yang terbayang adalah betapa para siswa zaman now akan sangat kesulitan jika ditanya nama-nama menteri beserta nomenklatur jabatannya. Tidak akan semudah menjawab pertanyaan nama-nama ikan pastinya. Ya iyalah, lima kali reshuffle, Bro. Puluhan nama takkan mudah dihafal.
Ingatan saya pun menerawang kembali masa masih duduk di bangku SD hingga SMA sekitar tahun 1980 hingga 1992 di sebuah kota kecil bernama Plaju. Mungkin pembaca tidak familiar dengan nama Plaju. Namun, jika saya menyebut Palembang, saya yakin kernyit di kening pembaca akan berkurang. Pastilah, penganan pempek atau empek-empek muncul dalam otak terkoneksi ke lidah pembaca yang saya yakin mulai menahan liur.
Saya tidak akan membincangkan pempek lebih dalam, mungkin nanti. Saya fokus kembali dengan nama menteri. Saat saya bersekolah dulu, nama-nama menteri menjadi materi yang sering ditanyakan oleh bapak/ibu guru saya, khususnya dalam ulangan mata ajar Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSBB). Mayoritas sudah menghafalnya, sangat hafal malah.
Bagaimana tak hafal, poster para menteri dalam Kabinet Pembangunan III hingga VI sangat mudah ditemukan di dinding sekolah bersama poster-poster pahlawan nasional lainnya. Di rumah saya pun ditempel poster serupa yang dibelikan ayah di toko buku daerah Simpang Kayu Agung, Plaju. Otomatis gambar sang menteri beserta nomenklatur jabatannya terbaca dengan baik.
Yang paling saya hafal hingga kini adalah Harmoko sang Menteri Penerangan tiga periode masa Soeharto dan BJ Habibie sang Menristek yang fenomenal hingga akhirnya menjadi Presiden RI ketiga itu.
Namun, sejak zaman Gus Dur sebagai Presiden, saya sudah tak hafal lagi nama-nama menteri. Hingga kini. Entah karena usia yang bertambah, entah karena terlalu banyak reshuffle yang tetiba dilakukan.
Di masa Jokowi ini yang akan saya ingat adalah Bu Susi yang suka menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing. Menteri lainnya yang saya ingat (mohon maaf) adalah menteri yang tersandung tangkapan Komisi Antirasuah yakni Imam Nahrawi, Idrus Marham, Edhi Prabowo, dan terakhir Juliari Batubara.
Nama-nama selain yang saya sebut, cukup sulit untuk diingat dan disebutkan. Mungkin saya akan bertindak salah tingkah jika nanti tetiba ditanya Jokowi nama menteri, meski diiming-imingi hadiah sepedanya.
Apalagi zaman sekarang, para YouTuber suka bikin konten dengan pertanyaan dadakan seperti menyebutkan pembukaan UUD 1945 kepada para anak-anak milenial. Ekspresi muka saya mungkin kurang lebih sama dengan para anak-anak milenial itu yang gelagapan menjawab.
Setelah Reshuffle kemarin yang akan saya ingat bisa jadi Bang Sandi, idola emak-emak zaman kompetisi Presiden dan Wapres lalu. Bukan hanya paling kaya dengan harta sekitar lima triliun rupiah dan tercatat sebagai menteri terkaya dalam sejarah Kabinet RI, tapi karena gayanya yang “berbeda” dengan sepatu sneakersnya itu. Gue banget.
Pokoknya, makin hari makin sulit mengingat nama menteri. Belum lagi wakil menteri… nyerah saya.
Lantas, penting tidak mengingat nama-nama menteri?
Saya pikir tidak juga, sih. Dulu zaman saya sekolah, mengingat nama-nama menteri sekadar menjawab pertanyaan para guru. Tuntutan tugas, lah, kalau meminjam terma para pejabat. Begitu juga sekarang. Kadang kita juga tidak tahu prestasi apa yang telah mereka capai. Kadang rakyat tidak terlalu pusing juga memikirkannya. Saya juga menduga Jokowi bisa jadi sudah tak ingat lagi siapa nama-nama menterinya atau bahkan nama wakil menteri sebelum-sebelumnya.
Entah, apakah bongkar pasang menteri akan dilakukan lagi sama Jokowi? Hal yang kita harapkan tentunya kebaikan dan kemajuan serta manfaat yang dirasakan seluruh rakyat Indonesia dari Kabinet Indonesia Maju ini tanpa harus bersusah-susah mengingat nama-nama menterinya. Itu.
BACA JUGA Keputusan Menteri Pertanian Adalah Bukti bahwa OSIS Lebih Profesional Dibanding Pemerintah