Barry Keoghan Joker: Mengikuti Jejak Heath Ledger atau Berakhir seperti Jared Leto?

Barry Keoghan Joker: Mengikuti Jejak Heath Ledger atau Berakhir seperti Jared Leto?

Barry Keoghan Joker: Mengikuti Jejak Heath Ledger atau Berakhir seperti Jared Leto? (Instagram @dccomics)

Barry Keoghan punya beban berat: apakah dia bakal mengikuti jejak Heath Ledger atau berakhir seperti Jared Leto?

Sudah hampir sebulan The Batman tayang di layar lebar dengan mendapat tanggapan positif dari penonton umum serta kritikus. Kini, setelah penayangan menuju waktu akhir, DC secara tiba-tiba mengunggah deleted scene dengan memperlihatkan Batman sedang berada di Arkham Asylum. Siapa lagi yang dikunjungi kalau bukan si badut serta rival Batman, The Joker!

Ya, setelah penuh tanda tanya siapakah tahanan yang mengobrol dengan Riddler di bagian akhir, DC telah mengonfirmasi bahwa Barry Keoghan akan menjadi Joker dalam semesta Batman-nya Matt Reeves.

Saya tahu kalian pasti ingin banget lihat Joker dalam setiap filmnya Batman. Entah sudah ada berapa varian Joker dari abad ke-20 sampai sekarang. Mungkin kalian bakal senang dan makin nggak sabar lihat aktingnya Barry Keoghan jadi badut psikopat. Namun dari pandangan saya sendiri, kok malah makin takut ya. Bukannya bikin pamor naik, malah bisa jatuh akibat kehadiran Joker. Kenapa saya takut akan hal ini?

Pertama, kalian sadar nggak sih formulanya Joker selama live-action cuma gitu-gitu saja? Make up badut, wajah ancur, jadi mafia. Selalu saja berulang sejak zaman BatKeaton. Penonton terutama pengikut berat cerita Batman tentu bakal bosan kalau lihat Joker aktingnya ngulang lagi seperti dulu dan sudah tertebak jalan ceritanya bakal bagaimana. Nggak perlu jauh-jauh, kalian tahu kan mengapa The Batman dapat dibilang menarik untuk ditonton? Karena cerita yang diadaptasi sangat berbeda dari sebelumnya.

Joker Phoenix (Pixabay.com)

Alih-alih meneruskan sifat playboy dan crazy rich-nya Bruce Wayne, justru kita melihat sosok Bruce yang masih penuh amarah, sulit berpikir dingin, dan terkesan introvert dalam film Batman buatan Matt Reeves.

Yang saya takutkan adalah sutradara tidak mampu membuat karakter Joker menjadi lebih beda dan menarik untuk dilihat. Walaupun dengan aktor serta akting bagus sekalipun, kalau hanya mengulang identitas dari Joker sebelumnya ya buat apa. Kesannya seperti tidak ada pembaruan padahal Joker punya banyak sekali latar belakang jika melihat dari komik.

Kita nggak ngomongin Joker-nya Phoenix lho ya. Itu mah stand alone, tanpa Batman. Jadi, jelas nggak masuk dalam diskusi ini. Tapi, sebenarnya ya Joker model itu yang saya maksud: digali lebih dalam ceritanya. Meski, makeup-nya ya gitu-gitu aja.

Persoalan lain mengapa Joker bakal menjatuhkan pamor film adalah ekspektasi penonton untuk seri berikutnya. Peran Riddler/Edward Nashton sebagai villain utama dalam film ini sangat di luar ekspektasi. Hampir saya nilai sempurna karena berhasil bikin Batman serta polisi bingung serta terkecoh dengan teka-teki yang dia buat. Akting Paul Dano benar-benar menjiwai sebagai Riddler, terutama scene di mana Riddler diinterogasi oleh Batman di Arkham Asylum yang menjadi salah satu scene terbaik dalam film.

Oleh karena Dano berhasil memerankan Riddler dengan baik, tentu penonton punya ekspektasi tinggi buat villain baru di serial mendatang. Dengan target penonton sangat tinggi, mau tidak mau akting pemain juga harus bagus dong. Bisa tidak seorang Barry Keoghan dengan label underrated-nya mampu naik kelas dengan perannya sebagai Joker? Bagaimanapun, memerankan Joker benar-benar menguras mental pemain. Lihat saja Jared Leto apakah dia sukses memerankan tokoh Joker? Realitanya justru sebaliknya kan sampai dihujat sana-sini.

Mari kita berandai-andai Joker gagal di Batman-nya Matt Reeves. Sudah jelas penonton bakal kecewa. Dan BatReeves bakal masuk dalam “sekuel yang gagal mengulang kesuksesan film pertama”.

Baik Barry Keoghan serta Matt Reeves sama-sama dipusingkan untuk menjaga nama The Batman agar tidak rusak di mata penonton. Matt Reeves harus memikirkan bagaimana agar membuat karakter Joker yang fresh dan belum pernah dibayangkan oleh penonton untuk meninggalkan kesan “bosan”. Sedangkan bagi Barry Keoghan, hal ini bisa jadi membuatnya gila andai akting dia gagal. Ya walaupun di deleted scene kemarin terkesan menarik, namun bukan berarti dapat dikatakan sepenuhnya bagus kan? Pembuktiannya baru dapat dinilai kalau dia dapat screen time lebih.

Saya tidak melarang Joker untuk diberi panggung dalam film. Hanya saja, bukankah terkesan buru-buru jika langsung muncul begitu saja? Apalagi, kita selalu bosan untuk melihat Joker dan Joker lagi. Kini semua tanggung jawab ada pada aktor serta sutradara untuk membuat Joker tidak cuma nyampah dan justru jadi film gagal.

Justru kehadiran Jokerlah yang dapat membuat nama film menjadi ciamik dan menjadi film terbaik Batman dibanding pendahulunya. Mari kita lihat nanti apakah Joker Barry Keoghan gagal, atau justru melampaui ekspektasi penonton serta kritikus berkat ide sutradara serta akting apik dari Barry. Mari kita tunggu beberapa tahun ke depan. Entah dia akan dikenang seperti Heath Ledger (juga Joaquin Phoenix), atau malah berakhir seperti Leto.

Joker Ledger (Pixabay.com)

By the way, kenapa sih nggak ada yang kepikiran adaptasi The Killing Joke? Padahal bagus loh.

Sumber Gambar: Akun Instagram @dccomics

Penulis: Muhammad Haekal Ali Mahjumi
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version