Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Politik

Beragam Keanehan Pertimbangan Hakim dalam Kasus Korupsi

Audian Laili oleh Audian Laili
10 Maret 2022
A A
Beragam Keanehan Pertimbangan Hakim dalam Kasus Korupsi Terminal Mojok.co

Beragam Keanehan Pertimbangan Hakim dalam Kasus Korupsi (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Di tengah isu korupsi yang tak kunjung mereda, fenomena pemangkasan hukuman yang dilakukan oleh hakim terhadap para koruptor semakin banyak menyita perhatian publik. Tidak hanya soal lama hukuman penjara atau denda yang dijatuhkan, tetapi pertimbangan hakim dalam mengurangi hukuman tersebut tak jarang memicu berbagai komentar.

Paling mutakhir, Kamis (10/3) hakim di Mahkamah Agung mengurangi hukuman pelaku korupsi kebijakan ekspor benur sekaligus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo pada peradilan tingkat kasasi. Hukuman penjara yang semula dijatuhkan selama 9 tahun, dipotong hanya menjadi 5 tahun.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) FH UGM, Yuris Rezha Kurniawan menilai hal tersebut merupakan kelanjutan dari tren buruk putusan Mahkamah Agung dalam memberikan vonis terhadap pelaku korupsi.

“Beberapa tahun terakhir, peradilan kita memang memiliki tren agak buruk dengan seringnya mengurangi hukuman para pelaku korupsi,” ujar Yuris. Dari berbagai putusan yang mengurangi hukuman pelaku korupsi tersebut, banyak pertimbangan hakim yang menurutnya cenderung tidak relevan dan terkesan dipaksakan.

Melakukan transaksi keuangan di bawah meja (Shutterstock.com)

Pertama, ia mencontohkan pertimbangan hakim dalam putusan kasasi Edhy Prabowo. Hakim mengurangi hukuman Edhy Prabowo karena menilai Edhy telah berkinerja baik selama menjabat menteri.  

“Justru (pertimbangan hakim) itu sangat kontradiktif. Kasus korupsi Edhy Prabowo ini kan muasalnya dari kebijakan yang dia tetapkan saat menjadi menteri. Sejumlah uang dari pengusaha yang dia terima secara tidak langsung difasilitasi oleh kebijakan yang dia rancang.”

Kedua, pertimbangan hakim lain yang mendapat sorotan serupa adalah pengurangan hukuman salah satu pelaku korupsi penerbitan red notice, Jaksa Pinangki. Pada tingkat banding, hakim mengurangi hukuman Pinangki dengan alasan pelaku merupakan seorang perempuan yang mempunyai balita.

“Alasan ini kan juga terkesan sangat dipaksakan, ya. Karena banyak pelaku kasus lain yang berada dalam situasi tersebut, tapi tidak mendapatkan pertimbangan yang sama,” sebut Yuris.

Baca Juga:

Menyesal Kuliah Jurusan Pendidikan, Tiga Tahun Mengajar di Sekolah Nggak Kuat, Sekolah Menjadi Ladang Bisnis Berkedok Agama

Korupsi dan Krisis Integritas Adalah Luka Lama Banten yang Belum Pulih

Yuris juga menambahkan, justru dalam kasus Pinangki ini seharusnya hakim melihat lebih banyak alasan yang memberatkan.

“Apa yang dilakukan Pinangki ini kan bisa saja disebut sebagai mafia hukum. Dia seorang penegak hukum, tetapi justru mengakali hukum sehingga menyusahkan negara dalam mengejar seorang buronan. Seharusnya ini menjadi alasan yang memberatkan dalam pertimbangan hakim.”

Dewi Keadilan (Shutterstock.com)

Ketiga, pelaku utama dalam kasus yang melibatkan Jaksa Pinangki, yaitu Djoko Tjandra. Ia juga mendapatkan potongan hukuman satu tahun masa penjara lebih singkat oleh hakim Pengadilan Tinggi Jakarta. Mulanya, Djoko Tjandra telah divonis 2 tahun penjara pada 2009 dalam kasus Bank Bali. Namun, dirinya berhasil kabur dan menjadi buron tanpa sempat dieksekusi.

Pada 2021, Djoko Tjandra kembali menjadi tersangka korupsi karena menyuap beberapa aparat penegak hukum agar dapat meloloskan dirinya dari kasus lamanya. Hakim sempat memotong lama hukuman penjara Djoko Tjandra. Alasan yang meringankan adalah karena Djoko Tjandra sudah menjalani pidana untuk kasus lamanya yaitu kasus Bank Bali.

