Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Beban Ganda Jadi Anak Pertama dan Cucu Pertama di Keluarga

Iqbal AR oleh Iqbal AR
25 Desember 2020
A A
Beban Ganda Jadi Anak Pertama dan Cucu Pertama di Keluarga terminal mojok.co

Beban Ganda Jadi Anak Pertama dan Cucu Pertama di Keluarga terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Selama ini, kita selalu mendengar keluhan dari orang tua mengenai kehidupannya. Mulai dari keluhan mengurus anak, keluhan mengenai hubungannya dengan pasangan, hingga keluhan mengenai hubungannya dengan mertua. Semua keluhan itu hampir setiap hari kita dengar di mana pun, sampai-sampai kita bosan mendengarnya. Wajar sebenarnya sebagai manusia, keluhan tentang kehidupan itu pasti ada. Namun, kalau keluhannya itu-itu terus dan diulang berkali-kali, ya orang yang mendengarnya pasti risih. Mau di dunia nyata, di dunia maya, keluhannya kok itu-itu saja.

Namun, ada satu keluhan yang mungkin sama beratnya dari keluhan di atas, yaitu betapa beratnya beban menjadi anak pertama sekaligus cucu pertama di keluarga. Selama ini, tidak banyak suara-suara yang mengangkat bagaimana kehidupan anak pertama sekaligus cucu pertama di keluarga. Mungkin yang selama ini ada, paling ya bagaimana kehidupan anak tengah yang kadang dilupakan, atau anak terakhir yang terlalu dimanjakan. Bahkan keluhan mengenai menjadi cucu pun hampir jarang kita temui. Semua keluhan berputar-putar di situ saja, kalau tidak anak tengah, ya anak bungsu.

Inilah yang menyebabkan saya, anak laki-laki pertama di keluarga inti dan cucu pertama di keluarga besar, menulis unek-unek seperti ini. Dulu, saya sempat berpikir bahwa sebagai anak laki-laki pertama dan cucu pertama di keluarga, kehadiran saya mungkin sudah dinantikan oleh banyak orang. Sebagai anak pertama, saya tentu dinanti oleh kedua orang tua saya. Sebagai cucu pertama, kakek-nenek dan keluarga besar di kedua belah pihak juga ikut menanti. Saya ingat cerita ketika masih kecil, saya sangat dicintai oleh orang-orang terdekat saya. Dimanja, dicium, dipeluk, hingga diberikan apa pun yang saya mau. Mengingat cerita itu, dunia serasa milik diri sendiri.

Semua kasih sayang dan segala bentuk memanjakan yang saya terima, seketika berubah seratus delapan puluh derajat ketika saya dewasa. Bukan berubah menjadi kebencian atau pembiaran, tetapi berubah menjadi beban yang sangat berat di pundak saya. Orang-orang yang dulu menanti kehadiran saya dan ikut memanjakan saya, sekarang mereka punya ekspektasi terhadap proses pendewasaan diri saya. Bayangkan saja, kedua orang tua saya, om dan tante, bahkan kakek-nenek saya punya harapan yang berbeda-beda terhadap diri saya ketika dewasa. Mereka ini (selain kedua orang tua saya) seakan punya hak atas masa depan saya, yang dulunya hanya bermodal memanjakan saya.

Belum lagi sebagai anak laki-laki, saya dituntut untuk selalu tegas seperti yang mereka bayangkan. Tidak hanya di keluarga inti, di keluarga besar pun begitu. Sebagai cucu pertama dan laki-laki, saya seakan dituntut untuk menjadi contoh bagi para adik sepupu saya. Oke lah kalau dituntut untuk tegas di keluarga besar, itu masih bisa saya turuti. Akan tetapi, kalau dituntut untuk jadi contoh bagi adik sepupu, ya maaf-maaf, saya tentu tidak akan peduli. Mentang-mentang saya laki-laki dan paling tua, bebannya kok tiba-tiba berat di saya. Tanggung sendiri-sendiri, lah.

