Menjadi mahasiswa itu tidak mudah. Butuh perjuangan. Apalagi menjadi mahasiswa Fakultas Hukum. Harus siap dengan segala risikonya.
Dulu, saya merasa masuk Fakultas Hukum itu keren. Namun, pada kenyataannya, kehidupan di kampus tidak demikian. Sudah kuliahnya rumit, masuk Fakultas Hukum membawa banyak risiko. Inilah beberapa di antaranya:
Dianggap tahu segala persoalan hukum
Hal ini saya dengar pertama kali saat dosen memberikan kuliah di kelas. Pada waktu itu, beliau menjelaskan bahwa mahasiswa Fakultas Hukum harus belajar dengan tekun dan menguasai ilmu hukum secara komprehensif.
Awalnya saya tidak begitu memerhatikan isi ceramahnya. Bagi saya, itu adalah nasihat umum seorang pengajar kepada muridnya.
Sampai suatu ketika, saya bertamu di rumah teman, dan mulai menyadari pentingnya nasihat tersebut. Tetangga teman saya bertanya tentang permasalahan hukumnya. Beliau bertanya tentang somasi dalam hal penagihan utang. Utangnya lumayan besar dan serius akan membawanya ke meja hijau.
Pada saat itu, kami terpaksa harus bertanya kepada mbah Google. Setelah masuk ke berbagai kamar yang disediakan oleh Google, kami malah tambah bingung. Akhirnya, terpaksa kami menyuruh yang bersangkutan untuk konsultasi langsung dengan pihak yang lebih berkompeten.
Di lain kesempatan, tepatnya saat tahlilan. Saya tidak menyangka akan diajak diskusi serius oleh salah seorang tokoh di desa saya. Ia bertanya soal tata cara pendirian CV.
Ditodong dengan pertanyaan serius seperti itu, saya hanya bisa berucap astagfirullah, yang kebetulan bertepatan dengan arahan pemimpin tahlil. Dalam hati saya berbisik, “Wadoh, apes.”
S.H. adalah Sarjana Haram
Anggapan ini tidak terlepas dari realita penegakan hukum di Indonesia. Banyaknya oknum aparat penegak hukum yang tidak jujur (korupsi, misalnya) menjadi penyebab munculnya anggapan tersebut.
Sebagian masyarakat di kampung saya menganggap bahwa kuliah di Fakultas Hukum sama saja dengan menceburkan diri ke dalam ranjau dosa. Saya merinding sendiri kalau mengingat obrolan mereka. Sekali lagi, ini tidak terlepas dari realitas penegakan hukum Indonesia.
Akibat pandangan tersebut, saya terpaksa hanya bisa terpekur mendengar nasihat sesepuh desa. Beliau berpesan agar berhati-hati kalau bekerja di bidang hukum. Menurutnya, bekerja di bidang tersebut sangat rawan bersentuhan dengan uang panas.
Dalam keadaan seperti itu, saya, yang baru kuliah di Fakultas Hukum, hanya bisa diam dan merenung. Bagi saya pribadi, itu merupakan paweling yang baik.
Namun, kesabaran intelektual saya benar-benar diuji oleh seorang dokter Puskesmas. Beliau mengatakan bahwa gelar yang pantas diterima oleh lulusan Fakultas Hukum adalah S.H. dengan kepanjangan: Sarjana Haram.
Mendengar ocehannya tersebut, saya hanya tersenyum dan tertawa kecil seolah menyetujui. Dalam hati saya berkata,“Duh bercandanya ndak lucu nih dokter.”
Dianggap hafal semua pasal
Kuliah di Fakultas Hukum pasti hafalannya kuat. Begitulah pendapat teman-teman SMA saya. Setelah kuliah di Fakultas Hukum, ternyata anggapan tersebut tidak hilang. Bahkan lebih ngeri lagi. Saya dianggap hafal semua peraturan, minimal segala aturan yang terkait kriminal.
Bagi warga Mojok yang punya anggapan seperti itu, mohon tulisan ini dibaca sampai selesai, ya. Kami memang sangat akrab dengan pasal-pasal tetapi, bukan berarti kami harus menghafalkan semuanya. Bubar nek ngono carane.
Peraturan di Republik ini, mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah, jumlahnya sangat buanyak. Yang dipelajari oleh makhluk seperti kami adalah pemahaman, pemaknaan, dan penggunaan pasal tersebut di dalam kehidupan nyata. Bukan menghafal semuanya lho ndes, beda itu.
Selain itu, sering terjadi peraturan perundang-undagan di Indonesia nyawanya pendek. Ganti penguasa, ya ganti aturan, pasal yang ada bisa berganti, ganti juga cara mainnya. Demikianlah.
BACA JUGA Ternyata, Sedekah Berpotensi Menunjukkan Keegoisan Kita dan tulisan-tulisan lainnya di Terminal Mojok.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.