“Ah cuma sekali ini nggak salat subuh.”
“Ah cuma 700 ribu ini cicilannya.”
“Ah cuma makan daging sepotong ini.”
“Ah cuma dekat ini gak perlu pakai helm.”
“Ah cuma sekali ini stalking medsos mantan kok!”
Sering mendengar kalimat-kamimat di atas? Atau malah jangan-jangan kita sendiri pelaku yang sering kali mengucapkan kata-kata seperti itu. Kelihatannya apa yang kita lakukan itu terlihat seperti hal-hal sepele ya, namun tanpa kita sadari dari hal yang bermula ‘Ah cuma’ ini pada akhirnya bisa menimbulkan begitu banyak masalah serius dalam hidup kita. Jika kita telaah lebih dalam lagi, semua masalah-masalah besar yang terjadi di hidup kita itu kadang dilatarbelakangi dari hal-hal kecil yang kerap kita sepelekan itu.
Awalnya mungkin kita cuma melewatkan salat subuh sekali, tapi tak menutup kemungkinan di lain hari kita akan mengulang hal serupa. Sekali, sekali, sekali, jadinya yah berkali-kali. Sehingga hal tersebut menjadi kebiasaan dan membuat kita jadi terbiasa untuk meninggalkan ibadah tanpa ada rasa penyesalan.
Mengambil cicilan kredit pun juga begitu. Mungkin awalnya kelihatan nominalnya sedikit dan masih terjangkau dengan gaji yang kita miliki. Kita cenderung menyepelekan hal tersebut dengan ungkapan ‘Ah cuma’. Iya kalau ambil kreditan atau utangan itu cuma satu item, bagaimana kalau ‘Ah cuma’ itu diucapkan untuk beberapa item kreditan? Utang yang tadinya nominalnya sedikit, gara-gara kita menyepelekan utang, jadinya utang kita menumpuk. Ujung-ujung yah kita puyeng sendiri mikirin, gimana bayar setorannya.
Mau sedikit atau banyak itu yang namanya utang yah tetap saja utang. Ingat kata Santiago Si nelayan tua dalam buku The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway, “..Kuusahakan untuk tidak pernah pinjam uang. Mula-mula kau hanya pinjam. Nantinya ngemis.” Banyakan kejadian orang yang suka menyepelekan utang, tahu-tahu tanah sama sawahnya ludes buat bayar utang. Utang atau cicilan yang kecil-kecil itu kadang yang justru luput dari perhitungan kita. Lagi lingkaran kecil…lingkaran kecill…jadinya yah lingkaran besar. Utang juga gitu. Utang sedikit..utang sedikit…jadinya yah banyaklah.
SEdangkan berbicara tentang pola makan atau pola hidup sehat, tak dapat dimungkiri kita juga kerap kali terlena oleh godaan dan sangat suka sekali menyepelekannya. Mungkin benar, kita hanya makan sepotong daging, namun efeknya yah gitu. Kolesterol naik, tekanan darah naik, kepala jadi nyut-nyutan, dan tangan kayak kesemutan semua. Syukur-syukur gara-gara daging itu gak perlu diopname di rumah sakit. Padahalkan ‘cuma’ sepotong daging ajakan?
Hal ini juga berlaku untuk semua hal bukan cuma daging doang. Tak jarangkan kita kerap sakit perut gara-gara suka menyepelekan makan sambal. Ada juga yang akhirnya sakit maag gara-gara melewatkan makan. ‘Ah cuma’ gak makan ini! Yah sudah, siap-siap saja kau dikoyak-koyak sakit maag! Sudah tahu punya riwayat sakit maag, tapi masih juga menyepelekan makan. Ya mau gimana lagi. Itu namanya cari sakit sendiri.
Kata ‘Ah cuma’ sepertinya juga suka sekali digunakan orang-orang untuk tidak memakai helm. Padahal mau dekat atau jauh, saat kita menggunakan kendaraan harusnya kita wajib menggunakan helm. Toh, kita menggunakan helm juga untuk diri sendiri bukan orang lain, apalagi untuk polisi. Kalau misal terjadi kecelakaan, helm tersebut juga yang bakalan melindungi kepala kita.
Gimana ya jelasinnya. Intinya mau dekat atau jauh, yang namanya kecelakaan itu tak pandang bulu. Memang semuanya itu sudah diatur melalui takdir, tapi kita sebagai manusia sudah seharusnya mengusahakan keselamatan untuk diri sendiri. Hal seperti itu bisa juga dikatakan sebagai bentuk syukur kita sehingga kita menjaga diri kita dari keadaan yang tidak dinginkan.
Awal mula hati remuk dan pikiran galau pun tak jarang hanya berawal dari ‘Ah cuma’. Iya, mungkin cuma memantau akun media social mantan, tapi bagaimana kalau ia lihat postingan doi sama pacar barunya? Tadinya yang cuma penasaran dengan kehidupan mantannya, lah jadi baper dan nangis berjillid-jilid jadinya. Ah cuma liat di depan rumah mantan doang kok! Gak tahunya sekalinya lewat kok ya ada tenda biru. Sudah deh sana nangis sambil nyanyi Tenda Biru bareng Desy Ratnasari.
Banyak juga kata ‘Ah cuma’ kita gunakan untuk mengecilkan diri kita sendiri. “Aku mana bisa sukses, aku ini ‘ah cuma ‘ serbuk sari yang bakalan kabur tertiup angin sebelum sempat bertemu putik.” Jadi gimana kita mau maju, jika di sejak dalam pikiran saja kita sudah dikuasai mental menyepelekan diri sendiri.
Jangan suka meremehkan hal kecil, karena semua hal besar itu tak datang tiba-tiba, semua di mulai dari hal-hal kecil. Oleh karenanya, mulai sekarang biasakan diri untuk tanggung jawab terhadap diri sendiri agar tidak menyebabkan masalah untuk diri sendiri, orang lain, lingkungan, atau bahkan negara.(*)
BACA JUGA Menjadikan Orang Hilang Sebagai Strategi Marketing: Kreativitas yang Kebablasan atau tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.