Saya mungkin bisa untuk menolak atau tidak peduli dengan semua beban yang tiba-tiba ada ini. Namun, ironisnya saya (atau kita semua) hidup di negara yang lingkungannya masih menganggap laki-laki itu sebagai pemimpin, apalagi laki-laki yang paling tua, dan bagaimana orang-orang terdekat kita merasa punya hak atas hidup kita. Lihat saja bagaimana om dan tante saya, atau om dan tante kita, yang tiba-tiba punya harapan pada kita di masa depan. Tidak hanya menaruh ekspektasi, tidak jarang om dan tante kita ikut campur urusan kita, terlebih lagi kalau kita adalah cucu tertua di keluarga besar. Kondisi inilah yang membuat saya secara pribadi susah lepas dari semua beban ini.

Saya tentu bukan satu-satunya orang yang memiliki beban serupa. Saya bahkan cukup yakin, banyak orang di luar sana yang memiliki nasib yang sama dengan saya dan sependapat dengan saya mengenai beratnya beban menjadi anak pertama dan cucu pertama di keluarga. Saya tentu tidak akan menyalahkan orang lain atas apa yang menimpa saya. Akan tetapi, saya hanya ingin berpesan pada orang-orang di luar sana, terutama buat om dan tante, pakde dan bude, berhenti menimpakan beban pada anak atau keponakan Anda. Biarkan mereka memilih jalan hidupnya, dan jangan selalu ikut campur dalam setiap keputusan. Sudah tidak memberi materi apa-apa, kok berani-beraninya mau ikut campur. Hadeeeh~

BACA JUGA Anak Sulung dan Harapan yang Kadang Merepotkan dan tulisan Iqbal AR lainnya.

Baca Juga:

Derita Menyandang Status Sarjana Pertama di Keluarga, Dianggap Pasti Langsung Sukses Nyatanya Gaji Kecil dan Hidup Pas-pasan

Saatnya Berhenti Menyuruh Orang Lain untuk Tambah Anak, Donatur Juga Bukan, tapi Ngaturnya Kelewatan!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 23 Desember 2020 oleh

Tags: anak pertamacucu pertamaKeluarga
Iqbal AR

Iqbal AR

Penulis lepas lulusan Sastra Indonesia UM. Menulis apa saja, dan masih tinggal di Kota Batu.

ArtikelTerkait

Sebagai Anak Tengah, Saya Muak pada Glorifikasi Sulung dan Bungsu terminal mojok.co

Sebagai Anak Tengah, Saya Muak pada Glorifikasi Sulung dan Bungsu

19 Februari 2021
hari tua bapak

Menikmati Hari Tua Seperti Bapak

18 Juni 2019
Derita Menyandang Status Sarjana Pertama di Keluarga, Dianggap Pasti Langsung Sukses Nyatanya Gaji Kecil dan Hidup Pas-pasan

Derita Menyandang Status Sarjana Pertama di Keluarga, Dianggap Pasti Langsung Sukses Nyatanya Gaji Kecil dan Hidup Pas-pasan

7 Mei 2025
keinginan orang tua pisah rumah dari orang tua pengalaman manfaat mojok.co

Menebak Keinginan Orang Tua Lebih Rumit daripada Menolaknya

6 Agustus 2020
kakak cowok, sahabat cowok mojok.co

Alasan Kenapa Punya Kakak Cowok itu Nggak Selalu Enak

26 Juni 2020
bunga terakhir

Perjumpaan Terakhir: Pada Akhirnya Kita akan Menyusul Mereka

9 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Dosen Pembimbing Nggak Minta Draft Skripsi Kertas ke Mahasiswa Layak Masuk Surga kaprodi

Dapat Dosen Pembimbing Seorang Kaprodi Adalah Keberuntungan bagi Mahasiswa Semester Akhir, Pasti Lancar!

25 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.