“Pertimbangan hakim saat mengurangi hukuman dalam kasus Djoko Tjandra ini kan juga seperti terbolak-balik. Seseorang yang terbukti melakukan korupsi secara berulang, seharusnya ditempatkan sebagai alasan yang memperberat. Ini malah jadi alasan yang meringankan.”

Yuris juga menyebut apabila merujuk pada undang-undang tindak pidana korupsi yang berlaku, seseorang yang melakukan korupsi secara berulang bahkan dapat dituntut dengan pidana mati. Atas dasar ini, ia menilai alasan meringankan hakim dalam kasus Djoko Tjandra menjadi kurang masuk akal.

Keempat, adalah korting hukuman perkara suap terpidana Fahmi Darmawansyah kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husen. Fahmi adalah terpidana kasus korupsi Bakamla yang mendekam di Lapas Sukamiskin. Namun, saat menjalani hukumannya ia berhasil mendapatkan perlakuan khusus dengan membangun sel mewah. Perbuatannya tersebut dapat dilakukan karena dirinya menyuap Wahid Husen dengan sejumlah uang dan berbagai barang mewah.

Dalam putusan peninjauan kembali yang diajukan oleh Fahmi, hakim Mahkamah Agung memberikan keringanan hukuman. Salah satu pertimbangan yang mengusik adalah hakim menilai bahwa pemberian Fahmi kepada Kalapas Sukamiskin merupakan bentuk kedermawanan.

Bersalaman dengan uang di tangan (Shutterstock.com)

Bagi Yuris, pertimbangan hakim tersebut secara telak merusak makna dermawan yang berusaha dikait-kaitan dalam praktik suap.

“Apabila semua pemberian kepada pejabat tertentu, padahal secara jelas terlihat ada maksud dan tujuan untuk keuntungan pribadi seperti itu dimaknai sebagai bentuk kedermawanan, saya berpikir tidak akan ada pelaku korupsi yang akan dihukum.”

Yuris menyebut tafsir kedermawanan yang dijadikan pertimbangan hakim untuk meringankan vonis Fahmi ini dapat menyesatkan publik.

“Hal ini bisa berpotensi menyesatkan dan menormalisasi perilaku suap di masyarakat.”

Bahkan, ia juga berusaha menduga-duga hubungan antara pertimbangan hakim dengan nama pelaku.

“Apa mungkin pertimbangan hakim ini muncul begitu saja hanya karena kebetulan nama pelakunya memiliki unsur kata dermawan?”

Melihat fenomena di atas, Yuris beranggapan bahwa upaya negara dalam memberantas korupsi akan sangat berat apabila tidak didukung dengan sistem peradilan yang baik. Dirinya menyebut bahwa praktik penegakan hukum yang tidak serius terhadap kejahatan korupsi tidak akan menimbulkan efek jera bagi masyarakat.

“Alhasil, orang-orang yang hari ini sedang merancang niat untuk korupsi tidak akan takut dengan hukuman. Bahkan sudah banyak juga yang menganggap korupsi ini seperti berdagang. Mengambil untung dari praktik korupsi sebanyak-banyaknya, agar bisa menambal risiko-risiko hukum yang nanti akan dihadapi. Sangat mengerikan,” tutur Yuris.

Penulis: Audian Laili
Editor: Audian Laili

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Maret 2022 oleh

Tags: edhy prabowohukumKorupsi
Audian Laili

Audian Laili

Bisa diajak ngobrol lewat akun Instagram @audianlaili

ArtikelTerkait

penangguhan penahanan gugatan hukum RCTI mojok.co

Sosialisasi Hukum Seharusnya Dibikin seperti Pengajian Kampung

23 September 2020
bupati kudus

Sesungguhnya, Bupati Kudus Adalah Lagu Usang yang Telah Menjadi Primadona Para Pejabat Kita

1 Agustus 2019
Saya Pelaku Bisnis Seafood Export, dan Ide Ekspor Benih Lobster Itu Aneh!

Saya Pelaku Bisnis Seafood Export, dan Ide Ekspor Benih Lobster Itu Aneh!

25 Desember 2019
Dana Desa 10 M buat Apa? Buat Dikorupsi?

Dana Desa 10 M buat Apa? Buat Dikorupsi?

2 Februari 2023
Masa Jabatan Kepala Desa 9 Tahun? Nggak Kapok Punya Pimpinan Nggak Becus?

Masa Jabatan Kepala Desa 9 Tahun? Nggak Kapok Punya Pimpinan Nggak Becus?

19 Januari 2023
Bukan Sekretaris, tapi Tugas Bendahara Adalah yang Terberat di Masa Sekolah terminal mojok.co

Polemik BLT Dana Desa di Kampung Saya Bikin Ketua RT Mengundurkan Diri

3 Oktober 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru Mojok.co

6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru

27 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.